Rieke Diah Pitaloka Mendesak Pemerintah Transparan Soal Biaya Produksi BBM

Release Dr. Rieke Diah Pitaloka Tirtosudiro, M Hum. Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, 5 September 2022

A. Permintaan Data BPP BBM dan Data penerima Subsidi BBM Belum Diberikan Pemerintah

Pada Rapat Kerja (Rabu, 24/8/2022) antara Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN, saya meminta data secara tertulis terkait:

  1. Rincian Biaya Pokok Produksi (BPP) crude oil dari Indonesia
  2. Rincian BPP crude oil impor
  3. Rincian impor crude oil, LPG dan LNG dari tahun 2011-2022 (kuota per bulan dan dari negara mana)
  4. Rincian dan dari mana sumber data penerima subsidi energi BBM, LPG dan Listrik (termasuk prosedur dan mekanisme, serta indikator dan variabel pendataan yang digunakan sebagai acuan penerima subsidi energi)
  5. Tunggakan hutang subsidi Pemerintah ke Pertamina dan PLN?

Pernyataan Sikap

Hingga hari ini data-data yang diminta belum disampaikan pihak Kementerian BUMN terhadap Sekretariat Komisi VI DPR RI. Dengan demikian, hingga hari ini tidak ada data yang akurat dan aktual tentang BPP crude oil dari Indonesia dan impor, untuk mengungkap berapa sesungguhnya angka keekonomian yang dimaksud pemerintah. 

Di sisi lain data penerima subsidi (termasuk prosedur dan mekanisme, serta indikator dan variabel pendataan yang digunakan sebagai acuan penerima subsidi energi) juga belum disampaikan kepada Sekretariat Komisi VI DPR RI.

Dengan demikian, atas adanya indikasi kuat tidak adanya transparansi atas BPP BBM dan penerima subsidi BBM, secara pribadi saya menyatakan sikap mendukung Presiden Jokowi untuk membatalkan kenaikan harga BBM subsidi.

B. Alokasi APBN 2022 untuk Perlindungan Sosial

Dilansir dari berbagai media, Badan Anggaran DPR RI dalam Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan (19/5/2022) menyetujui tambahan anggaran perlindungan sosial pada APBN 2022 menjadi Rp. 431,5 triliun. Keputusan ini didasari pada pertimbangan antisipasi atas risiko inflasi global yang berfungsi sebagai social stabilizer. Menteri Keuangan menyampaikan rincian sebagai berikut:

  1. Program Keluarga Harapan (PKH) Rp. 28,7 triliun
  2. Kartu Sembako Rp. 45,1 triliun
  3. Kartu Pra Kerja Rp. 11 triliun (perluasan ditambah Rp. 9 triliun)
  4. Bantuan Langsung Tunai (BLT) 28,8 triliun untuk 20,6 juta KPM
  5. Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan Rp. 46,5 triliun
  6. Bantuan PKL warung dan nelayan Rp.1,7 triliun
  7. Bantuan Langsung Minyak Goreng Rp.7,5 triliun

C. Kinerja dan Surplus APBN 2022

Pernyataan resmi Kementerian Keuangan yang disampaikan di laman resmi anggaran.kemenkeu.go.id, Analisis Anggaran Ahli Muda di Direktorat Penyusunan APBN (30/6/2022) menyatakan:

  1. kinerja APBN pada semester I tahun 2022 mampu menjaga perekonomian domestic di tengah ketidakpastian pandemic Covid-19, eskalasi tensi geopolitik dan lonjakan harga komoditas.
  2. Realisasi pendapatan negara semester I mencapai Rp. 1.317,2 triliun atau tumbuh 48,5 persen (yoy) mencapai 58,1 persen dari target Perpres Nomor 98 Tahun 2022)
  3. Realisasi belanja negara mencapai Rp. 1.243,6 triliun atau lebih tinggi 6,3 persen disbanding periode yang sama tahun lalu, dengan persentase penyerapan mencapai 40,0 persen terhadap pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022.
  4. APBN semester I tahun 2022 mencapai surplus Rp. 73,6 triliun atau sekitar 0,39 persen terhadap PDB

Betulkah Anggaran BLT untuk 20,65 juta Keluarga Tidak Mampu Bersumber dari Relokasi Anggaran Subsidi BBM?

Pernyataan resmi Pemerintah (3/9/2022) bahwa lebih dari 70% subsidi BBM dinikmati kelompok mampu, karenanya sebagian subsidi energi dialihkan:

  1. BLT BBM senilai Rp. 12,4 triliun untuk 20,6 juta keluarga tidak mampu
  2. Subsidi senilai Rp. 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan upah di bawah Rp.3,5 juta

Perhatikan B. Alokasi APBN 2022 untuk Perlindungan Sosial

Angka 3: APBN 2022 untuk dana BLT telah dialokasikan 28,8 triliun untuk 20,6 juta KPM.

Angka 4: APBN 2022 untuk Kartu Pra Kerja Rp. 11 triliun (perluasan ditambah Rp. 9 triliun).

Artinya: 

Alokasi APBN untuk BLT Rp.28,8 triliun (dari pos perlindungan sosial) ditambah Rp. 12,4 triliun dari relokasi anggaran APBN untuk subsidi BBM untuk 20,6 keluarga tidak mampu

BLT Perlindungan Sosial Rp.28,8 triliun untuk 20,6 juta keluarga tidak mampu, artinya per keluarga tidak mampu seharusnya mendapatkan Rp. 1,39 juta.

BLT BBM Rp.12,4 triliun untuk 20,6 juta keluarga tidak mampu, artinya per keluarga tidak mamu mendapatkan Rp. 600 ribu.

Pertanyaannya:

  1. Dari mana sumber data penerima subsidi energi BBM (bagaimana prosedur dan mekanisme, serta indikator dan variabel pendataan yang digunakan sebagai acuan penerima subsidi BBM)
  2. Apakah terjadi duplikasi anggaran untuk BLT BBM dan subsidi bagi pekerja (dari APBN perlindungan sosial dan realokasi anggaran subsidi BBM September 2022)?
  3. Apakah data 20,6 juta warga penerima BLT perlindungan sosial dan 20,6 juta penerima BLT BBM adalah sama?

Jika keluarga tidak mampu penerima BLT Perlindungan Sosial sama dengan data penerima BLT BBM, maka seharusnya per keluarga mendapatkan:

Rp. 1,39 juta (BLT Perlindungan Sosial) + Rp.600 ribu (BLT BBM) = Rp.1.99 juta

Pernyataan sikap:

Berdasarkan argumentasi di atas saya menyatakan:

  1. Mendukung Presiden Jokowi untuk membongkar indikasi kuat tidak transparannya BPP BBM dan alokasi APBN untuk subsidi energi, serta untuk subsidi perlindungan sosial dan energi bagi keluarga tidak mampu.
  2. Mendukung BPK untuk melakukan audit investigatif terhadap Pertamina
  3. Mendukung KPK dan Kejaksaan Agung untuk membongkar indikasi permainan impor BBM
  4. Mendukung KPK dan Kejaksaan Agung mengungkap indikasi penyimpangan uang negara yang indikasinya beroperasi melalui data-data yang tidak aktual dan akurat terkait BPP BBM dan penerima subsidi bantuan sosial dan BLT BBM. 

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال