Meneladani Ikhlas Dalam Beribadah Melalui Kisah Hidup Rabi'ah Al Adawiyah

KULIAHALISLAM.COM - Seperti yang kita ketahui sufisme atau disiplin ilmu tasawuf adalah sebuah kepercayaan dalam Islam (mistisisme), di mana umat Islam berusaha untuk mencari dan menemukan kebenaran cinta dan pengetahuan tentang Ketuhanan dan hakikat kebenaran melalui pengalaman pribadi langsung mengenai Ketuhanan atau melalui praktik-praktik yang telah dijelaskan didalamnya.

Sufi adalah sebutan untuk orang-orang yang menjalankan ajaran-ajaran dalam disiplin ilmu tasawuf seperti melatih diri untuk menjauhi hal duniawi. Sufisme membantu seseorang untuk tetap berada di jalan Allah SWT. Dengan menerapkan sufisme atau ajaran-ajaran pada tasawuf, kita sebagai umat Islam dapat mencegah diri agar tidak berlebihan dalam hal duniawi dan tetap fokus pada iman dan takwa.

Jika kita menengok kisah Rabi'ah Al Adawiyah, salah satu tokoh sufi perempuan yang selalu menggunakan lantunan syair-syair untuk menggugah kesadaran spiritualitas manusia dalam beribadah. Lantunan syair dari Rabi'ah Al Adawiyah juga mengandung unsur untuk berdoa kepada Allah SWT. Salah satu syair Rabi'ah al Adawiyah yang paling terkenal berbunyi :

Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya. Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, Janganlah engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi padaku.

Sufi wanita tersebut secara tidak langsung menyebarkan cara beriman kepada Allah yang lebih mengedepankan hubungan antara individu dengan Tuhannya. Alih-alih menginginkan imbalan dengan adanya surga atau ketakutan akan neraka, Rabiah Al Adawiyah lebih memperlihatkan makna dalam beribadah yang dilakukan pada perjalanan spiritualitasnya yang digambarkan pada cintanya kepada Allah SWT.

Dikisahkan juga bahwa Al Adawiyah juga pernah keluar dari rumah dengan membawa kendi dan obor. Melihat hal tersebut, masyarakat disekelilingnya merasa heran dan penasaran. 

Ketika Rabiah Al Adawiyah ditanya oleh masyarakat apa yang akan dia lakukan dengan kendi dan obor yang ada dikedua tangannya tersebut, dia menjawab bahwa dia hendak memadamkan neraka dengan air di kendinya dan membakar surga dengan obor. Hal tersebut dilakukan olehnya agar orang-orang tak lagi beribadah kepada-Nya hanya untuk mengharapkan surga dan neraka.

Akan tetapi meskipun kisah hidup Rabi'ah Al Adawiyah sering dijadikan contoh keteladanan dalam beribadah, ajaran sufisme yang dicontohkannya justru masih awam dan belum jamak ditemukan pada masyarakat khususnya Indonesia. Bagaimanapun juga kita dalam beribadah kepada-Nya tidak harus semata-mata mengharap akan imbalan dari-Nya.

Meskipun telah banyak dijelaskan pada ayat Alqur'an seperti pada QS. Al Furqan ayat 15, QS. Al An’am ayat 127, QS. Fatir ayat 35, QS. An Najm ayat 15, QS. Ash Shaff ayat 12, QS. Luqman ayat 8, dan masih banyak lagi. 

Namun dengan mengharapkan adanya imbalan tersebut kita juga dapat lupa akan hakikat beribadah kepada-Nya. Senantiasa keikhlasan kita dalam beribadah dapat menjadi bias dan selalu mengharapkan imbalan surga kepada-Nya.

Sebenarnya tidak ada masalah jika kita beribadah kepada Allah dengan mengharapkan masuk surga dan menjauhi neraka. Serta sebagai pengingat kita di dunia untuk selalu berbuat kebaikan agar jauh dari siksaan neraka. 

Namun, dengan hal demikian, kita hanya beribadah untuk menuju pada surga saja tanpa kita mengetahui makna dalam beribadah dengan keikhlasan. Pada Alqur'an telah dijelaskan tentang perintah untuk ikhlas dalam beribadah, yaitu pada QS. Ghafir ayat 65 : 

Dialah yang Maha Hidup, tidak ada tuhan selain Dia. Maka sembahlah Dia dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. (QS. Ghafir ayat 65)

Dari ayat tersebut dan kisah Rabi'ah Al Adawiyah dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa meskipun Allah telah menjelaskan adanya surga dan neraka beserta cara menuju dan menjauhinya. Dalam beribadah kita tidak harus sepenuhnya menggantungkan kepada hal tersebut. 

Meskipun hal tersebut dibolehkan dengan landasan ayat-ayat dalam Alqur'an, kita juga harus bisa merasa ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.

Dengan kita ikhlas dalam beribadah kepada-Nya, dalam perwujudan pada kehidupan sehari-hari, kita juga dapat ikhlas dalam menjalaninya. Karena sesunggunnya hanya Allah lah yang mengetahui kebaikan-kebaikan serta keburukan-keburukan kita. 

Kita sebagai manusia hanya menyiapkan diri untuk menuju kepada-Nya. Untuk menuju surga atau neraka, itu adalah kehendak dari Allah. Sebagai bentuk menuju kepada-Nya, alangkah baiknya kita menerapkan keikhlasan dengan landasan cinta (mahabbah) kepada Allah SWT.

Penulis: Irvan Ade Pramana (Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya)
Editor: Adis Setiawan


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال