Strategi Mbah Kiai Bisri Musthofa: "Kulakan" Doa dan Melariskan Kitab

KULIAHALISLAM.COM - Sehabis salat Jumat pada 29/10/2021, saya ada janjian dengan KH Abdul Nashir Fattah (Rais Syuriyah PCNU Jombang) untuk sowan—menyerahkan draft kitab doa yang akan beliau baca (tashih). Selanjutnya saya mendengarkan beliau berkisah dari sumber KH Sahal Mahfudz tentang Kiai Bisri Musthofa. 

Strategi Mbah Kiai Bisri Musthofa: "Kulakan" Doa dan Melariskan Kitab (Sumber gambar : Bangkit Media) 

Saat saya "khusuk" mendengarkan Kiai Nashir bertutur tentang Kiai Bisri Musthofa, beliau menyelingi bahwa akan datang KH Yahya Tsaquf (Gus Tsaquf) untuk sambang putrinya. Merasa akan ada tamu jauh, saya pamitan, tetapi ditahan oleh Kiai Nashir. Tidak begitu lama, Gus Tsaquf datang (pertama kali saya kenal beliau tahun 2011 di Makkah dan diajak jalan-jalan bersama Gus Ipul). 

Kami jagongan bareng dengan gayeng diselingi guyon. Dalam waktu sekitar satu jam, saya mendengarkan beragam hal (termasuk isu kontemporer). Saya tidak lupa juga bertanya beberapa hal. Banyak kisah menarik, tapi tidak semua harus ditulis. 

Kisah yang akan saya tulis terkait Mbah Kiai Bisri Musthofa yang merupakan ayah dari KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), sekaligus kakek dari Gus Yahya Tsaquf (sang tamu), dan Gus Menteri Agama. Mbah Bisri Musthofa ini selalu dikirimi Fatihah oleh para santri saat nirakati beberapa doa yang sambung ke beliau. Untuk itu penting diketahui kisah hikmah dari tindakan beliau agar diserap para santri.

Mbah Kiai Bisri Musthofa (1915-1977) adalah pribadi multitalenta. Selain pemikir dan penulis, beliau adalah politikus yang pernah terlibat di partai Masyumi, Partai NU, dan PPP era dahulu. Beliau juga orator ulung yang membuat terkesima para hadirin.

Beliau salah satu Kiai yang aktif menulis. Banyak karya intelektual-spiritual yang beliau telorkan. Di antaranya buku kumpulan doa ijazah. Tentu yang monumental dan sebagai magnum opusnya adalah tafsir Al Ibriz. Tafsir Pegon berbahasa Jawa—yang beberapa kata sudah jarang dipakai—ini banyak dimanfaatkan untuk mengaji para Kiai hingga saat ini.

Dalam menulis doa, beliau telaten "memburu" doa dari para Kiai. Kita tidak perlu bertanya kenapa tidak langsung menukil doa dari kitab-kitab doa yang pasti beliau punya. Tentu alasannya terkait pentingnya pencarian ijazah doa. Selain berharap berkah dari akumulasi "energi" doa yang telah ditirakati para Kiai sepuh.

Untuk alasan di atas, beliau rela "kulakan" doa ke beberapa Kiai sepuh. Salah satunya ke Mbah Kiai Ma'ruf, Kedunglo Kediri. Sebagai informasi, Mbah Kiai Ma'ruf (1852-1955) saat mengaji kitab (semisal tafsir Jalalain), biasanya secara tiba-tiba berkata bahwa ayat ini berguna dipakai doa untuk suatu masalah, atau beliau menjelaskan ada doa untuk suatu problem yang sedang beliau jelaskan. 

Model mengaji Mbah Kiai Ma'ruf yang demikian, diketahui oleh Kiai Bisri Musthofa. Karena beliau sudah paham Tafsir Jalalain, maka saat beliau menghadiri ngaji tafsir Mbah Kiai Ma'ruf, justru yang dibawa bukan tafsir Jalalain, tapi buku kosong guna mencatat doa yang akan disampaikan Mbah Kiai Ma'ruf. Inilah maksud dari "kulakan" doa.

Strategi Mencetak Kitab

Ada kisah lain tentang Mbah Kiai Bisri Musthofa yang juga diceritakan KH Nashir Fattah. Suatu saat setelah selesai menulis kitab plus nama kitabnya, tetapi belum dicetak, beliau memanggil beberapa santri. Mereka diutus agar pergi ke percetakan kitab serta ke beberapa toko kitab.

Para santri disuruh bertanya tentang kitab baru karya KH Bisri apa sudah dicetak dan dijual? Tentu percetakan dan toko kitab menjawab belum. Lalu kalau tahu belum dicetak kenapa para santri diutus ke percetakan? 

Nampaknya hal ini sebagai strategi marketing yang akan menjadikan percetakan dan toko kitab tertarik dan mendatangi Kiai Bisri Musthofa untuk menerbitkan kitabnya. Begitulah Kiai Bisri menyebarkan dan melariskan dakwah plus "bisnis" penjualan kitabnya. Hal ini berhasil, terbukti walau beliau sudah meninggal, kitabnya masih dikaji dan dijualbelikan.

Saat itu masih Gus Tsaquf ganti menceritakan kisah cara "bisnis" kitab kakeknya. Inti kisahnya sama dengan yang ada di situs ini: https://bangkitmedia.com/humor-kiai-bisri-tingkat-tinggi-yang-menaklukkan-bos-buku/

"Sabdo" Jadi Kiai 

Masih ada kisah yang disampaikan oleh Gus Afifuddin Sholeh pada Selasa lalu (8/10) saat jagongan di gubuk kami terkait "sabdo" Kiai Bisri Musthofa. Suatu saat, Gus Afifuddin bersama Kiai Irfan Sholeh dan Kiai Nashir Fattah menghadiri haul Mbah Mutamakkin. Sepulangnya sowan ke Gus Mus. 

Gus Mus berkisah bahwa dulu saat mondok di Lirboyo sering runtang-runtung dengan Gus Mik Ploso dan sering pakai kaos oblong atau bahkan tanpa baju. Pernah juga naik sepeda menuju Rembang berdua. 

Suatu waktu, Mbah Kiai Bisri Mushtofa sambang ke Lirboyo yang di situ Gus Mus bersama Gus Mik. Kiai Bisri berkata kepada Gus Mus, "Kamu itu mau saya jadikan Kiai, bukan Wali." Benar, Gus Mus jadi Kiai besar dan hanya Gus Mik yang jadi Wali.

Kitab Mbah Kiai Bisri Musthofa 

Terkait dengan kitab doa Mbah Bisri Musthofa, hingga saat ini saya baru mendapatkan dua kitab doa karya beliau yang berjudul al Haqibah dan al Asma' wal Aurad. Dalam kitab itu ditulis beberapa Kiai sepuh yang memberi ijazah doa. 

Para Kiai tersebut adalah Mbah Kiai Wahab Chasbullah, Mbah Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Mahrus Aly, Kiai Abdullah Zaini, Kiai Abdul Hamid Pasuruan Kiai Murtadlo Tuban, Kiai Nawawi Kajen, Sayyid Abdul Qodir Bafaqih Tuban, Kiai Thoha Rembang, Syaikh Cholil, Kiai Ma'ruf Kedunglo, Kiai Iskandar Berasan, Kiai Abdul Jabbar Kajen. Kepada para kiai yang disebut di atas, lahumul al-Fatihah.

Penulis: Kiai Ainur Rofiq al Amin 
Dosen UIN Sunan Ampel dan PP. Bahrul Ulum Tambakberas

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال