Peran Media Sosial Untuk Meningkatkan Literasi Demokrasi

Peran Media Sosial Untuk Meningkatkan Literasi Demokrasi

Kehadiran media sosial saat ini sudah merupakan kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat. Bahkan media sosial dirasa telah mempunyai peranan tersendiri dalam kehidupan sebagian besar masyarakat. 

Media sosial telah menjadi sumber informasi, sarana berinteraksi hingga bersosialisasi. Dengan media sosial siapapun memiliki kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat. 

Media sosial juga menyebarluaskan gagasan tiap-tiap orang hingga melampaui loyalitas dan membuat mereka terhubung satu sama lain. Dengan cara ini media sosial juga meningkatkan untuk berserikat dan membentuk asosiasi. 

Di awal kemunculannya, media sosial hanya berfungsi sebagai alat eksistensi diri, Mereka memanfaatkan teknologi digital melalui instagram, facebook, twitter, youtube, whatapp dan yang lainnya. 

Media sosial sebagai sarana komunikasi memiliki peran membawa penggunanya untuk berpartisipasi secara aktif dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, baik untuk membagi maupun memberi respon secara online dalam waktu yang tepat. 

Namun kini fungsi tersebut sudah merambah hingga ke dunia politik di Indonesia. Dimana dalam hal literasi demokrasi, media sosial dapat memperkaya referensi dan melengkapi pengetahuan dalam dunia penyelenggaraan pemilu dan pemilihan di Indonesia. 

Kesadaran untuk memahami realitas yang terjadi, maka penting membangun literasi demokrasi di masyarakat. Bahkan peran untuk membangun literasi demokrasi pun harus disosialisasikan, Keran literasi demokrasi merupakan hakikat perpaduan pengetahuan, kompetensi dan sikap dalam menyikapi realitas demokrasi terutama dalam bidang politik. 

Penggunaan media sosial untuk konsumsi berita dan sarana kegiatan politik mulai berkembang sejak pemilihan umum presiden 2009 dan semakin menunjukkan perannya pada masa pemilihan presiden 2014. 

Media sosial menawarkan hal yang unik, yaitu menciptakan lingkungan jaringan daring di mana berkumpul individu yang memiliki kepentingan bersama; keberadaan seseorang dalam lingkungan jaringan seperti itu akan mendapatkan pengalaman politik karena terdapat penyebaran informasi yang dinamis di antara pengguna (Sites, 2010)

Dalam buku Using New Media for Citizen Engagement and Participation yang ditulis oleh Marco Adria (2020), dijelaskan bahwa sosial media sebagai instrumen yang kuat dalam menyalurkan aspirasi, khususnya pada proses politik yang lebih partisipatif. 

Selain itu sosial media memudahkan masyarakat mendapatkan informasi lebih cepat dan hanya dalam waktu singkat menjadi sebuah perbincangan. Hal yang ditegaskan dalam buku tersebut yaitu siapa pun secara bersamaan dapat menjadi produsen, konsumen, dan distributor informasi. 

Sehingga secara tidak langsung sosial media membentuk ruang sosial yang mengalahkan interaksi secara langsung. Dalam setiap sistem demokrasi , media massa - pers dalam arti luas - adalah lembaga penting dan memainkan peran kunci. Melalui media massa ada ketentuan untuk interaksi dan pertukaran ide yang bebas dan terbuka untuk berbagai ruang publik."

 Saat ini informasi politik melalui media sosial menjadi konsumsi sehari-hari, dimana lembaga politik, politisi, dan warga masyarakat dapat menyampaikan pesan-pesan politiknya setiap saat. 

Media sosial dapat menjadi sarana meningkatkan partisipasi politik kaum muda, meskipun terdapat konsekuensi negatif dengan saling berkonfrontasi secara terbuka diantara kelompok yang berbeda. 

Diskusi politik dan bincang politik sudah banyak memanfaatkan media sosial youtube, selain juga menyampaikan ekspresi politik melalui media instagram, twitter, facebook, dan lainnya. 

Melalui media sosial, substansi pesan-pesan politik lebih cepat dan mudah dicerna oleh khalayak, sebab setiap saat khalayak dapat mengakses informasi tanpa halangan dan batas geografis (Siagian, 2015).

Media sosial berupa facebook menjadi platform media sosial yang sering di gunakan oleh generasi Milenial Indonesia. Facebook di gunakan paling sering oleh Milenial di Indonesia urutan kedua yaitu instagram, twitter dan platform lainnya yang berkembang. 

Perkembangan media sosial, telah menyebabkan masyarakat sekarang ini dapat dengan bebas mencari tahu tentang banyak hal dalam berbagai bidang, yaitu misalnya pendidikan , budaya , sosial , ekonomi , hukum , dan bahkan juga dalam konteks pembahasan ini yaitu politik.

Penggunaan media sosial pastinya memberikan kontribusi, baik secara positif maupun negatif terhadap pelaksanaan demokrasi. Dalam kontribusi negatif, yang lekat pada saat ini adalah informasi hoax. Hoax (berita bohong) merupakan informasi yang sesungguhnya tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar. 

Oknum pembuat konten hoax umumnya dilatarbelakangi beberapa motif, mulai dari ekonomi, politik dan tidak sedikit juga yang berlandaskan pada eksistensi di dunia maya. 

Bentuknya beragam mulai dari berita bohong, ujaran kebencian berdasarkan SARA, provokasi, pemutarbalikkan fakta, terorisme dan konten-konten negatif lainnya. Kini, banyak muncul hoax di sosial media, khususnya topik tentang politik. 

Penyebaran berita atau informasi hoax, menurut Koordinator Mayarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Surabaya, Adven Sarbani, menjadi isu yang berbahaya dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat. 

Isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) hingga ujaran kebencian menjadi materi berbahaya dalam penyebaran berita hoax, terutama memasuki tahun politik menjelang Pemilu 2019. 

Apalah arti berita palsu bila tak ada yang memperhatikan. Seburuk apa pun berita hoax, kalau tidak ada peminatnya, akan mati dengan sendirinya. 

Sebaliknya, seremeh apa pun hoax, apabila terus dibagikan, dipublikasikan, dan diulang terus-menerus, akan tampak sebagai kebenaran. Sebagai warga negara yang baik, harus bijak dalam membedakan informasi yang ada di media sosial supaya informasi tersebut tidak berujung hoax. 

Maraknya penyebaran hoax di tengah masyarakat kini telah mengancam jalinan persaudaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di ruang-ruang sosial. Dapat dilihat secara nyata, bahwa hoax bisa memunculkan adanya permusuhan dan perpecahan pada sekelompok masyarakat. 

Itu artinya bahwa hoax juga akan berpengaruh pada runtuhnya persatuan dan keutuhan bangsa. Dan ini juga telah menyimpang nilai-nilai yang ada pada Pancasila sebagai landasan demokrasi bangsa Indonesia. 

Informasi yang tidak benar dan mudahnya kepercayaan masyarakat dapat merubah kepribadian dari masyarakat itu sendiri secara perlahan. Maka dari itu, sebagai masyarakat yang menggunakan media sosial harus mempunyai kemampuan literasi berupa mengolah dan memahami informasi seperti menyaring informasi yang didapat atau tidak gampang terbujuk kamuflase oleh berita-berita palsu yang menyesatkan. 

Kritis dalam mencari informasi, tidak mudah percaya, dicari faktanya dulu serta memberi teguran kepada orang yang menyebarkan berita hoax. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut yaitu membuat kebijakan atau aturan tentang penyalahgunaan media sosial, seperti UU ITE. 

Memerangi hoax menuntut keterlibatan semua lapisan masyarakat untuk bahu-membahu bersama pemerintah membangun kesadaran bersama sehingga dapat memanfaatkan media sosial secara bertanggung jawab dengan konten-konten positif.

Dalam penelitian Polii, Pati, dan Potabuga (2020) di temukan bahwa, ternyata saat pemilihan umum, tidak semua masyarakat terutama para kaum milenial dapat terpengaruh akan media sosial yang ada. 

Faktor yang menyebabkan tersebut adalah, kurangnya akses jaringan internet bagi kalangan milenial, yang dimana pada beberapa desa, tidak semua jenis jaringan internet dapat di akses dengan mudah karena beberapa kendala diantaranya jaringan lemah atau juga karena akses jaringan tidak sampai memasuki wilayah-wilayah tersebut. 

Media sosial memang sangat dibutuhkan untuk proses demokrasi tapi hanya dapat dijangkau bagi daerah yang terjangkau dengan akses internet, sedangkan bagi yang terkendala akses internet informasi tersebut menjadi lambat diterima. 

Peran media sosial yang merupakan bagian dari literasi demokrasi menjadi perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan sekaligus sikap dan tindakan sebagai warga Negara. 

Output literasi demokrasi diharapkan mampu menjadi pendewasaan demokrasi, transfer knowledge, regenerasi aktor demokrasi, penguatan konsolidasi kebangsaan dan puncaknya menjaga kedaulatan rakyat sehingga kehadiran media sosial dapat memberikan dampak yang positif dalam masyarakat. 

Dan juga dengan peran media sosial diharapkan mampu melaksanakan demokrasi yang baik bagi masyarakat sesuai dengan UUD 1945. 

Oleh: Dr. Encep Iman Hadi Sunarya, M. Pd

Pemerhati Politik / Divisi Pendidikan Pemilih & Pemantau Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Kab Sumedang.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال