Agama Shinto, Mikado dan Budha Zen Bangsa Jepang

KULIAHALISLAM.COM - Shinto adalah agama resmi bangsa Jepang. Agama ini diproklamirkan sebagai agama negara pada tahun 1868 Masehi dan mempunyai kira-kira 10 aliran. Istilah "Shinto" berasal dari bahasa Tionghoa yaitu "Shen" artinya Tuhan dan "Tao" artinya jalannya dunia, bumi dan langit. Jadi Shinto berarti jalan Tuhan. 

Agama ini timbul pada zaman prasejarah dan siapa pembangunannya tidak dapat dikenal dengan pasti. Penyebarannya ialah di Asia dan yang terbanyak di Jepang. Sekitar pada abad ke-6 Masehi agama Buddha masuk ke Jepang dari Cina melalui Korea. Satu abad kemudian agama itu telah berkembang dengan pesat bahkan lama-kelamaan agama itu dapat mendesak agama Shinto.

https://i.pinimg.com/originals/

Akan tetapi karena agama Shinto bercampur dengan agama Buddha demikian juga agama Khonghucu yang masuk ke Jepang langsung dari tanah asalnya kira-kira pada abad pertengahan ke-7 maka akhirnya ketiga agama itu bergandengan bersama sampai sekarang. Hal itu tidak aneh karena orang Jepang tidak menolak Kepercayaan dan keyakinan apapun yang masuk ke negerinya asalkan tidak mengganggu keselamatan dan keamanan negara.

Tujuan utama bagi Penganut Agama ini ialah kebahagiaan dalam kehidupan di dunia. Mereka menganggap bahwa orang yang sudah mati dapat membantu mereka dalam menjalani hidup ini. Agama ini mengandung dua unsur kepercayaan yaitu menyembah alam (Nature Worship) dan menyembah roh nenek moyang (Ancestor Worship ). Menurut agama ini, orang diwajibkan menyembah kepada roh yang mereka sebut "Kami". Kata "Kami" tersebut adalah menunjukkan dari orang yang telah meninggal dunia tetapi ada yang berasal dari benda alam. 

Yang dimaskud "Kami" ditujukan oleh orang yang meninggal dari para pahlawan, nenek moyang tiap keluarganya sendiri, dan anggota dari setiap suku-suku. Sedangkan "Kami" dari kekuatan alam misalnya "Matahari, bulan, petir, sungai, pohon". Demikian pula jumlah para dewa-dewa yang mereka hormati banyak sekali, ada sekitar lebih dari 800 Dewa yang mereka hormati. Dari 800 Dewa tersebut yang paling dihormati oleh bangsa Jepang adalah Dewa Amaterasu Omi Kami (Dewan Matahari dan dewa pelindung serta pertanian).

Di dalam penyembahan terhadap "Kami" biasanya dipimpin oleh pendeta-pendeta dan pada saat memimpin upacara mereka berpakaian khusus. Pendeta-pendeta tersebut akan menyajikan sajian-sajian di dalam kuil dengan membaca mantra-mantra dan pujian-pujian kepada dewa.

Kuil agama Shinto yang terdapat di negara Jepang banyak sekali. Setelah agama Buddha masuk ke Jepang pada abad ke-6 masehi maka bercampurlah unsur-unsur agama Buddha tersebut kepada unsur-unsur agama Shinto. Pencampuran agama Buddha dan agama Shinto melahirkan aliran bernama "Ryobu Shinto". Selain Dewa Ameterasu Omi Kami, dewa yang terkenal adalah dewa Uzuma (kebahagiaan), Inari (dewa padi), Ebisu (dewa nelayan).

Meskipun terdapat banyak sekali patung dewa-dewa namun mereka tidak pernah sekalipun memujanya. Sebagai gantinya mereka hanya menyembah benda suci bernama "Mitama Shiro (Shintai) yang disimpan di kuil pemujaan. Di kuil Itse yang merupakan kuil terbesar disimpan kaca dewata yaitu sebuah cermin bulat dari perunggu. Di kuil Atsuta disimpan pedang dewa dan di istana Kaisar disimpan sebutir Intan. Benda-benda pemberian Dewa ini terletak persatuan antara rakyat, keluarga kekaisaran dan negara. Dengan kata lain benda-benda itu sebagai alat untuk nasionalisme bangsa Jepang.

Kitab agama Shinto ada tiga yaitu "Kojiki" yang berisi cerita-cerita dan naluri kuno, " Nihongi " yang berisi cerita-cerita Jepang dan " Yengishiki " yang berisi nyanyian-nyanyian dan pujaan. Kitab-kitab itulah yang dipakai pedoman oleh para penganut agama Shinto tetapi kitab-kitab itu tidak dipandang sebagai kitab suci.

Bangsa Jepang berkeyakinan bahwa Kaisar kaisar Jepang zaman dahulu berasal dari keturunan dewa-dewa oleh karena itu kaisar Jepang sangat dihormati. Menurut cerita dari kitab-kitab itu, mula-mula Bumi dan langit serta seisinya dijadikan oleh para dewa. Dua diantaranya dewa-dewa itu turun langit dan menciptakan bumi Jepang. Dua dewa yang turun itu adalah Dewa Isanagi No Kami (Laki-laki) dan Isonami No Kami (Perempuan). Dewa-dewa inilah yang kemudian melahirkan beberapa Dewa termasuk dewa matahari yang bernama Dewa Amaterasu Omi Kami.

Selanjutnya Dewa Langit ini kemudian mengirimkan seorang Dewa ke bumi bernama Ninigi No Mikoto yang kemudian memiliki cucu bernama Jimmi Tenno. Jimmi Tenno inilah kemudian yang pertama kali menjadi Kaisar bangsa Jepang yang naik tahta kerajaan pada tahun 660 sebelum Masehi. Dan dialah yang menurunkan Kaisar kaisar Jepang sampai saat ini. Karena Penganut Agama ini pada umumnya percaya bahwa kaisar Jepang itu adalah keturunan Dewa maka penganut agama itu percaya dan patuh kepada kaisar, memuja alam dan roh demikian pula bendera kebangsaan Jepang berbentuk tanda matahari untuk menunjukkan bahwa negaranya tercipta dari matahari tempat kediaman Dewa Ameterasu Omi Kami.

Pada zaman purbakala Jepang mengenal korban manusia bahkan sering terjadi tradisi bunuh diri secara sukarela akan tetapi tradisi ini sekarang dilarang dan diganti dengan tanah liat atau kayu. Agama Shinto memerintahkan cinta pada tanah air dan taat kepada Mikado. 

Seseorang bila dia mati dapat dimasukkan "Kami". Pada hari-hari besar keagamaan, "Kami" dipuja dengan hidangan makanan dan minuman serta pertunjukan-pertunjukan. Bahkan pada zaman purbakala, bangsa Jepang juga mengenal korban manusia bahkan terjadi juga budak-budak yang meninggal dikubur hidup-hidup bersama-sama atau secara sukarela Membunuh diri sendiri, Kemudian pada hari upacara mayat-mayat tersebut diganti dengan Arca dari tanah liat dan kayu.

Akhirnya pengaruh agama Buddha dan ajaran Konghucu masuk ke dalam agama ini. Ziarah ke kuil-kuil itu dianjurkan. Mayat, darah dan daging dianggap najis sehingga orang Jepang Penganut Agama ini Dilarang makan daging. Agama ini sering dijadikan sebagai alat politik oleh golongan-golongan atas bangsa Jepang.

Pemujaan Terhadap Mikado

Suku Yamato adalah suku yang sangat menghormati roh nenek moyang sukunya yang kemudian Hai suku inilah yang menjadi para pangeran di kekaisaran Jepang. Pemimpin mereka yang terkenal adalah Mikado. Matahari menurut suku Yamato mempunyai hubungan dengan keluarga Mikado karena Mikado diturunkan dari matahari. 

Menurut mereka, Mikado adalah utusan dewa matahari dan Dewa langit yang berada di atas bumi ini. Pemujaan terhadap roh nenek moyang sudah ada sebelum Dinasti Yamato namun kemudian dinasti ini menggantinya dengan ajaran baru. Dinasti Yamato berusaha menaiki orang awam ke dalam agama ini dengan mengakui dewa-dewa kecil seperti kepala kepala suku yang patuh kepada Dinasti Yamato. Penggabungan pemikiran agama dan politik sangat besar pengaruhnya dalam melestarikan kepercayaan lama yang mirip dengan pemujaan terhadap Mikado.

Kalau dilihat bahwa ajaran agama Shinto bukanlah agama yang mempunyai ajaran yang stabil dan tidak sama dengan ajaran agama Kongfucius. Mikado atau Kaisar dan negara adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Mereka bersedia mengorbankan jiwanya untuk Kaisar bahkan rela mati demi Kaisar merupakan suatu penghormatan tertinggi. Pemujaan terhadap kaisar Jepang menjadi salah satu unsur yang sangat penting dalam agama bangsa Jepang.

Sebelum kalah perang dalam Perang Dunia II, sesudah Jepang menyatakan kalah perang dari Amerika Serikat, Amerika Serikat telah berusaha menghentikan pemujaan terhadap Kaisar dan berusaha menghapuskan nasionalisme yang berlebihan yang ditanamkan oleh agama Shinto ke dalam jiwa bangsa Jepang. Dari segi moral, agama Shinto bukanlah agama yang universal karena ajarannya tidak banyak berbicara tentang moral, agama Shinto hanya agama perorangan.

Namun, sebagian ajarannya yang mungkin bisa dianggap sebagai ajaran moral ialah tentang kebersihan. Agama Shinto berkeyakinan bahwa kotoran adalah bencana dan kejahatan adalah kesalahan, kebersihan tubuh merupakan ritual ibadah, sesuatu yang mengotori tubuh atau pakaian adalah kotoran yang dibenci. Ajaran agama ini mengenai kebersihan mempunyai peranan penting dalam kehidupan bangsa Jepang. Bangsa Jepang terpanggil untuk memelihara kebersihan karena termasuk moral yang tidak boleh diabaikan dalam ajaran agama.

Pada abad ke-6 masehi beberapa biksu Budha dari Korea dan Cina datang ke Jepang. Biksu biksu ini mempunyai pengaruh di kalangan keluarga istana kekaisaran. Biksu biksu ini berusaha menyebalkan agama Buddha di Jepang namun mereka gagal karena bangsa Jepang sangat fanatik terhadap ajaran agama Shinto. Pada abad modern ini semangat nasionalisme di kalangan bangsa Jepang bangkit dan gerakan ini mencapai puncaknya pada tahun 1868 Masehi.

Bangsa Jepang menolak apa saja yang berasal dari luar agama Shinto dan agama Buddha masa kedudukannya terancam dengan adanya gerakan ini. Patung-patung Budha dikeluarkan dari kuil-kuil di seluruh Jepang dan agama Shinto kembali dianggap agama nasional.

Agama Budha Jepang (Zen Budha)

Menurut ajaran Buddha Jepang (Zen Budha), Budha adalah dewa yang menjelma ke dunia dan masuk ke dalam tubuh. Ajaran ini bersumber dari Amida Budha yang menurut mereka bahwa Amida Budha muncul di bumi pada zaman yang lampau dalam berupa biksu Buddha.

Dia menderita dan berusaha mengendalikan dirinya sehingga dia mampu naik ke tingkat yang tertinggi. Menurut mereka kesempurnaan bernazar agar mencapai kesempurnaan di dalam Buddha dia tidak menghilang sebelum hilang ke dalam tubuh manusia yang menderita.

Untuk menunaikan Nazar ini dia ditimpakan berbagai penderitaan dan hasil perjuangannya terbuka Firdaus di bumi yang suci dan akan masuk ke dalamnya Siapa saja yang menyebut namanya. Tokoh yang merancang ajaran ini adalah seorang biksu bernama Sizan. Diantara ucapannya adalah "Semua perbuatan yakni berlaku zuhud, puasa dan melakukan pemujaan, semua itu tidak ada artinya untuk mencapai kebebasan yang menjadi sendi Iman pada nazar Amida". 

Untuk menolak tuduhan bahwa ajaran agamanya membangkitkan kekeliruan, Sizan berkata " Keingingan yang bersemayam dalam jiwa manusia yang merasa dirinya bebas yang mendorongnya banyak beramal yakni amal saleh sebagai dorongan untuk mencapainya hanya dengan jiwa yang berterima kasih lebih banyak dari keinginan untuk mencapai moksa". 

Sangat sedikit dikemukakan orang bahwa agama Buddha dan Shinto terdapat toleransi yang sangat tinggi. Orang boleh saja berpindah kepercayaan keagamaan yang dianut oleh orang awam di Jepang, menghimpun ajaran kebersihan adalah ajaran agama Shinto dengan ajaran moral dalam agama Buddha dan Konghucu.

Sumber : Drs. H. Abu Ahmadi dalam bukunya "Perbandingan Agama" diterbitkan Rineka Cipta dan Kitab Terjemahan Al Milal wa An Nihal karya Imam Syahrastani. 




Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال