Tuhan Para Filsuf

Sumber gambar : Geotimes.id


KULIAHALISLAM.COM - Philosophia artinya pecinta kebijaksanaan. Secara terminologi, filsafat adalah kajian pemikiran mengenai masalah umum dan mendasar tentang persoalan, seperti eksistensi pengetahuan, nilai, pikiran dan bahasa. Metode yang digunakan dalam filsafat antara lain mengajukan pertanyaan, diskusi kritikal, dialektika dan presentasi.

Filsafat disebut induk pengetahuan karena banyak melahirkan ilmu pengetahuan.

Filsafat mulai bersentuhan dengan dunia Islam pada abad 9 M, yang dampaknya  ilmu pengetahuan di dunia Islam berkembang pesat karena para ilmuwan Islam. Menurut hemat saya saling berpacu menganalisa dengan pemikiran kritis dan pembuktian sehingga tercipta teori dan gagasan baru yang eksklusif.

Pada masa sekarang, orang memandang sains dan filsafat bertentangan dengan agama (Dr. Kareen Amstrong. A History Of God), padahal Agama, sains dan filsafat merupakan kekuatan umum yang mempengaruhi hidup manusia (Dr Sudarminta. Filsafat Proses) .

Para Filsuf pada awalnya, memusatkan perhatian kepada ilmu alam namun kemudian tiba- tiba para Filsuf memalingkan pemikiran terhadap Tuhan, Agama dan  Kitab Suci. Para Filsuf sebenarnya tidak punya keraguan tentang keberadaan Tuhan tetapi mereka merasa hal ini perlu dibuktikan secara  lebih rasionalistik. 

Para Filsuf juga tidak bermaksud menghapus agama namun ingin mensucikan dari apa yang mereka pandang sebagai unsur primitif dan parokial.

Akan tetapi disini ada beberapa persoalan yakni Tuhan dalam paradigma para Filsuf berbeda dengan Tuhan menurut wahyu. Tuhan menurut Aristoteles adalah Tuhan yang tidak terikat dengan waktu, Tidak pernah menciptakan alam dan tidak akan mengadili pada hari kiamat. Sedangkan Tuhan menurut Prof. Whitehead adalah Tuhan yang bertindak sewenang-wenang karena jika Tuhan dipandang sebagai Maha Kuasa maka tidak ada yang bisa terjadi di dunia ini tanpa kehendak Tuhan.

Tuhan dan agama  di mata para Filsuf adalah akal murni bukan sebagai misteri atau ghaib,  jadi Tuhan dan agama itu mereka pandang harus sesuai dengan akal yang logis. Para Filsuf berpandangan jika  keyakinan terhadap Tuhan hanya berdasarkan dogma agama maka agama-agama itu melakukan bunuh diri dalam artian tenggelam dalam takhayul seperti yang terjadi dalam agama kristiani untuk itu dogma-dogma perlu disesuaikan dengan perumusan secara sistematis oleh sebab itu terjadi gerakan Intelektual Levatin dan Eropa untuk menyelamatkan agama Nasrani dari Dogma yang takhayul (Alfred North Whitehead.Science and the modren world.1967 ). 

Para Filsuf juga menghendaki sebuah agama yang universal yang tidak dibatasi oleh manivestasi ketuhanan tertentu atau pada ruang dan waktu tertentu, mereka berkeyakinan perlunya menterjemahkan kandungan kitab suci ke dalam idiom yang lebih maju yang dikembangkan dengan pemikiran yang terbaik dan dapat diterima oleh seluruh budaya. Hal ini yang melatar belakangi munculnya Ideologi Pluralisme agama dalam tubuh para Filsuf, hal ini kemudian dalam dunia Islam muncul Islam pluralisme seperti yang digaungkan Dr Budi Munawar Rahman, Prof Fazlur Rahman maupun Islam Inklusif, Prof Alwi Sihab. 

Jika kita mengkaji sejarah kembali maka agama monoteisme, Politeisme, Panteisme, Teisme, Gnoteisme, sering perkembangannya banyak terpapar filsafat dalam memahami hakikat Tuhan dan agama. 

Di dalam Teisme berpendapat bahwa Tuhan adalah transcendent yakni Tuhan berada di luar alam ini namun demikian Tuhan mengatur dan menggerakan alam ini. Paham Agnoteisme muncul akibat ketidak sanggupan akal logis membuktkan secara nyata wujud Tuhan sehingga timbul keraguaan tentang keberadaan Tuhan. Panteisme lahir dari pemikiran bahwa kosmos ini adalah Tuhan.  

Di dalam agama Monoteisme seperti Kristen ketika bersentuhan dengan doktrin Yunani pun banyak dipengaruhi filsafat dalam memahami konsep Tuhan. Hal itu dibuktikan dengan adanya Konsili Nikea Tahun 325 M. Adanya Konsili Nikea akibat perbedaan pemikiran tentang Tuhan (Dr. C. Groenen Ofm. Sejarah Dogma Kristologi),  Paus Syamsasthi berpandangan bahwa Yesus adalah manusia yang diciptakan dari bahan ketuhanan dan ada pendapat Paulus bahwa Yesus adalah Tuhan serta mazhab Arius yang berpikiran yaitu Allah itu satu dan Yesus tidak menyamai sifat Allah dalam bentuk azali (Dr Rauf Asyalabi). 

Selanjutnya di Dunia Islam, Filsafat merebak tajamnya ilmu kalam di era Dinasti Abasyiah di Irak dengan munculnya kelompok Asy'ariyah, Mutazilah, Syiah Ismailiyah, Maturidiyah yang berusaha memahami Alquran secara rasionalistik berlebihan. Di Aliran Mutazilah berorientasi pada Alquran adalah makhluk yang itu ditentang Imam Ahmad atau aliran Maturidiyah dan Asy'ariyah yang bergelut pada keberadaan Tuhan secara Wujud, dan letak. 

Tuhan mereka temukan melalui argumen logis dan bukan dalam wahyu partikular yang diturunkan Tuhan namun para Filsuf muslim tidak merasa keharusan menyingkirkan Alquran. Mereka berusaha memperlihakan hubungan antara filsafat dan Alquran sebagai jalan menuju Tuhan.

Al Kindi adalah Filsuf muslim pertama yang menerapkan metode rasional terhadap Alquran. Kemudian ada sederetan nama seperti Ibnu Sina. Ibnu Sina (Bapak Kedokteran Modern) berpandangan Tuhan tidak mengetahui yang kecil-kecil karena tidak perlu bagi-Nya. 

Fiktif itu artinya Imajinasi atau belum terwujud secara realitas atau dengan kata lain masih misteri maupun ghaib. Secara rasional filsafat memang terdapat firman Tuhan yang masih ghaib/misteri dan belum dirasakan secara fisik maupun batiniah. fiksi Itu berbeda dengan fiktif. Fiktif itu sama sekali tidak benar atau irasional sedang fiksi itu kebenaran yang rasional namun belum tergapai atau masih misteri atau ghaib. 

Pembahasan ini cukup panjang dan hanya sebagian kecil disaring dalam artikel ilmiah ini namun harus diketahui seperti yang diutarakan Ibnu Sina Filsafat dalam bahwa Filsuf itu menempatkan akal adalah aktivitas manusia paling mulia, ia bagian dari akal illahi dan jelas penting menjawab persoalan agama. Akan tetapi Imam Al-Ghazali membuat aturan dan batasan tertentu dalam Filsafat yang ia tuangkan dalam buku ''Kerancuan Filsafat'.

Nah apakah pandangan kritis dan radikal para Filsuf dalam memandang Tuhan, Agama, Kitab Suci adalah Pandangan keliru menurut Alquran dan Sunnah, Ijma Ulama, sebab para Filsuf sekali lagi mengandalkan rasional dan ilmiah ? Hal ini menjadi perdebatam mutakhir di di dunia Islam .

Oleh: Rabiul Rahman Purba, SH, Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia (STH YNI), Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال