Musyda IMM Jateng: Membangun Kontestasi Ide, Bukan Sekadar Politik Praktis !

Musyda IMM Jateng: Membangun Kontestasi Ide, Bukan Sekadar Politik Praktis !

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Tengah dalam waktu dekat ini akan melaksanakan perhelatan Musyawarah Daerah. Musyawarah Daerah atau Musyda merupakan ajang pergantian kepemimpinan dan roda organisasi, baik struktural atau arah gerak kedepannya. 

IMM Jawa Tengah terakhir melaksanakan Musyda 4 tahun yang lalu (yang seharusnya 2 tahun) bertempat di Kabupaten Kendal, dan terpilih Badrun Nuri sebagai ketua umum DPD IMM Jawa Tengah periode 2018/2022. 

Pandemi yang berlangsung menyebabkan penundaan perhelatan Musyda, hal ini tentu merubah arah gerak dan agenda IMM, salah satunya adalah Musyda kali ini yang diselenggarakan pada tahun 2022.

Musyda adalah ruang untuk menguji isi kepala para calon ketua umum dan formatur, gagasan apa yang akan dibawa dan strategi apa yang akan dilakukan untuk merealisasikan idenya. Tentu dalam merumuskan ide gagasan perlu didasarkan pada nilai ideologis yang kuat dan disesuaikan dengan kebutuhan IMM di akar rumput baik cabang ataupun komisariat. 

IMM perlu dibawa oleh orang-orang yang memiliki kapasitas, baik kapasitas ideologi maupun keilmuan yang mumpuni. Ide dan gagasan baru dari masing-masing calon perlu diuji, mana yang sekiranya menjadi satu gagasan yang baik dan mampu menawarkan solusi atas problematika yang terjadi, baik dalam perkaderan, wacana, ataupun gerakan.
 
Namun, ketika berbicara mengenai Musyda selalu identik dengan konsolidasi kepemimpinan, koalisi politik untuk memenangkan kontestasi perebutan ketua umum. 

Yang kadangkali ketika melakukan konsolidasi politik, terjadi proses yang tidak sesuai dengan nilai moral dan semangat ideologis IMM. Transaksi politik seringkali terjadi, berbagai kepentingan masuk, baik kepentingan individu ataupun kelompok. 

Transaksi yang sering terjadi adalah politik uang, yang dimana cabang atau komisariat tertentu diberikan “sangu” yang kemudian diarahkan memilih calon tertentu. Selain itu, bagi-bagi kursi juga dilakukan sebagai politik balas budi. Politik Transaksional seperti ini tentu merendahkan sakralitas Musyda itu sendiri, dan merendahkan marwah IMM sebagai organisasi Inteletual dan keagamaan.

Setelah terpilih pun seringkali beberapa oknum pimpinan menjadikan kedudukan yang didapatkan di IMM sebagai alat politik untuk mendapatkan proyek dari pemerintah atau bahkan partai politik. Hal ini tentu tidak masalah ketika uang yang dihasilkan dari proyek diarahkan untuk kepentingan IMM. 

Namun yang terjadi dan sudah menjadi rahasia publik adalah banyak proyek yang akhirnya masuk ke kantong pribadi. Sekali lagi menjadikan IMM sebagai alat politik semacam ini tentu sangat merendahkan martabat IMM. IMM perlu membawa politik yang adiluhung atau berkeadaban.


Membangun Ide

Banyak problematika yang perlu diselesaikan di tubuh IMM sendiri, mulai dari perkaderan, ideologi, wacana dan gerakan. Problematika yang ada tentu perlu dihadapi dengan analisis yang kuat dan didasarkan pada riset yang objektif. 

Dinamika ide ini bisa diuji melaui forum ilmiah atau forum diskusi terbuka, hingga saat ini penulis tidak menemukan forum intelektual untuk menguji gagasan para calon ketua umum maupun formatur. Menguji ide dan gagasan ini menjadi penting agar ketua umum dan formatur terpilih berdasarkan ide dan gagasanya bukan karena transaksi politik praktis semata.

Dalam konteks perkaderan, perlu ada pembaruan ide dan konsep agar bagaimana jalannya perkaderan bisa berlangsung dengan optimal dan efisien. Gagasan digitalisasi perkaderan, perkaderan yang menggembirakan hingga gagasan perkaderan lainnya sering digaungkan tentu ini perlu diuji kembali, seberapa jauh para calon ketum dan formatur ini memaham konsep perkaderan yang dibutuhkan. Agar kedepan, IMM Jateng punya roadmap perkaderan yang lebih tersistematis.

Hal ini juga berlaku ketika berbicara mengenai Ideologi, Wacana dan Gerakan. Penguatan Ideologi kader harus menjadi prioritas maka perlu diciptakan ruang yang lebih untuk mengkaji ideologi secara mendalam. 

Dalam konteks wacana juga dibutuhkan keilmuan yang multidisiplin sehingga wacana yang dimunculkan punya dasar keilmuan yang kuat, ruang-ruang intelektual juga perlu disiapkan sebagai laboratorium jangka panjang terkait wacana keilmuan IMM.

Dalam konteks gerakan, setidaknya perlu mengejawantahkan semangat Religiusitas, Intelektualitas dan Humanitas. Dalam hal keagamaan misal, IMM perlu menjadi agen pembaharu atau tajdid pemikiran keagamaan untuk menjawab tantangan dan problematika keberagamaan. 

Hal ini bisa diwujudkan dengan penguatan pemahaman keislaman yang inklusif dan berkemajuan. Selain itu dalam konteks gerakan keilmuan, perlu diarahkan pada penguatan metodologi dan riset hal ini bisa diwujudkan dengan menginisiasi Laboratorium Inletektual baik dalam bentuk pusat studi atau forum intelektual lainnya yang bisa mengapresiasi keilmuan kader IMM secara umum. 

Selanjutnya kedua intrumen keagamaan dan keilmuan diarahkan pada proses humanisasi atau untuk kemasalahatan umat secara luas, sehingga kehadiran IMM bisa diperhitungkan di khalayak umum.

Musyda sudah semestinya menjadi ruang untuk mendiskusikan itu semua, Calon ketua dan formatur harus sudah siap dengan apa yang akan dilakukannya selama satu perode, begitupun dengan para peserta perwakilan cabang dan komisariat, harus sudah menyiapkan ide dan gagasan untuk IMM Jawa Tengah satu periode kedepan.


Politik Berkeadaban IMM

Yang tak kalah menarik adalah bagaimana relasi IMM dan Politik, baik dalam konteks politik internal ataupun dalam politik kebangsaan. Dalam konteks politik internal kita tidak bisa memungkiri bahwa Musyda atau permusyawaratan lainnya merupakan ruang kontestasi politik.

Namun yang perlu diperhatikan adalah soal bagaimana ketika kita berebut kursi jabatan tidak perlu saling menjatuhkan, mengutamakan kontestasi ide dan gagasan dibanding tawaran-tawaran transaksional yang justru akan menciderai moralitas IMM. Musyda harus menjadi ruang kontestasi ide bukan politik praktis semata.

Dalam konteks politik kebangsaan, semangat yang perlu dibawa IMM adalah semangat Teologi Al-Maun, yaitu keberpihakan pada rakyat kecil dan tertindas. Politik IMM jangan hanya berada pada tataran elit semata, yang dekat dengan penguasa namun tidak berani menyampaikan kritik, namun harus bisa menjadikan relasi kedekatan dengan penguasa sebagai alat untuk memberikan masukan dan kritikan secara langsung. 

IMM perlu menjadi mitra kritis, tetap bisa berkolaborasi dalam kebaikan dan kebermanfaatn masyarakat, namun juga menjadi agen penyambung lidah rakyat, mengkritik apa yang salah dari pemerintah. IMM tidak boleh anti terhadap jalan-jalan demonstrasi namun juga tidak anti terhadap jalan relasi kekuasaan.  

Dalam berpolitik juga perlu menjunjung tinggi nilai moralitas, Keadaban dalam berpolitik sudah dicontohkan oleh ayahanda kitabagaiamana Muhammadiyah bisa bermain peran dalam politik, tetap berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan menjadi mitra pemerintah, sekaligus bisa menjadi pengontrol atas kesewenang-wenangan yang terjadi. 

Kita tak jarang mendengarkan kritik dari Pak Abdul Mu’ti, Anwar Abbas, Busyro Muqoddas dsb, namun kita juga masih bisa menjalin relasi dengan baik dengan pemerintah sebagaimana pak Haedar Nashir, Buya Syafii Maarif, Hilman Latief dsb. 

High Politik yang ditunjukan Muhammadiyah ini perlu dicontoh oleh IMM agar bisa berpolitik secara elegan dan tetap berpihak pada rakyat kecil.
Penulis menyiapkan rekomendasi terkait arah gerak IMM di bidang politik dan advokasi kebijakan publik, IMM Jawa Tengah perlu menyiapkan laboratorium untuk kader-kader yang tertarik dalam dunia politik baik sebagai peneliti, pengamat, advokat atau praktisi.

Konkritnya adalah IMM Jawa Tengah bisa mendirikan Pusat Studi Politik sebagai wadah jangka panjang bagi kader IMM yang akan menjadi Peneliti atau pengamat politik dengan membuat kajian-kajian ilmiah sekaligus bisa menjadi wadah belajar politik bagi kader yang tertarik menjadi praktisi, yang nantinya terjun langsung menjadi politisi, atau menjadi bagian dari pejabat kenegaraan. 

Dan juga LBH IMM Jawa Tengah sebagai wadah advokasi kerakyatan dan kebijakan publik dalam mengawal isu-isu strategis yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Selanjutnya ide ini masih bisa didiskusikan untuk kebaikan IMM Jawa Tengah kedepan.

Oleh : Muhammad Aidrus Asyabani 

Naufal Afif

Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال