Mengenal Metode dan Corak Tafsir Alquran M. Quraish Shihab

Prof. Muhammad Quraish Shihab (Sumber gambar : nu.or.id)
Oleh: Rabiul Rahman Purba, S.H

KULIAHALISLAM.COMProf. Muhammad Quraish Shihab lahir di Kota Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944. Ayah Quraish Shihab adalah Prof. K.H Abdurrahman Shihab (Ulama bidang Tafsir Alquran) dan Rektor di Universitas Muslim Indonesia di Ujungpandang, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. 

Sebagai seorang putera dari Guru Besar, Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya untuk duduk bersama. Sang ayah sering menyampaikan nasihat yang kebanyakan berupa ayat-ayat Alquran.

Pendidikan formalnya dimulai dari Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah di kota Malang. Untuk lebih mendalami studi keislaman, Quraish Shihab melanjutkan studi ke Universitas al-Azhar, Mesir, Fakultas Usuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis. 

Quraish Shihab berhasil menyelesaikan Tesis berjudul al-I’jaz at-Tasyri li Al-Qur’an al-Karim (Kemukjizatan Alquran al Karim dari Segi Hukumnya). Untuk mewujudkan cita-citanya mendalami Alquran, pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Universitas al-Azhar mengambil spesialisasi dalam studi tafsir Alquran.

Beliau hanya memerlukan waktu dua tahun meraih gelar Doktor dengan judul Disertasinya Nazam ad-Durar li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian Terhadap Kitab Nazm ad-Durar (rangkaian mutiara) karya Imam Baihaqi). Beliau mendapatkan predikat sarjana teladan dengan prestasi istimewa).

Prof. Muhammad Quraish Shihab pernah menduduki sejumlah jabatan diantaranya Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anggota Lajnah Pentashihan Alquran, Rektor Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan Mantan Menteri Agama Republik Indonesia. 

M. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Alquran di Indonesia tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan pesan-pesan Alquran dalam konteks masa kini dan masa modern membuatnya lebih dikenal luas. 

Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstualnya agar pesan-pesan yang terkandung didalamya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata, beliau juga banyak memotivasi mahasiswanya agar berani menafsirkan Alquran tetapi tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang dipandang sudah baku. 

Menurutnya, penafsiran Alquran tidak pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan zaman. Meskipun begitu, beliau tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dalam menafsirkan Alquran sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat Alquran. Dosa besar bila seseorang memaksakan pendapatnya atas nama Alquran. (Diambil dari Ensiklopedia Islam Jilid 2, Terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve dan Membumikan Alquran karya M. Quraish Shihab ).

M. Quraish Shihab banyak menulis buku diantaranya yaitu Tafsir Qur’an Al Misbah, Membumikan Alquran, Jin dalam Qur’an, dan lainya. Quraish Shihab banyak melakukan penelitian hampir seluruh karya tafsir yang ditulis para Ulama. Prof. M. Quraish Shihab menulis buku yang mengkritik tafsir Al Manar karya M. Abduh dan M Rashid Rida

Dalam hal menafsirkan Alquran, Prof. M. Quraish Shihab, cenderung menekankan penggunaan metode tafsir Maudhu’i (tematik). Prof. Abuddin Nata, MA berjudul “Metodologi Studi Islam” disebutkan bahwa bertitik tolak dari pandangan al-Farmawi, ada empat metode penafsiran Alquran.
 
Yang pertama Metode Tahlili yaitu Muffasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat Alquran dari berbagai segi dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat dalam Alquran sebagaimana yang tercantum dalam mushaf

Yang kedua Metode Ijmali yaitu menafsirkan Alquran dengan menunjukan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global, yang ketiga Metode Muqarin yakni menafsirkan dengan membandingkan ayat Alquran yang satu dengan ayat lainnya, dengan hadis dan pendapat para Ulama.

Yang keempat, Metode Maudhu’i. Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib adalah “Ajaklah Al-Qur’an berbicara”. Pesan ini mengharuskan pnafsir merujuk pada Alquran dalam rangka memahami kandungannya.  Adanya metode penafsiran tematik tersebut menurut M. Quraish Shihab berasal dari Mahmud Syaltut

Syekh Mahmud Syaltut menyusun Kitab Tafsir berjudul “Tafsir Al Qur’an al-karim” dalam bentuk penerapan ide yang dikemukakan oleh Imam al-Syatibi.  Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan al-Qur’an” menyatakan, pada tahun 1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawivmenerbitkan buku “Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu’i” dengan mengemukakan langkah-langkah yang ditempuh untuk menerapkan metode maudhu’i.

Yaitu menetapkan masalah yang akan dibahas, menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut, menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya disertai pengetahuan tentang asbab al-nuzul-nya, memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing, menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.

Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan, mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan yang ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlak dan muqqayad (terikat) atau yang pada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan dan pemaksaan.

Keistimewaan metode maudhu’i menurut M. Quraish Shihab diantaranya adalah menghindari problem atau kelemahan metode lain, menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi, kesimpulan mudah dipahami, metode ini memungkinkan untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam Alquran dan dapat dijadikan bukti bahwa ayat-ayat Alquran sejalan dengan perkembangan ilmu  pengetahuan dan masyarakat.

Jika kita melihat Tafsir Qur’an Al Misbah yang diterbitkan Lentera Hati, Prof. Muhammad Quraish Shihab menggunakan metode maudhu’i, selain mengutip pendapat Ulama dari kalangan Suni, beliau juga banyak mengutip pandangan Ulama besar Syiah yakni Qur’an Muhammad Husain Tabatabaei dan Orientalis. 

Dan tentu saja sebagian muslim mengkritik hal tersebut dan hal yang wajar saja jika ada para pakar yang mengkritik sebuah tafsir Alquran asal mengkritik secara ilmiah dan adil, serta jujur, Prof. M. Quraish Shihab pun mengkritik Tafsir Al Manar secara ilmiah. Menurut saya tidak ada yang salah dengan  Muhammad Husain Tabatabaei apalagi ia salah satu penafsiran Alquran terbaik  yang diakui Suni maupun Syiah.

Penulis adalah Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia (STH-YNI), Pematangsiantar



Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال