Relevansi Pancasila Melindungi Kemanusiaan, Perdamaian dan Titik Temu

Pancasila melindungi kemanusiaan (Sumber gambar :ipsterpadu.id)

Pancasila Sebagai Titik Temu

Oleh : Fitrah TA

KULIAHALISLAM.COM - Pancasila sebagai titik temu, tumpu dan titik tuju dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Pancasila juga melindungi kemanusiaan dan perdamaian dunia.

Sebagai dasar negara pancasila yang juga ideologi dan pandangan hidup negara ini bukan bagian ideologi dunia seperti kapitalisme dan sosialisme. 

Tapi Pancasila adalah titik temu atau jalan tengah dari semua ideologi atau ajaran yang berkembang didunia dan negara.
Selain itu, Pancasila juga titik temu di Indonesia sebagai negara beragama dan sekuler.

Hal itu karena pada saat rumusan Indonesia merdeka cukup alot dan dinamis antara golongan agamis dan nasionalis. Yang menawarkan ide atau gagasannya masing-masing dalam negara Indonesia sebagai dasar, ideologi dan konsep yang citakan pada saat itu.

Karena perdebatan yang cukup alot dan dinamis itulah, maka kedua kubu atau golongan bersepakat bahwa Indonesia dilandasi dengan dasar, ideologi, sistem dan pandangan hidup Pancasila. Yang di rumusakan terdiri dari 5 sila itu sendiri.

Secara filosofis, bahwa Pancasila mengandung ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang luhur, moral, akhlak dan Budi pekerti, serta nilai-nilai kebajikan lainnya.

Nilai-nilai Pancasila itu sendiri digali dan berasal dari kebudayaan bangsa Indonesia itu sendiri.

Pancasila Sebagai Pedoman

Dalam perspektif ini, maka tampak bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila memberikan pedoman bagi setiap masyarakat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada kedudukan ini Pancasila sebagai way of life atau pandangan hidup bangsa. Ajaran dan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup mengandung nilai-nilai hak asasi manusia. Seperti equality, freedom, liberty, soscial justice, democracy, dan lain-lain.

Dengan demikian, dewasa ini kita tidak lagi berbicara atau berdebat terkait ide atau gagasan Pancasila sebagai dasar dan ideologi berbangsa dan bernegara. Meskipun sebagian masyarakat belum paham terkait dengan butir-butir pancasila.

Tapi Pancasila adalah ide dasar yang sudah final. Karena hasil konsensus/kesepakatan atau jalan tengah yang diambil oleh para foundhing father pada saat itu.

Lebih lanjut, dewasa ini kita tidak hanya memandang butir Pancasila sebagai ide atau pandangan hidup saja. Kita menjadikan setiap butir-butir Pancasila sebagai pandangan hidup dan nilai yang hidup atau teraktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sehari-hari.

Karena memang, sebuah ideologi akan tetap langgeng atau eksistensi dimasyarakat, jika setiap manusia atau warga negara meyakini, memahami dan menghayati ide Pancasila. Sebagai ajaran kebenaran yang mampu membawa masyarakat menuju cita-cita yang dicapai.

Namun, seiring perkembangan zaman ide dari Pancasila mengalami pasang surut, atau kemunduran. Karena memang adanya penestrasi atau ilfistrasi yang tidak setuju dengan konsep Pancasila.

Maka kubu atau golongan yang kontra ini menawarkan ide alternatif dalam bernegara yang dinilai relevan dan mampu memberikan harapan bagi keberlangsungan hidup kelompok atau golongan lainnya.

Misalnya, muncul ide yang khilafah, komunisme dan Indonesia syariat. Maka, kelompok ini sering dicurigai dan berurusan dengan pemerintah.

Selain itu, pasang surut ideologi atau pandangan hidup Pancasila. Bisa jadi karena perilaku tata kelola, manajemen atau kebijakan pemerintahan yang tidak berpihak pada masyarakat.

Karena pemimpin pemerintahan selama ini hanya membuat kebijakan sesuai selera dan kepentingan golongan sendiri. Bukan mendukung kebutuhan masyarakat atau sesuai cita-cita dalam Pancasila.

Padahal, segala sesuatu kebutuhan, kemajuan dan kelangsungan hidup masyarakat dimasa depan adalah bergantung pada kebijakan pemimpin pemerintahan itu sendiri. Tapi, saat ini pemimpin negara cenderung memanfaatkan masyarakat untuk kepentingan kelompoknya.

Sehingga, membuat masyarakat tidak percaya dan melawan pemimpinnya sendiri. Atau pemimpin memandang bahwa, hubungan pemerintah dan warga negara seperti berhadap-hadapan atau bertolak belakang. Bukan sebagai mitra yang saling bekerja sama, bersinergi dan berkolaborasi untuk mencapai cita-cita yang ingin diraih.

Dengan demikian, karena Indonesia mengalami krisis multidimensional dan tantangan yang cukup berat dan kompleks dimasa kini dan masa depan. Maka, dewasa ini kita tidak lagi berbicara tidak berguna, konflik sesuatu hal remeh remeh yang menguras pikiran dan energi.

Tapi, kita perlu fokus, refleksi diri dan semangat berjuang untuk meraih kesuksesan, kemenangan dan kesejahteraan dimasa kini dan masa depan. Karena ketika sibuk konflik hal remeh-remeh, maka masa depan akan dikuasai dan dikendalikan oleh masyarakat dan negara lain.

Misalnya, saat ini kita perlu mensosialisasikan atau memasifkan ide atau gagasan terkait keadilan, kedamaian, kesejahteraan dalam bermasyarakat dan bernegara. Karena ide itu adalah ide kunci bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan Indonesia itu sendiri.

Dasar Negara Perdamaian

Pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mendapat kesempatan untuk menyampaikan gagasan. Yaitu tentang dasar  negara Indonesia merdeka yang damai disebut Pancasila.

Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.

Sejarah mencatat perdebatan dan pertukaran gagasan tentang rumusan awal dasar negara. Para negarawan yang tergabung dalam Panitia Sembilan berupaya sekuat tenaga agar rumusan yang dihasilkan dapat diterima seluruh komponen bangsa.

Coba kita bayangkan apa yang terjadi jika perdebatan tentang dasar negara dilangsungkan pada hari ini.
Terlepas dari berbagai dinamika yang terjadi dan tanpa melupakan beragam peristiwa yang mengiringi. Sekarang kita mengenal rumusan Pancasila yang termaktub dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945.

Rumusan tersebut kemudian disahkan sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.

Mari kita coba renungi ruh semangat yang terkandung dalam narasi; Ketuhanan yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pemaknaan pancasila sebagai pedoman dalam bernegara semestinya mampu melahirkan jiwa kenegarawanan. Lima sila jika dilaksanakan dengan konsisten dan konsekwen akan mampu merealisasikan tujuan berdirinya negara.

Yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dan juga melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Setelah melewati sidang-sidang BPUPKI dan PPKI akhirnya prinsip tersebut diterima dan menjadi sila kedua Pancasila. Yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan berarti kesesuaian dengan hakikat bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia mempunyai pandangan hidup bahwa pada hakikatnya manusia itu mempunyai kesamaan yaitu kemanusiaan. Oleh karena itu berdasarkan pandangan hidup ini semua bangsa seharusnya mempunyai martabat yang sama. Sehingga dapat hidup bersama dengan tenteram dan damai.

Ditegaskan pula bahwa hubungan damai tersebut harus didasarkan atas pemberian kepada semua pihak. Apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing secara beradab.

Bahwa bangsa Indonesia sungguh-sungguh cinta damai. Terbukti dalam wujud amanat rakyat Indonesia yang dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4. Si amanatkan agar bangsa Indonesia atau pemerintah Indonesia kapanpun, dimanapun dan siapapun yang memegangnya mensahkan 4 tugas yaitu tiga tugas nasional dan satu tugas internasional.

Tugas keempat berbunyi, "Ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Oleh karena bangsa Indonesia hidup di ditengah bangsa-bangsa lain, maka Indonesia harus ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.

Dasar ketertiban dunia itu ialah kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam melaksanakan tugas tersebut kita harus merdeka atau bebas untuk menentukan sendiri. Demikian pula ketertiban dunia yang akan dilaksanakan harus bebas dari ikatan-ikatan dan syarat-syarat tertentu.

Tertib dunia wajib didasarkan atas perdamaian abadi, bukan di peroleh melalui kekuasaan dan kekuatan serta pertentangan.

Demikian pula tertib dunia harus didasarkan atas keadilan sosial, artinya ketertiban tersebut terwujud karena masing-masing pihak telah mendapat haknya masing-masing. Istilah ikut serta melaksanakan ketertiban dunia mengandung pengertian aktif dinamika dan kreatif dalam merealisiasikannya. Juga dalam menjaga ketertiban dunia tersebut bangsa Indonesia harus berbuat nyata tidak hanya pasif dan menonton.

Selama masih ada pergaulan dunia dengan segala masalahnya. Bangsa Indonesia harus ikut berperan dan mengambil bagian secara aktif tanpa mengikatkan diri kepada golongan, bangsa atau negara tertentu. Karena itu politik luar negeri kita bercorak bebas aktif.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam ikut serta mencipatakan perdamaian dunia, bangsa Indonesia mempunyai landasan sebagai berikut:, Landasan idiil. Pancasila ialah landasan idiil bangsa Indonesia, inti isi ajarannya ialah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan dan keadilan.

Dalam rangka usaha memelihara perdamaian dunia, bangsa Indonesia telah mempunyai landasan pokok yaitu inti isi ajaran pancasila.

Dalam hal ini pancasila mengajarkan agar dalam memelihara dan mencipatakan perdamaian dunia, di landasi pertanggung jawaban kepada Tuhan yang maha kuasa. Demi keadilan dan kesejahteraan umat manusia, tidak merugikan persatuan nasional, dan kepentingan dunia.

Alinea 4 pembukaan UUD 1945 menyebutkan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Inilah salah satu tugas negara kita.

Landasan struktural. Dalam hal bidang luar negeri UUD 1945 menyebut dalam pasal 1 sebagai berikut:

Presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Jika kita perhatikan ada tiga hal yang disebut yaitu perang, perdamaian dan perjanjian”.(https://www.dpr.go.id)


Penulis adalah Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang


Editor : Adis 

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال