BPJPH Menggantikan Fungsi MUI dalam Menerbitkan Sertifikat Halal ?

  
BPJPH menggantikan fungsi MUI dalam menerbitkan sertifikat halal (Sumber gambar : Akuratnews.com)

KULIAHALISLAM.COM - Sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, pelroses produksi dan sistem jaminan halal memenuhi standar LPPOM MUI.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal menyebutkan bahwa “Proses produk halal adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk yang penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian produk.”

Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, proses produk halal, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 82/MenKes/SK/VIII/1966 Tentang Pencantuman Tulisan “Halal” Pada Label Makanan, yang diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 924/MenKes/SK/VIII/1966, dilaksankan oleh LPPOM MUI, namun di Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, proses produk halal dilakukan oleh BPJPH dan LPH.

BJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal)

(BJPH) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (Sumber gambar :KlikLegal.com)

BPJPH adalah Badan penyelenggara Jaminan Produk Halal yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan produk halal, sedangkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk.

Pemerintah membentuk BPJPH pada tanggal 11 Oktober 2017 yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama Republik Indonesia. BPJPH dipimpin oleh kepala badan BPJPH. 

BPJPH merupakan unit esselon 1 di Kementrian Agama Republik Indonesia, BPJPH dipimpin kepala BPJPH yang membawahi 4 esselon 2 (1 seketaris dan 3 kepala pusat), yaitu kepala pusat registrasi dan sertifikasi halal, kepala pusat pembinaan dan pengawasan serta kepala pusat kerjasama dan standarisasi.

Berikut kewenangan sekretaris dan kewenangan dan kepala pusat BPJPH, yang dikutip dari skripsi (S-1), Alfida Miftah Farhah, “Kewenangan BPJPH dan MUI dalam Sertifikasi Halal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal” :

a. Sekretaris BPJPH adalah Abdurahman, memiliki kewenangan pada bagian perencanaan dan sistem kepegawaian dan umum.

b. Kepala pusat registrasi dan sertifikasi halal dipimpin oleh Siti Aminah. Kepala pusat registrasi dan sertifikasi halal memilki tanggung jawab pada bidang sertifikasi, bidang registrasi halal, dan bidang verifikasi.

c. Kepala pusat pembinaan dan pengawasan dipimpin oleh Abd. Ammari Siregar. Bertanggung jawab pada bidang pembinaan dan pengawasan.

d. Kepala pusat kerjasama dan standarisasi dipimpin oleh Niffasri. Bertanggung jawab pada bidang kerjasama dan bidang standarisasi.  

Sebelum berlakunya Undang-Undang jaminan produk halal, wewenang BPJPH ini dilakukan oleh LPPOM MUI,  BPJPH berwenang :

  1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH.
  2. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH. 
  3. Menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pasca produk.
  4. Melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri.
  5. Melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal.
  6. Melakukan akreditasi terhadap LPH.
  7. Melakukan registrasi auditor halal. 
  8. Melakukan pengawasan terhadap JPH.
  9. Melakukan registrasi auditor halal. 
  10. Melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

BPJPH bekerjasama dengan Kementrian dan/atau lembaga terkait. Hingga Maret 2020, Kementrian Agama telah menandatangani 59 perjanjian kerjasana atau nota kesepahaman (MoU) dengan sejumlah universitas dan lembaga di Indonesia. 

Selain itu BPJPH juga bekerja sama dengan LPH (Lembaga Penyelenggara Halal) dan MUI. Dengan adanya BPJPH, MUI sifatnya hanya membantu BPJPH untuk memberikan fatwa halal terhadap suatu produk yang sedang mengalami uji proses produk halal.

MUI adalah “wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim”, sehingga urusan fatwa halal diserahkan pada MUI karena MUI adalah terdiri dari ilmuwan dan ahli syariah yang khazanah keintelektualannya diakui secara global. 

Fungsi MUI dalam Menerbitkan Sertifikat Halal ?

BPJPH dalam proses penyelenggaran JPH dibantu oleh LPH. Lembaga Penyelenggara Halal didirikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Pasal 13 ayat 1 UU Jaminan Produk Halal menyebutkan syarat untuk mendirikan LPH yaitu : 
  1. Memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya.
  2. Memiliki akreditasi dari BPJPH.
  3. Memiliki auditor halal paling sedikit 3 (tiga) orang.
  4. Memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium.
  5. Proses pendirian LPH harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum. 

Selain fungsi MUI membantu BPJPH dalam memberikan fatwa terkait kehalalan produk, MUI juga menjadi LPH, hal ini sesuai Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 982 Tahun 2019 Tentang Layanan Sertifikasi Halal, dalam Keputusan Menteri Agama ini menetapkan BPJPH, MUI, LPPOM MUI bersama-sama melakukan kegiatan pelayanan sertifikasi halal. 

Penyelenggaran jaminan produk halal dilakukan oleh auditor halal yang terdapat di BPJPH maupun LPH. Auditor halal memiliki tugas  yaitu :
  1. Memeriksa dan mengkaji bahan yang digunakan.
  2. Memeriksa dan mengkaji proses pengolahan produk.
  3. Memeriksa dan mengkaji sistem penyembelihan.
  4. Meneliti lokasi produk.
  5. Meneliti peralatan, ruang, produksi  dan penyimpanan.
  6. Memeriksa pendistribusian dan penyajian produk.
  7. Memeriksa jaminan halal pelaku usaha, Melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kepada LPH.

Auditor Halal diangkat dan diberhentikan oleh LPH. Pengangkatan LPH harus memenuhi kereteria sebagai berikut :
  1. Warga negara Indonesia.
  2. Beragama Islam.
  3. Berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu).
  4. Memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam.
  5. Mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan.
  6. Memperoleh sertifikat halal dari MUI.

Tarif  Layanan Jaminan Produk Halal BPJPH

Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Tarif Layanan Jaminan Produk Halal (JPH) dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 57/PMK.05/2021 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Pada Kementerian Agama.

PMK ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 03 Juni 2021 dan mulai berlaku sejak diundangakan Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham pada 04 Juni 2021.

Sertifikasi halal untuk barang dan jasa (terdiri : Sertifikasi halal proses reguler, perpanjangan sertifikasi halal, penambahan varian atau jenis produk dan registrasi sertifikasi halal luar negeri) untuk setiap sertifikat tarifnya Rp 300.000-Rp. 5.000.000. Akreditasi lembaga pemeriksa halal untuk setiap lembaga tarifnya Rp. 2.500.000-Rp 17.500.000.

Registrasi auditor halal dan penyedia halal, setiap orang dikenakan tarif Rp.1.600.000-Rp.3.800.000. Sertifikasikompetensi auditor halal dan penyelia halal, tarif per-orang, Rp.1.800.000-Rp.3.500.000.

Penulis adalah pengkaji sistem sertifikasi halal.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال