Peristiwa Turunnya Wahyu Pertama Pada Nabi dalam Analisa Karen Armstrong

Peristiwa Turunnya Wahyu Pertama Pada Nabi dalam Analisa Karen Armstrong

Selama bulan Ramadan di sekitar tahun 610 Masehi, seorang pedagang Arab dari kota Mekkah, di Hijaz mengalami sesuatu yang akan mengubah sejarah dunia. 

Setiap tahun, Muhammad bin Abdullah bersama istri dan keluarganya menyepi di sebuah gua di gunung Hira’ di lembah Mekkah untuk melakukan semacam retreat (menyepi). 

Ini merupakan kebiasaan umum di jazirah Arab saat itu. Nabi Muhammad mengisi waktu sebulan dengan beribadah dan berdoa serta bersedekah pada kaum miskin yang mengunjunginya dalam penyucian itu.

Dari puncak gunung yang berliku, kota Mekkah yang sedang berkembang tampak jelas di daratan bawah. Seperti orang Mekkah lainya, Nabi Muhammad sangat bangga akan kotanya yang telah menjadi pusat keuangan dan hunian yang paling berpengaruh di Arab. 

Para pedagang di Mekkah menjadi lebih kaya daripada bangsa Arab lainnya di Hijaz. Orang Mekkah sangat bangga akan Ka’bah, tempat suci kuno berbentuk kubus yang terletak di pusat kota yang dipercayai banyak orang sebagai kuil Allah, Dewa tertinggi bangsa Arab.

Suku Quraisy, sukunya Nabi Muhammad bertanggung jawab atas sukses komersial Mekkah dan mereka tahu bahwa prestise mereka di antara suku-suku Arab sebagian besar dicapai karena mereka diuntungkan dengan menjadi penjaga kuil granit besar itu serta memastikan terpeliharanya kesucian tempat itu.

Seabagian orang Arab percaya bahwa Allah artinya Tuhan adalah dewa yang juga dipuja oleh orang Yahudi dan Kristen. Namun berbeda dengan penganut Injil, orang Arab sadar bahwa Tuhan tidak pernah mengirimi mereka wahyu ataupun kitab suci sendiri, meskipun mereka memiliki tempat suci-Nya di tengah-tengah mereka. 

Orang-orang Arab yang berhubungan dengan kaum Yahudi dan Kristen merasa sedikit rendah diri sepertinya Tuhan menyisihkan bangsa Arab dari rencana agung-Nya.

Namun ini berubah pada malam ke-17 Ramadan, ketika Muhammad terbangun dari tidurnya di gua Hira’ dan merasakan kehadiran sesuatu yang agung. Sosok Malaikat telah menyelubunginya dalam pelukan yang ketat sehingga terasa nafasnya seperti dipaksa keluar. 

Malaikat itu memberinya perintah tegas Iqra’! (bacalah). Muhammad memprotes karena ia tidak dapat membaca. Tetapi Malaikat itu terus memeluknya sampai dia merasa ketahannya hampir habis, kata-kata seperti wahyu keluar dari mulutnya.

Kata-kata (kalam) Tuhan terucap pertama kalinya di Arab dan Tuhan akhirnya mewahyukan Diri-Nya sendiri kepada bangsa Arab dalam bahasa mereka. Muhammad mendapati dirinya mengalami perubahan yang mendadak. 

Saat ditengah perjalanan keluar dari Gunung, Muhammad mendengar suara dari langit : “Wahai Muhammad ! Kaulah Rasul Allah dan Aku Jibril”. Muhammad SAW langsung mengadahkan kepala ke arah langit dan ia melihat Jibril dalam bentuk manusia yang kakinya membentang di cakrawala.

Dalam Islam, Jibril adalah Roh kebenaran, melaluinya Tuhan mewahyukan Diri-Nya pada manusia. Ini merupakan pengalaman yang amat besar dan menajubkan tentang suatu kehadiran yang memenuhi seluruh cakrawala. 

Dalam Kristen, hal itu digambarkan sebagai mysterium terrible et fascinans (misteri yang menakutkan sekaligus menarik) dan dalam Judaisme hal itu disebut kaddosh (kesucian).

Khadijah segara meyakinkan Muhammad bahwa Tuhan tidak bertindak secara kasar. Untuk lebih meyakinkanya, Khadijah menyarankan agar mereka berkonsultasi pada sepupunya bernama Waraqah yang telah mempelajari berbagai kitab suci. 

Warqah berkata : “Suci, suci. Jika engkau telah berkata yang sebenarnya padaku, oh Khadijah maka telah datang dalam dirinya An-Namus terbesar yang pernah mendatangi Musa dan benar dialah (Muhammad) Nabi dari masyarakatnya.” 

Ketika suatu waktu, Waraqah berjumpa Muhammad SAW di Ka’bah, Waraqah orang Kristen itu berlari menghampiri Nabi baru dari Tuhan Esa itu dan mencium keningnya Muhammad SAW.

Muhammad telah bergulat dengan pengalaman yang begitu nyata dan menakutkan di Gunung Hira’, hampir seperti Yaqub (Jacob) bergulat dengan Malaikat. Kini dia harus menyampaikan pada rakyatnya, pesan yang diperolehnya dari Illahi

Ketika Muhammad mulai menyampaikan wahyu tersebut di Mekkah, seluruh Arab  dalam keadaan perpecahan kronis. Hampir tidak mungkin bagi bangsa-bangsa Arab untuk bersatu dan itu berarti mereka tidak dapat membangun peradaban dan pemerintahan yang memungkinkan mereka mendapatkan tempat di dunia. 

Hijaz seperti dikutuk sebagai tempat barbarianisme yang biadab dan jauh dari peradaban dan 23 tahun ketika Muhammad meninggal dunia pada tanggal 08 Juni 632 Masehi, Muhammad berhasil menyatukan hampir semua suku dalam komunitas Muslim yang baru.

Muhammad memiliki bakat berpolitik dengan tatanan yang sangat tinggi, ia telah mengubah hampir seluruh kondisi ummatnya, menyelamatkan mereka dari kekerasan dan disintegerasi yang tak berguna dan memberi mereka sebuah identitas baru yang membanggakan. 

Ajaran Nabi Muhammad SAW telah membuka kekuatan besar sehingga dalam 100 tahun, kerajaan Arab meluas dari Gibraltar (Jabal Thariq) ke Himalaya.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال