Kasyaf dan Hijab Studi Komparatif Terhadap Praktik Salat Kaum Sufi dan Gen Z

Penulis: Muhammad Aji Suprayitno*

KULIAHALISLAM.COM - Pada era modern ini, pergeseran budaya dan perkembangan teknologi menciptakan perubahan dalam praktik keagamaan. Dua kelompok yang menarik untuk dibandingkan dalam konteks ini adalah kaum Sufi, yang dikenal dengan pendekatan spiritualitas mendalam, dan Generasi Z, yang merupakan kelompok yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. 


Studi komparatif mengenai praktik salat, khususnya dalam dimensi kasyaf (merasakan kehadiran Allah) dan hijab (penutup yang menghalangi hamba dengan Allah), dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang perbedaan dan persamaan antara kedua kelompok ini. 

Cukup menarik jika membandingkan kaum sufi dan Generasi Z yang notabene berisikan anak-anak muda yang minim akan spiritualitas. Hal itu sangatlah lumrah bagi Generasi Z, yang mana mereka hidup dengan segala kenikmatan dan kecanggihan teknologi yang tentunya berpengaruh terhadap orientasi kehidupannya. 

Para Generasi Z cukup militan dengan adanya sebuah teknologi, baik berupa digitalisasi ataupun platform lainnya. Hal itu cukup menguras fikiran dan qalbu sehingga mereka sedikit bergeser akan hal ukhrawi. 

Kasyaf dalam Salat Kaum Sufi dan Generasi Z

Kaum Sufi memandang salat sebagai lebih dari sekadar ritual ibadah harian. Mereka meyakini bahwa salat merupakan jembatan untuk mencapai pengalaman spiritual yang mendalam, yang dikenal sebagai kasyaf. 

Kasyaf merupakan pengalaman kehadiran langsung dengan Allah yang dapat dirasakan melalui intensitas ibadah. Dalam salat, kaum Sufi melakukan meditasi dan refleksi mendalam untuk mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi, mendekatkan diri pada Sang Pencipta. 

Disisi lain, salat merupakan hubungan khusus antara makhluk dan Khaliq. Hal itu berdasarkan sejarah bahwa salat tersebut didapat dari perjalanan Nabi Muhammad (Isra’ Mi’raj) menghadap Allah di Sidratul Muntaha. Tentu sangatlah berbeda dengan ubudiyah lainnya yang hanya didapat dari sebuah wahyu.

Sedangkan Generasi Z, sebagai kelompok yang tumbuh dalam era teknologi dan informasi, memiliki pendekatan yang unik terhadap praktik keagamaan, termasuk salat. 

Beberapa anggota Generasi Z mungkin lebih cenderung mencari makna spiritual dalam pengalaman pribadi mereka, menggabungkan elemen-elemen modern seperti teknologi dalam praktik keagamaan mereka. Mereka mungkin menggunakan aplikasi atau media sosial untuk memahami dan memperdalam pemahaman mereka tentang salat. 

Mereka belajar dari sebuah platform digital yang notabene juga merupakan aktivitas harian mereka dalam mencari sesuatu yang diinginkan. Ada hal menarik mengenai tingkah mereka dalam menggunakan metode seperti itu, antara lain: mereka belajar secara mudah dan efisien dalam menemukan makna sholat lewat platform yang ada, baik di aplikasi medsos atau internet. 

Perbandingan yang cukup berbeda karena cara mereka lebih menggunakan analisis, sedangkan para kaum sufi menggunakan intuisi mereka dalam menemukan tajribah ilahiyah yang ada pada qalbu mereka.

Hijab dalam Konteks Sufi dan Generasi Z

Bagi kaum Sufi, hijab tidak hanya berfungsi sebagai penutup fisik, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Hijab diartikan sebagai perisai spiritual yang melindungi hati dan pikiran dari godaan dunia. Bagi mereka, hijab adalah simbol penutupan terhadap keinginan duniawi dan fokus pada hubungan spiritual dengan Allah. 

Hijab juga diartikan sebuah penghalang batin untuk melihat dan merasakan kehadiran Allah dalam praktik salat mereka. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhinya, bisa karena dosa atau lalai dalam menjalankan perintah-perintah Allah. 

Sedangkan perspektif Generasi Z terhadap hijab bisa sangat bervariasi. Beberapa individu mungkin memandang hijab sebagai simbol identitas keagamaan dan budaya, sementara yang lain mungkin memilih untuk tidak mengenakannya dengan alasan personal atau sebagai ekspresi dari perubahan pandangan terhadap norma-norma sosial. 

Beberapa anggota Generasi Z juga dapat memanfaatkan hijab sebagai alat untuk mengekspresikan diri mereka secara unik. Disisi lain, Gen Z akan cukup kesulitan dalam mengunakannnya, karena mereka kurang memiliki kepekaan terhadap aspek spiritualitas. 

Mereka beribadah akan sulit merasakan kekhusu’an yang disebabkan oleh terlalu banyaknya informasi duniawi yang belum bisa mereka kelola. Dunia bagi Generasi Z merupakan hal yang mempunyai power dalam lini kehidupannya sehingga mereka seringkali terbawa suasana yang berakibat pada kurangnya konsentrasi dalam peribadatannya sehingga membuaat tingkat kekhusyu’annya kurang terlatih. 

Meskipun praktik salat dan pemahaman tentang hijab dapat bervariasi antara kaum Sufi dan Generasi Z, keduanya memiliki inti yang sama: mencari makna spiritual dan kedekatan dengan Tuhan. 

Kaum Sufi mungkin menekankan pengalaman spiritual mendalam melalui kasyaf, sementara Generasi Z mungkin lebih terbuka terhadap pengalaman spiritual yang bersifat pribadi dan modern. 

Studi komparatif ini memberikan gambaran tentang bagaimana dua kelompok yang mewakili rentang waktu dan pengalaman yang berbeda memahami dan menerapkan praktik salat, terutama dalam konteks kasyaf dan hijab. 

Meskipun memiliki perbedaan dalam pendekatan dan konteks, keduanya mencari makna dan kedekatan dengan yang Maha Kuasa. Pemahaman ini dapat membantu memperkaya dialog antargenerasi dan mendukung toleransi antar kelompok masyarakat. 

Melalui pemahaman lebih mendalam tentang perbedaan ini, kita dapat membangun jembatan yang kuat antara tradisi spiritual dan perkembangan zaman.

*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال