Buya Syafi'i Ma'arif Yang Disalahpahami 

Buya Syafi'i Ma'arif Yang Disalahpahami 

Oleh: Agung Wilis

Pada hari jumat 10.00 WIB Buya Syafi'i Ma'arif seorang intelektual muslim yang sangat berpengaruh di negeri ini perpulang ke Rahmatullah. Tentu kita semua berduka sekaligus merasa kehilangan atas wafatnya Buya Syafii Maarif sebagai guru bangsa, meskipun masih ada sebagian umat muslim yang menganggap berpulangnya Buya sebagai tokoh pluralis tidak perlu merasa kehilangan, apalagi Buya dihakimi seorang liberalisme, itu hak mereka karena dirinya merasa benar dan paling Islam ketimbang Buya. 

Buya Syafi'i Ma'arif Yang Disalahpahami 

Buya Syafii Maarif adalah tokoh kelahiran Minangkabau, mantan ketua umum PP Muhammadiyah, seorang tokoh besar yang merangkak dari bawah. Karena kecintaanya terhadap Islam yang mendorong beliau belajar ilmu pengetahuan dengan tekun sampai beliau mengenyam kuliah di Universitas bergengsi di Chicago University USA sebagaimana Dr. Nurcholis Madjid, PhD dan Dr. Amien Rais, MA, PhD. 

Dr. Nurcholis Madjid telah berpulang terlebih dahulu, kini Dr. Syafi'i Maarif, MA menyusul berpulang ke Rahmatullah dan tinggal Dr. Amien Rais yang masih sehat, dan semoga Pak Amien Rais selalu barokah dan dalam rahmat-Nya aamiin ya rabb. 

Kita tahu bahwa trio alumni Chicago University yaitu Dr. Nurcholis Madjid, PhD, Dr. Amien Rais, MA, PhD dan Dr. Syafii Maarif, MA, PhD mempunyai kiprah yang besar terhadap ummat dan masa depan Indonesia. Ketiganya menjadi bapak bangsa dan guru bangsa sekaligus menjadi Suluh negeri ini. 

Beliau bertiga banyak mewariskan gagasan-gagasan penting yang banyak ditulis melalui artikel jurnal dan buku untuk kemajuan bangsa Indonesia. Meskipun beliau bertiga mempunyai cara sendiri-sendiri dalam mendarma baktikan hidupnya untuk bangsa. Kita menghormati cara-cara yang digunakan yang kadang kala tidak bisa diterima sepenuhnya oleh semua pihak. 

Pak Nurcholis Madjid pada era 80-an pernyataan dan sikap politiknya serta pemikirannya juga menimbulkan berbagai kontroversial. Diksi sekularisasi yang di curigai sebagai hendak menetapkan sekularisme di Indonesia, demikian juga pernyataanya tentang Islam yes partai no telah menimbulkan sentinen negative terhadap beliau. 

Demikian juga tidak melanda terhadap Pak Nurcholis Madjid saja, hal yang sama pun di alami oleh Buya Syafi'i Maarif, Buya Syafi'i dihakimi sebagai pembela penista agama, seorang liberalisne dan pluralisme dan seorang cebonger. Bahkan Pak Amien Rais pun juga tidak luput dari berbagai bully di tuduh oleh buserp sebagai perusak NKRI, banyak bacot, ngerecokin pemerintah, jualan agama dan sebagainya. 

Saya tidak bisa mengikuti acara takziah virtual almarhum Buya Syafii Maarif yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah karena kesibukan yang tidak bisa saya tinggalkan, meskipun yang saya lihat adalah recorded namun tidak mengurangi rasa takzim saya kepada almarhum. 

Tidak terasa saya sebagai seorang laki-laki bisa meneteskan air mata begitu mendengarkan sambutan Mentri Agama Pak Yaqut dan ketua PBNU Pak Yahya Staquf serta pengasuh pondok pesantren Lasem Rembang Pak Musthofa Bisri. 

Tidak itu saja setiap saya membaca artikel tentang Pak Syafii tidak terasa air mata pun jatuh tidak terasa. Ini bukan saya memuja dan mengkultuskan Buya sebagai individu, namun lebih rasa kehilangan atas berpulangnya tokoh yang sangat sederhana dan bersahaja. 

Kita tahu bahwa Pak Syafi'i adalah orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan yang di tempuh sampai ke USA adalah dorongan atas agama yang diyakininya. Agama yang diyakininya telah mendorong untuk membaca untuk menggunakan pikiran, untuk melakukan observasi dan menuntut ilmu, begitulah agama yang Agung telah menjadi sinar dalam kehidupan Buya Syafii. 

Buya Syafi'i saat belum menempuh study di Chicago University di bawah bimbingan Profesor Fazlur Rahman sempat punya keinginan yang kuat untuk mendirikan negara Islam, argumentasinya adalah karena negeri ini mayoritas berpenduduk muslim. Namun setelah bersentuhan melalui ilmu pengetahuan dengan guru besar Fazlur Rahman ternyata dapat merubah keinginan Buya Syafi'i untuk mendirikan negara Islam.

Dan yang dahsyat Buya Syafi'i berfikir bahwa Pancasila sudah final sebagai dasar negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang kita pertanyakan mengapa ilmu pengetahuan yang dikuasai seseorang bisa menggeser pikiran usang yang pernah diyakini ? Siapa yang salah atas pergeseran pemikiran yang demikian itu? Sebenarnya bukan Buya Syafi'i saja yang mengalami pergeseran pemikiran, namun hampir semua orang yang menempuh pendidikan dalam ruang dan waktu akan mengalami hal yang sama dengan cara yang berbeda-beda. 

Begitu pentingnya menguasai ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang mampu melihat persoalan dengan lebih objektif. Objektifitas dalam mengambil keputusan kadang kala berhadapan dengan realitas masyarakat pada umumnya. 

Nah begitulah Buya Syafi'i dalam mengambil keputusan, demi mengambil keputusan yang didasarkan pada objektifitas atas realitas harus berhadapan dan siap di caci maki, di fitnah di benci termasuk dilakukan oleh bagian kecil anak-anak Muhammadiyah sendiri, dan siap tidak populer, namun Buya Syafii tidak peduli dengan gonggongan yang dianggap tidak penting itu. 

Terus terang saja pada waktu itu penulis termasuk yang ikut menggonggong, setelah saya renungkan gonggongan yang pernah saya lakukan seperti gonggongan orang yang tidak berilmu pengetahuan dan tidak berakhlak. Jadi sangat lucu kan Buya Syafi'i yang berakhlak mulia di gonggongin oleh orang-orang seperti saya. 

Buya Syafi'i bukanlah orang dari keluarga bangsawan, beliau adalah berasal dari keluarga biasa, oleh karena itu beliau mudah tersentuh kalau ada orang lain menderita dan hidup susah. Mantan guru SD Muhammadiyah di Mataram lombok adalah orang yang tidak begitu tertarik akan harta dan popularitas. Semua urusan yang dianggap tidak penting itu ditinggalkan dan beliau memilih merawat kehidupan bangsa melalui gagasan-gagasannya untuk menyelamatkan negeri dari perpecahan dan kepunahan. 

Bisa terbilang setelah Buya Syafi'i Ma'arif lulus dari Chicago university di Amerika di bawah bimbingan Prof. Dr. Fazrul Rahman cara pandang Buya mulai bergeser. Menurut saya cara pandang buya setelah menempuh pendidikan di Chicago lebih keren. Bergesernya cara pandang Buya karena penguasaan ilmu pengetahuan yang semakin luas disertai methodologi seorang lulusan PhD tentu kajiannya lebih kritis, rasional, objektif, tajam serta terpercaya. 

Rasionalitas dan objektivitas yang digunakan Buya dalam melihat realitas umat Islam dan negara Indonesia. Beliau mencoba untuk mengayomi seluruh anak bangsa dengan berbagai latar belakang tanpa terkecuali. 

Di negeri ini ada sebagian entitas umat Islam yang suka bikin bom bunuh diri yang merusak kemanusiaan kekerasan radikalisme dan intoleransi marak terjadi, ada yang merasa mayoritas ingin diperlakukan istimewa sehingga banyak komunitas lain yang merasa hidup was-was dan ketakutan hidup di negeri ini, bahkan di antara ummat Islam saling mempersekusi. 

Disisi lain lemahnya kepemimpinan nasional, dan cengkraman kaum komprador dan oligarki serta praktik korupsi yang marak di mana-mana baik eksekutif, legisltif, dan yudikatif banyak terlihat praktik-praktik tidak terpuji. 

Dari persoalan sulit yang melilit bangsa ini membuat Buya Syafi'i Ma'arif berfikir keras dari mana proyek penyelamatan bangsa ini hsrus dimulai untuk menyongsong masa depan Indonesia yang sebagaimana dicita citakan the founding father kita. 

Bagi Buya Syafi'i negara ini adalah amanah yang di wariskan oleh pendiri bangsa yang merupakan hasil kesepakatan bersama, harus diselamatkan apabila terdapat persoalan disana-sini. Inilah intelektual dalam bidang sejarah bekerja setelah melihat masa lalu masa kini dan mesti darimana serta bagaimana untuk memulainya. 

Tidak mudah untuk melakukan itu semua diperlukan kesabaran ketulusan keberanian dan kecerdasan menyusun konsep atas persoalan yang telah dirumuskan itu. Tidak banyak orang punya kemampuan atas itu, adapun mereka mampu melakukan hal yang demikian diantaranya Nurcolish Madjid, Amien Rais dan Buya Syafi'i dan tentu yang lainya. 

Pertama Buya Syafi'i untuk memperbaiki hubungan interaksi antar masyarakat dari berbagai golongan suku dan ras. Buya Syafii tidak menginginkan adanya kendala psikologi komunikasi sesama anak bangsa, tidak boleh sesama anak bangsa saling membenci, mencela karenanya Buya menggalakan toleransi di tengah pluralitas bangsa. 

Sebagaimana yang pernah di lakukan Nurcholis Madjid atas konsep sekularisasi yang banyak di salahpahami oleh kaum muslimin. Mereka yang salah paham dikarenakan menganggap bahwa sekularisasi hendak menetapkan paham sekularisme. 

Tentu berbeda sekularisme sebagai paham filsafat sebagai pemisahan agama dan politik kekuasaan dengan sekularisasi sebagai proses sosial dalam masyarakat. Bahkan lebih jauh Nurcholis Madjid mengatakan bahwa sekularisasi itu merupakan desakralisasi dan seterusnya. 

Pluralitas itu suatu keniscayaan karena kitab suci juga membenarkan, keberadaan dari makhluk itu sesungguhnya jamak yang tunggal itu hanya Tuhan. Sedangkan pluralisme adalah pemahaman yang berisi kajian kajian filosofis atas pluralitas, namun sayang pluralisme hanya dipahami dengan makna yang sempit hanya terbatas pada agama semata. 

Pluralisme itu kajian filosofis realitas atas pluralitas, pluralisme mengajarkan tentang persamaan atas sesama manusia, mengakui akan keberadaan orang lain, agama lain, suku lain dan budaya, intinya pluralisme adalah mengajarkan manusia bisa menghormati harkat kemanusiaan manusia tanpa dibatasi oleh berbagai sekat-sekat . Dan pluralisme itu saya pikir turunan dari ajaran kitab suci, lebih tepatnya pluralisme itu tafsir atas realitas plural. 

Kemudian bagaimana dengan Ahok? Menurut saya sikap Buya Syafi'i terhadap Ahok jelas, karena bagi Buya Syafii, Ahok telah berbuat keliru diantaranya pertama bukan kapasitas Ahok berbicara yang tidak di kuasainya, kedua Ahok pemimpin sering bicara diluar kapasitasnya barangkali Ahok dikelilingi oleh orang-orang yang kurang kompeten sehingga bukannya menentramkan tapi justru membuka permusuhan yang tidak berkesudahan. 

Namun demikian Buya Syafii juga meminta masalah Ahok bisa diselesaikan melalui proses hukum yang adil. Jangan sampai Ahok apabila benar tidak diterima dengan lapang dada namun sebaliknya diterima dengan lapang dada, apabila Ahok berbuat salah hendaknnya hukumannya sesuai dengan kesalahannya.

Jadi sebenarnya Buya hanya meminta agar kedua belah pihak untuk legowo terhadap hasil yang diputuskan pengadilan. Namun yang terjadi Buya Syafi'i malah dituduh sebagai pembela penista agama, liberal dan banyak lagi tuduhan keji yang diarahkan kepada beliau. 

Tidak sekadar di tuduh pembela penista agama melalui berbagai kampanye hitam, beliau dituduh sebagai ke cebong, meskipun Buya Syafi'i dekat bahkan ada didalam kekuasaan, namun beliau tidak kehilangan daya kritisnya. 

Bahkan beliau adalah yang berada di dalam yang turut serta memberi masukan kepada Presiden bahkan berani mengkritik presiden. Saya pikir diluar Pak Amien Rais mengkritik pemerintah sebagai oposan Buya Syafi'i didalam meredam kekuasaan agar mendengar kritik yang bermanfaat. Di dalam Buya Syafii menjaga diluar Pak Amien meminta agar Pak Jokowi tidak diturunkan di tengah jalan. Keduanya penjaga Pancasila dan konstitusi. 

Konsen beliau tidak saja persoalan kemanusiaan, dan keadilan, namun Buya Syafi'i berfikir carut-marut negeri ini karena para pemimpin tidak kunjung mampu meredam korupsi. Bagi beliau korupsi adalah musuh besar yang sangat menakutkan bangsa ini karenanya beliau turut serta mendorong KPK untuk kerja keras dan melawan atas upaya pengkerdilan KPK.

Bagi beliau mendorong pemerintah untuk menunaikan sila ke 5 yaitu keadilan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia adalah sebuah keharusan, karena gagalnya mewujudkan sila ke 5 dari Pancasila dianggap akar persoslan bangsa ini dalam menghadirkan kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia. 

Yang menarik ketika beliau berbicara tentang Pancasila, baginya pancasila sudah final buat negeri ini, persoalannya tinggal merawat dan menerapkan saja. Buya melihat bahkan memberikan saran kepada Nadiem Makarim selaku Kemendikbud Ristek untuk membumikan pancasila kepada generasi Muda. 

Sehingga akhirnya mereka (Kemendikbud Ristek) menghadirkan Kurikulum Merdeka Belajar, yang salah satunya memuat mata pelajaran Pendidikan Pancasila yang bisa dipelajari melalui praktik dan pembelajaran berbasis projek. Sehingga generasi muda dapat langsung mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila.

Buya juga selalu menjelaskan bahwa Pancasila harus menjadi living ideology dan walking ideology. Bahkan, Buya sangat berjasa dalam mengembalikan pendidikan Pancasila. 

Saya pikir teman-teman Muhammadiyah terlalu prematur menghakimi Buya, persis seperti saya saat itu termasuk salah paham terhadap pikiran-pikiran Buya dalam merawat kemajemukan di tengah tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال