Jangan Lawan Infeksi

Oleh: dr. Dikdik Kodarusman

KULIAHALISLAM.COM - Ada yang menarik pada setiap pandemi atau munculnya sebuah penyakit infeksi. Infeksi yang disebabkan oleh apapun. Apakah itu virus, bakteri, jamur atau parasit. Setiap orang selalu berfikir bagaimana membasmi agen infeksi tersebut. 

Padahal kita memahami, agen parasit apapun akan selalu berkembang. Sebagaimana teori genetika dan evolusi, setiap mahluk hidup akan selalu berkembang sesuai dengan lingkungannya. Tujuan yang didorong oleh adanya gen egois. Gen egois yang berupaya mempertahankan eksistensinya. Bahkan pada organisme seperti virus sekalipun

Fokus manusia pada dunia luar, yaitu agen infeksi tidak akan pernah berakhir. Karena setiap upaya kita untuk menghancurkan atau menghilangkan agen infeksi akan dijawab dengan upaya pertahanan diri. Dunia bagaikan medan perang yang tidak pernah berakhir dari berbagai gen egois. 

Setiap gen egois yang merupakan gen dominan akan membentuk gen adaptif sebagai upaya pertahanan. Sayangnya dikemudian hari gen-gen adaptif yang dibentuk sebagai upaya pertahanan berkembang menjadi semakin kuat. Eksistensinya dapat mengancam gen egois sebagai gen dominan baru. 

Sebagai upaya untuk mengendalikan gen adaptif, gen egois melepaskan potongan gen adaptif ke alam. Padahal sebelumnya gen adaptif ini merupakan bagian dari organisme yang membantu gen egois mempertahankan diri pada organisme tersebut. 

Banyak gen adaptif yang musnah. Tapi tidak sedikit gen adaptif yang bertahan di alam membentuk pelindung materi genetiknya sendiri. Sayangnya karena gen adaptif adalah informasi genetik tidak lengkap maka tidak dapat membentuk semua organ yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah organisme. Hanya organisme yang mampu melakukan upaya pertahanan diri secara mandiri. 

Gen adaptif harus mencari sosok organisme yang bisa dihinggapi dan menjadi inangnya dalam upaya mempertahankan diri. Dia harus bersimbiosis dengan sosok organisme. Apapun, apakah dalam bentuk mutualisme, atau parasitisme. 

Bahkan jika memungkinkan melakukan kudeta. Menaklukkan dan menghancurkan gen egois yang ada dan menjadi gen egois baru dalam tubuh organisme tersebut. Biasa kita sebut peristiwa ini sebagai zombie. 

Semuanya berawal karena fokus selama ini selalu diarahkan ke luar. Pada agen infeksi. Padahal jika sebagai gen egois fokus pada keutuhan diri sendiri, agen infeksi apapun tidak akan berpengaruh apapun. Tidak perlu membentuk gen adaptif apapun untuk bertahan dari perubahan lingkungan. 

Gen egois mempertahankan diri dengan selalu memperbaharui kendaraan organismenya. Kendaraan organisme yang selalu mampu memperbaiki dirinya sendiri separah apapun kerusakan yang diakibatkan lingkungan. Yang diakibatkan infeksi. 

Semuanya akan kembali pulih seperti semula. Itulah yang disebut kemampuan regenerasi. Itulah kemampuan yang coba diaktifkan dengan mekanisme autofagi, regenerasi sel. Kemampuan yang sebenarnya mempertahankan keutuhan suatu organisme. 

Tidak perlu memusuhi agen infeksi ataupun berupaya menghilangkannya. Fokus pada potensi diri sendiri. Bangkitkan kemampuan regenerasi dengan mengaktifkan mekanisme autofagi. 

Pada tulisan diataa timbul pertanyaan apa yang terjadi jika kita terinfeksi. Apakah tidak boleh diobati, dibiarkan hingga sembuh dengan sendirinya? 

Tentu saja tidak. Tetap harus dilakukan tindakan atau pengobatan. Hanya jika selama ini tujuan pengobatan untuk mengeradikasi atau memusnahkan agen infeksi. Dengan memahami mekanisme autofagi kondisi ini justru dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pemicuan mekanisme autofagi. 

Hal ini juga untuk meluruskan pengertian yang keliru dari pemahaman autofagi selama ini. Karena jalur yang selama ini dijelaskan melalui temuan Yoshinori Ohsumi lewat kondisi starvasi atau puasa, maka timbul anggapan jika mekanisme autofagi dipicu oleh kondisi starvasi. 

Padahal yang terutama memicu terjadinya mekanisme autofagi adalah adanya kerusakan sel, oleh sebab apapun. Baik itu oleh kondisi starvasi, infeksi ataupun trauma. Kerusakan sel ini memicu pelepasan sitokin yang memberikan sinyal adanya kerusakan sel. 

Sinyal sitokin diterima oleh berbagai sistem tubuh. Oleh sistem imunitas sinyal ini disikapi dengan melepaskan sel-sel imun dan memulai reaksi peradangan. Oleh pankreas (dan ini yang jarang dibahas) direspons dengan mengatur keseimbangan metabolisme glukosa. 

Kerusakan sel direspons dengan melakukan efisiensi oleh lisosom. Kerja lisosom dipengaruhi oleh hormon glukagon yang dilepaskan oleh pankreas. Pelepasan glukagon mengakibatkan penghentian pelepasan insulin. 

Kondisi ini juga dapat kita lakukan terbalik dengan tindakan menghentikan pelepasan insulin. Penghentian pelepasan insulin memicu pelepasan glukagon. Selanjutnya glukagon akan mempengaruhi lisosom untuk melakukan efisiensi sel. 

Tindakan efisiensi sel inilah yang disebut autofagi. Lisosom mencerna mitokondria yang kaya akan protein dan glukosa. Hasil pencernaan ini akan dijadikan sebagai sumbernya energi dan pembentukan organel sel baru yang rusak. Hasil akhir dari mekanisme ini adalah regenerasi sel menjadi lebih baru dan efisien. 

Pada peristiwa infeksi ada beberapa aplikasi yang dapat kita lakukan untuk mempercepat mekanisme autofagi. Pertama, tentu saja menghentikan asupan glukosa. 

Kedua, insulin yang berhenti dilepaskan akan mengakibatkan peningkatan glukosa di dalam darah. Agar glukosa darah tersebut tidak digunakan oleh sel maka perlu dikeluarkan melalui ginjal dan keringat. Saat ini dapat diberikan intervensi berupa diuretik lemah. 

Setelah sel mencapai kondisi starvasi, maka akan terpicu mekanisme autofagi. Pada tahap awal terjadi proses katabolisme berupa  autolisis mitokondria. Tahap ini kadang disebut mitofagi karena terjadi pada mitokondria, selanjutnya akan dilakukan proses anabolisme. Saat ini perlu asupan protein untuk membantu pembentukan organel sel baru. 

Sumber protein selain berasal dari luar juga berasal dari agen infeksi itu sendiri. Agen infeksi akan dicerna oleh sel fagosit yang merupakan bagian dari sistem imunitas. Untuk yang sudah masuk ke dalam sel akan dicerna oleh lisosom yang merupakan bagian dari sistem mekanisme autofagi. 

Jadi, seperti yang telah saya jelaskan, infeksi bisa jadi peluang menjadikan kondisi tubuh kita lebih baik. Yang terpenting jaga agar sistem mekanisme autofagi kita tetap baik. 

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال