Politik Kampus dan Segala Kepentingan




"Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah."
  Soe Hok Gie

KULIAHALISLAM.COM - Politik itu tentang kekuasaan, tak lebih. Sejak zaman bung besar hingga nanti semua serba kuasa. Lingkar oligarki kian mengekang dan mengikat, rakyat menjerit dan melarat.

Partai-partai berlomba untuk bisa mencapai pucuk kekuasaan, dengan berbagai cara mereka mendulang suara, entah mengemis dengan baliho-baliho panjang di pinggir jalan.

Famplet menyebar di seluruh penjuru media sosial (medsos) hingga menangis dengan nama Tuhan, atau hal-hal lain yang bisa membuat mereka mendapatkan sesuatu yang diidamkan: Suara rakyat.

Kepentingan di Kampus

Kampus pun tak terkecuali, kepentingan di atas sana akhirnya turun jauh sampai ke dunia perpolitikan kampus. Dengan metode yang sistematif dan masif, melalui organisasi intra dan ekstra kampus.

Organisasi Kemasyarakatan Pelajar (OKP) underbow partai maupun tidak, dengan kepentingan masing-masing yang bahkan jauh dari semangat mahasiswa, mereka datang.

Politik kampus tak kurangnya sama dengan politik di atas sana, kotor, penuh intrik dan tunggangan pribadi. Yang harusnya kampus ini adalah tempat untuk merencanakan masa depan negara yang lebih baik dan bersih, tidak ada bedanya dengan sekarang. Tidak ada regenerasi yang signifikan sebab paham yang dibawa sama, melulu tentang kuasa. Rakus.

Tunggang-menunggang perpolitikan kampus bukan rahasia umum lagi. Di Universitas manapun rata-rata banyak kampus menjadi bahan untuk mencari suara atau mendapatkan kepercayaan mereka hanya semata. Tak terhitung kampus organisasi kampus yang menjadi tunggangan penguasa di belahan kampus.

Sebut saja ada organisasi kemahasiswaan, dan OKP-OKP lainnya yang berkeliaran dengan kader-kader terselubung di kampus.

Semua itu tampak ketika Pemilihan Raya Mahasiswa (Pemirama) diadakan, eksistensi mereka dipertaruhkan dengan membawa nama partai-partai yang diusung. Dengan nama organisasi mereka berbondong-bondong mencari kursi kekuasaan di kampus. 

Kampus berubah menjadi kakus. Semua hanya omong kosong yang dibungkus sedemikian rupa agar mendapat kekuasaan. Menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM),  yang dipertuan agung mungkin adalah tujuan mulia bagi mereka.

Yang sialnya ketika itu terjadi mereka tetap mengatas namakan kami mahasiswa, untuk kepentingan pribadi kelompok mereka. Berapa banyak peraturan-peraturan yang kita tuntut untuk disahkan dan perjuangkan mereka tolak. 

Sebut saja seperti Rancangan Undang-undang Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) dan yang terbaru Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 30 tahun 2021.

Kalau tidak mereka tolak, hal-hal diatas hanya menjadi kendaraan politik untuk menggiring suara sesuai yang mereka inginkan. Seperti BEM di beberapa Universitas dan kampus lainya. 

Untuk mengakui hal tersebut secara gamblang. Mahasiswa bagaikan anak domba, digembala kesana kemari hanya untuk kenyamanan mereka duduk diatas sana.

Pecah! Itu yang terjadi akibat pengaruh OKP-OKP tersebut berada di kampus. Mahasiswa di adu, atas nama agama, atas nama Tuhan, atas nama keyakinan, dan atas nama kepentingan senior-senior di atas, semua diberdayakan. 

Mahasiswa yang harusnya menjadi satu kesatuan terpecah menjadi beling-beling penuh darah tak bertuan. Masalah dipandang tak lagi independen seperti seharusnya mahasiswa. Semua kembali ke kepentingan OKP-OKP yang dianut dan diyakini.

Lalu ketika terjadi dualisme yang terjadi di atas sana seperti organisasi eksternal kemahasiswaan lain-lainya. Bukankah itu sudah menandakan bahwa hal ini hanya tentang kekuasaan. Tak lebih dari kepentingan. Mau dibawa kemana masa depan negara jika dari mahasiswa sendiri sudah tamak ?

Semua serba gelap. Sampai kapan permainan kuda-kudaan ini berlangsung ? Mahasiswa hanya berharap bahwa politik kampus yang terlanjur seperti selokan ini bersih. Tidak ada lagi intervensi-intervensi kepentingan di atas, satu kesatuan bergerak memperjuangkan hal yang patut di perjuangkan.

Lantas bagaimana dengan mahasiswa yang ingin menyuarakan suara rakyat dan membela rakyat jelata, jika mereka masih mempunyai kepentingan dan suara mereka masih di tunggangi. Politik kampus sudah menjadi bukti kongkrit bahwa kepribadian mahasiswa mulai berubah tahun demi tahun.

Lantas apa yang akan di bangga-banggakan lagi oleh mahasiswa, jika idealisme mereka sudah di rampas oleh sang penguasa ? Pantaskah kita menyuarakan suara rakyat tetapi disisi lain, kepentingan masih ada di benak kita wahai para mahasiswa!!!

Perubahan tak mungkin terjadi jika mahasiswa terus begini, revolusi hanya akan menjadi utopis belaka untuk kepentingan mereka.

Oleh: Muhaimin Iskandar Al Farisi, Santri Nurul Jadid.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال