Musim Pernikahan di Bulan Syawal

Musim Pernikahan di Bulan Syawal. Memasuki bulan syawal ini kita melihat fenomena-fenomena masyarakat yang berbondong menikah, atau sampai menikahkan anaknya, saudarannya dalam kurun berturut-turut. Menyiapkan segala cara agar momen pernikahan ini sangat pas pada hari-hari yang ditentukkan. 

Mulai dari: gaun pengantin, surat undangan, dan internal keluarga benar-benar dipersiapkan matang agar tidak ada permasalahan dalam acara pernikahan. Momen yang tidak biasa dilakukan para calon terlebih karena waktu liburan. 

Sekarang kita bisa lihat respon tanggapan para jomblo-jomblo untuk sekadar mengucapkan “selamat ya mas, semoga membentuk sakinah mawadah warohmah”. 

Ada juga yang merasa ini tidak adil dan memaksannya mengikhlaskannya “kok cepet banget to kwe kie, padahal umure podo karo aku lo, kuliahmu rampungno sek, eman-eman kuliahe, tapi yoweslah tak dongakke supayane langgeng saklawase “ (kok cepet banget kamu itu, padahal umurmu sama kayak aku lo, kuliahmu selesaikan dulu, sayang kuliahmu, tapi yaudahlah tak doakan supaya bisa baik-baik sampai meninggal). 

Tetapi ada yang lebih misteris dari itu semua yakni ditinggal pacarnya menikah, kemudian diundang tidak datang. Mungkin ini sendikit menyadarkan bahwa menikah adalah membawa perubahan yang menjadi baik hanya tidak mudah untuk dilaksanakan. 

Harinya pun bervariasi sesuai calon pengantinnya sehabis idul fitri lebih 3 hari, 5 hari, bahkan sampai seminggu. Jelas sangat antusias sekali mengingat momennya juga waktu syawal yang masih ada nuansa idul fitri waktu pertama kali menjelang salat Id. 

Dari berbagai fenomena tersebut ada yang membuat saya menarik dalam hal peristiwanya. Petama momennya pas di pertengahan hari lantaran masih ada yang libur sekolahnya, kuliahnya, kerjannya. Hal ini dilakukan untuk sebagai kesempatan silaturahmi masih berlanjut. 

Kedua bulannyapun masih dalam nuansa idul fitri yang masih awal-awalnya. Ketika dihadapkan bulan Ramahan menghindar dari sifat maksiat, lalu ia memutuskan untuk bersiap diri di waktu yang tepat. Menyiapkan cara mengubur maksiat berujung pahala. 

Saya kira ini juga berlaku sampai akhir syawal atau melebihi bulan syawal. Maka bisa dipastikan hal-hal menyangkut-pautkan momen pernikahan di bulan syawal yang justru sangat dihiraukan semua orang. Mereka lebih memilih menutup itu karena permasalahan kedewasaan. 

Dan parahnya masih menyangkut-pautkan duniawi sebagai jalan menuju kekayaan abadi. Kalau tidak bekerja berarti belum mampu untuk menikah. Kalau sudah bekerja berarti sudah harus mampu menikah. Ini anggapan salah kaprah pada bulan syawal ini. 

Hanya menghambur-hamburkan kepribadian demi menguatkan kasih sayang terhadap calonnya. Ironisnya fenomena pernikahan menjadi bulan-bulanan usia remaja agar merasa termotivasi lebih baik kepada siapa saja. 

Tetapi masih banyak beranggapan bahwa nikah harus memiliki usia yang matang sekitaran umur 25-30. Umur yang menurut psikologis masih memiliki rasa kedewasaan baik terhadap perkembangan zaman. Serta usia yang memungkinkan jangka panjang dalam proses adaptasi pada keluarga baru. 

Keluarga yang seharusnya membawa kebersamaan tanpa memiliki rasa kecewa di setiap kehidupanya. Terutama di pelosok desa yang notabenya nikah adalah solusi jalan kehidupan. Khususnya di bulan syawal ini yang berlomba-lomba demi pahala melimpah.

Pahala seolah memberi warna kehidupan seperti layaknya hadiah berlimpah di genggam tangannya. Itu semua dalam wujud kasih sayang kepada Allah SWT terhadap hambannya. Secara Islam, nikah juga memilki hukum yang berlaku. 

Yaitu pada surat An-Nur ayat 32 "Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui."

Dan ditegaskan kembali di dalam hadis yang berbunyi “Dari Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, Rasulullah SAW bersabda: “Apa yang kamu nafkahkan kepada istrimu, maka bagimu hal itu adalah sedekah.” (HR Ahmad dan Ath-Thabarani). 

Secara garis besarnya adalah terlatak pada keseriusan dua calon yang saling mengenal dan memberi satu sama lain. Bukan malah menjadi trending topik mengencarkan nikah muda adalah sunnah Nabi, sedangkan nikah standar adalah hal-hal Islami kepahalaan abadi. 

Mari kita pahami sumber utama surat Ar-Nur dan hadis Nabi ini terletak pada keseriusan keduannya. Jadi tidak ada hubungannya nikah harus lulus kuliah, usia harus standar, tidak boleh mendahulukan kakaknya untuk menikah, dan seterusnya. 

Jika keduannya serius menjalani kehidupan, jalani saja sesuai apa yang kalian butuhkan. Wanita bukan pula permainan seperti halnya boneka, laki-laki bukan superhero yang siap melayani sepanjang masa. 

Justru keduannya harus saling menolong satu sama lain supaya kebersamaan makin terasa. Ketahuilah nikah tidak bisa dijadikan alasan memaksa sampai kehidupan terpenuhi mertuannya. 

Hal yang perlu diperhatikan adalah menikah tanpa paksaan, tanpa perjodohan orang tua, dan segala macam anggapan. Bila sangat siap, lakukanlah dengan senang hati, kasih sayang, dan penuh kehormatan. Bila belum siap, jangan paksakan dulu. Masih ada proses menuju keajaiban Allah SWT yang lebih luas lagi.

Ahmad Zuhdy Alkhariri

Pegiat Literasi, essais, Kontributor NU Online. Beberapa karyanya bisa dijumpai di :Islamsantun.org, Kuliah Al-Islam, Alif.id, Semilir.co., kalimahsawa.id, dan masih banyak lagi

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال