Sikap Muhammadiyah dalam Memperjuangkan Islam di Bidang Masyarakat dan Politik Kenegaraan

KULIAHALISLAM.COM - Prof. Dr. Kiai Haji Haedar Nashir, M.Si. (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah) hafizhahullah berkata:

"Saluran/media yang akan dapat mempengaruhi bentuk dan sifat kehidupan masyarakat ada 2 (dua) yaitu:

Pertama, bidang politik kenegaraan, yang maksudnya untuk memegang pemerintahan (yang dalam negara demokrasi ialah dengan melalui lembaga kenegaraan) gunanya untuk dapat membuat undang-undang dan peraturan-peraturan yang berdasar ajaran Islam, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaannya.

Kedua, bidang masyarakat, yang maksudnya untuk menggarap/mengolah secara langsung akan masyarakat berdasarkan ajaran Islam.

Untuk kepentingan dan kemenangan perjuangan Islam, kedua bidang perjuangan tersebut harus diisi dan dihadapinya, agar kedua-duanya dapat dikuasai untuk melaksanakan maksud dan tujuan yang menjadi cita-citanya.

Menurut Muhammadiyah sejak dahulu untuk melaksanakan perjuangan ideologinya, membagi perjuangan umat Islam menjadi dua front, satu front untuk menghadapi perjuangan bidang politik kenegaraan dan satu front untuk menghadapi perjuangan bidang masyarakat. 

Masing-masing dengan alatnya sendiri-sendiri dan berjalan sendiri-sendiri dengan caranya sendiri-sendiri, tetapi tetap dengan saling pengertian dan dalam tujuan yang sama.

Muhammadiyah secara organisasi dengan kesadaran memilih dan menempatkan dirinya berjuang dalam bidang masyarakat. 

Muhammadiyah berjuang menggarap/mengolah secara langsung akan masyarakat dengan memberikan pengertian dan membentuk kesadaran masyarakat, agar masyarakat mau menerima dan melaksanakan ajaran dan ketentuan-ketentuan Islam bagi seluruh aspek kehidupannya. 

Sedang untuk menghadapi perjuangan bidang politik kenegaraan (perjuangan politik praktis), Muhammadiyah berpendapat haruslah dilakukan dengan alat perjuangan lain (alat perjuangan politik seperti Partai Politik).

Yang berada di luar dan di samping organisasi Muhammadiyah, yang dapat memperjuangkan cita-cita kenegaraan yang sesuai dengan paham dan visi Muhammadiyah. 

Dalam pada itu, untuk kemaslahatan perjuangan Muhammadiyah, perlulah para anggota dan terutama para pimpinan Muhammadiyah memiliki kesadaran dan pandangan/orientasi politik. (Buku Memahami Ideologi Muhammadiyah, hlm. 105-106).

Bagi Muhammadiyah, kedua jalur untuk memperjuangkan Islam, baik jalur dengan perbaikan terhadap masyarakat maupun perbaikan terhadap negara, kedua-duanya adalah jalur yang wajib ditempuh dan wajib ada yang berjuang disana.

Dalam perbaikan terhadap masyarakat, ada banyak hal disana, ada dakwah/tabligh (pengajian dan nasehat), ada kajian tarjih/tajdid (penelitian dan kajian pemikiran Islam), ada kesehatan (pembangunan rumah sakit, klinik, dan lain-lain), ada pelayanan sosial (pembangunan panti asuhan, panti jompo, dan lain-lain).

Ada perekonomian (pengembangan aset-aset produktif), ada pendidikan (sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, universitas, institut, dan sekolah tinggi), dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-sebenarnya. 

Dalam perbaikan terhadap negara, ada sisi yang harus dijaga agar terhasilkannya pembuatan aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran Islam atau lebih dekat kepada ajaran Islam (oleh lembaga legislatif: Dewan Perwakilan Rakyat Pusat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada tingkat provinsi serta Kota/Kabupaten).

Pelaksanaannya dengan baik (oleh lembaga eksekutif: Presiden, Kementerian-Kementerian, Gubernur, Wali Kota, dan Dinas-Dinas di tingkat provinsi serta Kabupaten/Kota), dan pengawasan terhadapnya (oleh lembaga yudikatif: Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan berbagai pengadilan-pengadilan lainnya di tingkat provinsi maupun Kota/Kabupaten). 

Bahwa pilihan Muhammadiyah adalah memilih memfokuskan diri kepada bidang perbaikan terhadap masyarakat serta memilih untuk tidak terlibat sama sekali secara langsung dalam politik praktis, namun bukan berarti menutup pintu apalagi mengharamkan perjuangan pada bidang politik bahkan sampai-sampai menuding bahkan menjatuhkan kehormatan dengan menyebut "Hizbiy" atau "Harakiy" atau "Ikhwaniy" atau "Mubtadi' (ahlul bid'ah)" kepada mereka yang menempuh perjuangan politik praktis, hal seperti itu benar-benar jauh dari karakter perjuangan Muhammadiyah.

Muhammadiyah fokus berjuang memperbaiki bidang masyarakat sekaligus percaya bahwa tetap harus ada yang berjuang memperbaiki bidang politik kenegaraan. 

Prof. Dr. Kiai Haji Haedar Nashir, M.Si. hafizhahullah berkata:

Muhammadiyah tidak mengerjakan politik praktis. Muhammadiyah bukan dan tidak akan menjadi Partai Politik. Muhammadiyah pada dasarnya tidak memasuki lembaga-lembaga karya politik, tetapi semata-mata karena teori dan strategi (khittah) perjuangannya serta menyadari sepenuh-penuhnya bahwa tugasnya menghadapi perjuangan dalam bidang masyarakat adalah sudah cukup berat dan mulia, tidak kalah pentingnya dari pada perjuangan dalam bidang politik praktis dalam rangka perjuangan secara keseluruhan.

Sedang mengenai masalah prinsip politik ataupun teori politik terutama yang menjadi kepentingan agama dan umat Islam umumnya atau kepentingan Muhammadiyah khususnya, Muhammadiyah dapat bahkan wajib menghadapinya secara organisatoris. Hanya caranya adalah menurut cara Muhammadiyah yang khas, antara lain ialah dengan tanpa ambisi politik, semata-mata adalah sebagai dakwah dan 'amar ma'ruf nahi munkar. (Buku Memahami Ideologi Muhammadiyah, hlm. 107-108).

Dalam semua pemilu, baik Pilpres dan Pilkada serta Pileg, kapanpun dan dimanapun, Muhammadiyah secara organisasi wajib selalu bersikap netral (tidak memihak) di dalamnya, bahkan perbuatan menyeret-nyeret organisasi Muhammadiyah kepada salah satu calon adalah benar-benar perbuatan terlarang dan menciderai khittah perjuangan Muhammadiyah. 

Apabila "orang Muhammadiyah" ingin masuk berjuang dalam politik dengan mendukung salah satu calon, janganlah membawa-bawa dan menyeret-nyeret organisasi Muhammadiyah tetapi cukuplah dengan tetap selalu berpegang pada teologi (akidah), metodologi (manhaj), dan ideologi Muhammadiyah itu, dimanapun dan kapanpun dalam berjuang. 

Demikianlah Adanya, Wallahu A'lam.

Lihat Pula:

(1) Membantah kesimpulan prematur dan cacat yang mengatakan demokrasi adalah syirik akbar: Benarkah Orang Yang Mencoblos Dalam Pemilu Telah Murtad?

(2) Keterangan Dari Syekh Yusuf Al-Qaradhawi dan Buya Yunahar Ilyas Tentang Demokrasi

Oleh: Ustaz Raihan Ramadhan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال