Moderasi Agama Masyarakat Multikultural dengan Konsep Moderasi Islam

Penulis : Fikri

KULIAHALISLAM.COM - Indonesia dengan beragam budaya, agama, suku, bahasa yang dimilikinya menstabilkan dirinya sebagai negara dengan masyarakat multikultural. Keanekaragaman tersebut menjadi rahmatan jika dikelola dengan baik, bahkan menjadikan kekuatan dan keunikan untuk identitas dirinya sendiri.

Moderasi Agama Masyarakat Multikultural dengan Konsep Moderasi Islam

Namun, disaat bersamaan, realitas pluratitas menjadi tantangan besar yang bisa menimbulkan perpecahan dan perseteruan dan dapat mengoyak ancaman sosial jika tidak disikapi dengan bijak dan arif. 

Sebagaimana kontekstasi dalam keberagaman Islam Nusantara yang acapkali terjadi gesekan antara kelompok dengan kelompok lain yang disebabkan karena perbedaan pemahaman keagamaan dan paradigma berfikir. 

Kelompok tersebut dapat dibedakan menjadi kelompok ekslusivisme yaitu kelompok dengan paradigma berfikir yang cenderung tertutup terhadap keanekaragaman dan kelompok liberalisme yang berarti sebaliknya pemahaman memperjuangkan kebebasan di semua aspek.

Perseteruan yang terus dipertontonkan antar dua kelompok menjadi ancaman serius bagi tatanan sosial, baik regional, nasional maupun internasional, dan yang lebih bahaya adalah ancaman bagi kebhinekaan di tengah masyarakat yang majemuk. 

Dampak dari adanya perseteruan tersebut yaitu terjadinya tindakan intoleransi ditengah masyarakat. Hujatan yang mengarah kepada anarkisme karena perbedaan paham yang tidak disikapi dengan kurang arif sehingga terkadang perbedaan yang seharusnya menjadikan rahmat berubah menjadi laknat.

Di tengah kondisi yang seperti itu, diharapkan dengan adanya kehadiran modersi Islam dengan konsep masyarakat kultural dapat memberikan solusi. 

Moderasi Islam buka berarti berpandangan kepada posisi netral yang abu – abu, ataupun paradigma Barat yang cenderung memperjuangkan kebebasan yang kebablasan. 

Akan tetapi, moderasi Islam yang dimaksud yaitu nilai – nilai universal seperti keadilan, persamaan, kerahmatan, keseimbangan yang dimiliki oleh agama Islam dengan akar sejarah kuat dalam tradisi Nabi dan Sahabat. Moderasi Islam seperti itu dapat kiat jumpai dalam disiplin ilmu akidah, syariah, tasawuf, tafsir hadist dan dakwah.

Bentuk ekstrimisme dewasa ini telah terjewantahkan dalam dua kutub yang berlawanan. Satu pada kutub kanan yang sangat kaku beragama, memahami ajaran agama dengan membuang jauh penggunaan akal. 

Sementara pihak yang lain sebaliknya, sangat longgar dan bebas dalam memahami sumber ajaran Islam. Kebebasan tersebut tampak pada penggunaan akal yang berlebihan, sehingga menempatkan akar sebagai tolak ukur kebenaran sebuah ajaran. 

Kelompok yang memberikan porsi yang berlebihan, namun menutup mata dari perkembangan realitas cenderung menghasilkan pemahaman yang kontekstual. 

Sebagai bentuk itti’ba kepada Rasulullah, Sahabat, dan tabi’in apa yang tertera dalam Al – qur’an dan Hadist harus diaplikasikan dalam dewasa ini, meski dalam kondisi tertentu kurang mengapresiasi masyarakat yang ada. 

Sebaliknya, kelompok yang memberikan porsi berlebihan pada akal atau realitas dalam memahami suatu permasalahan. Sehingga, dalam pengambilan suatu keputusan, menekankan pada realitas yang memberikan ruang bebas terhadap akal yang mengakibatkan kurangnya mempertimbangkan otoritas. Keduanya hadir dalam pemahaman yang sangat belebihan. 

Pengaruh dua kecenderungan kelompok tersebut berdampak pada luar biasa pada cara beragama umat Islam dewasa ini. Munculnya gerakan – gerakan anarkis di Nusantara bom bunuh diri dengan dalih berjihad, mengkritik dianggap sebagai bentuk radikalisme, dan lain sebagainya. 

Kejadian tersebut tentunya selain dipengaruhi oleh politik dan ekonomi juga dipengaruhi oleh cara pandang yang sangat tekstual terhadap Al – qur’an dan Hadist. 

Sebaliknya, kebebasan akal yang berlebihan acap kali menimbulkan penabrakan pada teks – teks Qat’i, yang pada akhirnya dengan gegabah menawarkan pemikiran – pemikiran yang bertentangan dengan pemahaman yang sudah mapan. 

Bahkan terkadang mencoba untuk mengotak – ngatik ajaran – ajaran fundamental yang bersifat Illahi dengan dalih asa kebebasan dan kemanusiaan. 

Ilustrasi tersebut menandaskan bahwa cara pandang kedua kelompok tersebut merupakan bentuk ekstrem atau over yang berdampak esktrem pula. Kelompok pertama dampaknya nampak sekali nyata yang berujung pada anarkisme yang terjadi di tengah masyaarakat yang mengganggu kenyamanan dan kestabilan Nasional. 

Kelompok lainnya yang overkonstektual menandakan bentuk esktrem dengan cara lembut yang tidak kalah besar ancamannya bagi masyarakat. Karena dapat mengaburkan ajaran – ajaran agama yang sangat mendasar, absolut kemudian menjadi bentuk yang relatif. 

Sehingga, tidak ada ulama atau institusi pendidikan yang dipercaya untuk mengeluarkan fatwa dengan dalih semua bebas berijtihad tanpa mempersoalkan background pendidikannya. 

Dengan demikian, berdasarkan sumber menyatakan bahwa bentuk kedua kelompok tersebut kurang ideal, terkhusus dalam konteks ke – Indonesiaan. Alasannya cukup sederhana, Islam adalah agama rahmatan bagi seluruh alam semesta. 

Agama rahmat tidak berada pada posisi yang ekstrem atau over (berlebihan), karena Islam selalu hadir dengan solusi representatif yang dapat diterima oleh akal sehat dan fitrah manusia. 

Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan wasathiyah. Sebagaimana yang terekam dalam Al – qur’an surah Al – Baqarah ayat 143. Kata al – Wasath dalam ayat tersebut bermakna terbaik dan paling sempurna. dalam hadist disebutkan bahwa “Sebaik – baiknya persoalan adalah yang berada ditengah – tengah”. 

Dalam artian, menghadapi suatu persoalan Islam moderat harus berdasarkan pendekatan kompromi dan berada ditengah – tengah. Begitupula dalam menghadapi suatu perbedaan agama ataupun mazhab Islam moderat selalu mengedepankan toleransi. 

Moderasi adalah inti ajaran agama Islam, yaitu paham agama yang sangat relevan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsa itu sendiri. Ragam pemahaman keagamaan adalah sebuah fakta sejarah dalam Islam. 

Keragaman tersebut salah satunya disebabkan oleh dialektika dan realitas itu sendiri, dan cara pandang akal dan wahyu dalam menyelesaikan permasalahan. Konsekuensi logis dalam masalah tersebut adalah munculnya terma – terma yang berlindung dibelakang nama Islam. Sebut namanya misal, Islam Fundamental, Islam Liberal, Islam Progresif, Islam Moderat dan lainnya.

Pada dasarnya Islam adalah agama universal, hanya saja cara pandang pemahaman mengenai agama itu sendiri yang menyebabkan akhirnya Islam menjadi seperti terkotak – kotak. Diterima ataupun tidak, memang begitulah faktanya dewasa ini yang mempunyai sejarah yang kuat dalam khazanah Islam. 

Fakta sejarah menyatakan bahwa keberagaman beragama sudah hadir pada era Rasulullah SAW, para sahabat, terkhusus pada era Umar bin Khattab RA. Ia kerap kali berbeda pandangan dengan sahabat – sahabat yang lain, bahkan mengeluarkan ijtihad yang secara sepintas bertentangan dengan keputusan Rasulullah SAW sendiri. 

Oleh karena itu, paham Moderasi Islam harus dibumikan di Nusantara. Ia sangat refresentatif memberikan memberikan jawaban dan solusi terhadap seluruh pemasalahan yang dihadapi oleh umat Islam dewasa ini. 

Yang tidak overtekstual dan overkontekstual, dengan selalu mengedepankan keseimbangan antara teks dan konteks antara wahyu dan akal. Karena keduanya adalah kebenaran yang berasal dari Tuhan yang Maha Esa. Meninggalkan salah satunya berarti mengabaikan salah satu kebenaran Tuhan. 

Maka dari itu, pemahaman yang moderat menjadi suatu kemestian apalagi dalam konteks ke – Indonesiaan yang sangat majemuk. Dengan pemahaman ditengah – tengah sebagai esensi agama Islam itu sendiri. Dalam sejarahnya, agama Islam itu datang sebagai penyeimbang agama – agama sebelumnya.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال