Hukum Memindahkan dan Menggali Kuburnya Mayit

KULIAHALISLAM.COM - Baru-baru ini ada video viral penggalian kuburan lantaran gagal dan kalah Pemilu 2024. Akibat keluarga almarhum tidak mencoblos dirinya, akhirnya SM, Caleg asal Donggala itu geram dan memaksa warga untuk menggali kuburnya almarhum. Terlihat dengan jelas satu jenazah yang sudah dikebumikan kurang lebih selama 3 tahun kembali diangkat untuk dipindahkan. (Silahkan tonton videonya di sini: https://www.instagram.com/reel/C3hzPvVry_I/?igsh=MXMwdWR4Y3p5MzJqaw==).



Melansir dari viva.co.id, “Memang benar almarhum dikebumikan di tanah MR. Waktu keluarga kami meninggal tiga tahun lalu, kami meminta izin MR agar memberikan lokasinya dijadikan tempat penguburan keluarga kami dan MR memberi izin,” ucap salah satu keluarga almarhum kepada wartawan di lokasi pemakaman.

Namun, lanjut dia, secara tiba-tiba RM meminta kuburan tersebut dibongkar dan dipindahkan. Parahnya lagi, RM juga tak mau menganggap mereka saudara. “Dia tidak anggap lagi kita keluarga,” imbuhnya.

Pertanyaan adalah, bagaimana Islam memandang hal ini?


Bagi orang muslim, mayat orang Islam diistilahkan sebagai jenazah. Di dalam Bahasa Arab, ia disebutkan sebagai Al-Mayyit yaitu merujuk kepada jenazah bagi orang yang telah meninggal dunia dalam keadaan Islam. Bahwa menguburkan jenazah merupakan fardu kifayah, bila memungkinkan jenazah itu dikubur.

Jika tidak memungkinkan untuk jenazah itu dikuburkan, seperti halnya apabila mendaratkan di suatu tempat yang memungkinkan untuk menguburnya di tempat terebut sebelum baunya berubah, maka hendaklah ia diikat dengan sesuatu benda yang berat lalu dijatuhkan ke dalam air. Ketika memungkinkan untuk dikuburkan, maka hendaklah ia digalikan lubang di tanah.

Argumentasi Imam Mazhab


Imam Syafi’i berkata: kewajiban atas orang-orang yang masih hidup untuk mengurus jenazah mulai dan memandikan, menyalatkannya serta menguburkan. Tidak ada kelonggaran bagi mereka semua untuk meninggalkan hal-hal tersebut. Apabila pekerjaan-pekerjaan itu telah dilaksanakan oleh orang yang memiliki kecakapan, maka hal itu telah cukup.

Perlu diketahui, ukuran minimal kedalaman kuburan sebatas dapat mencegah terciumnya bau jenazah dan mencegah kemungkinan dibongkar oleh binatang buas. Sedangkan selebihnya dari itu terdapat rincian-rincian pendapat dari berbagai mazhab. Dan, ukuran minimal panjangnya adalah sebatas cukup untuk si mayit dan orang yang mengurus penguburannya.

Syahdan. Memindahkan mayit dari tempat meninggalnya ke tempat yang lain sebelum dikuburkan dan setelah dikuburkan mempunyai tanggapan daripada imam-imam mazhab, khususnya Imam As-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Abdurrahman Al-Jaziri, dalam Fiqih Empat Mazhab mengatakan, Syafi’iyah berpendapat bahwa memindahkan mayit sebelum dikuburkan dari tempat meninggalnya ke tempat lain hukumnya haram, sekalipun bau mayit itu dijamin tidak berubah, kecuali apabila mereka biasa menguburkan mayat-mayat di luar daerah mereka.

Yang dikecualikan dari itu adalah orang yang meninggal di daerah dekat Mekah atau Madinah Munawwaroh atau Bait al-Maqdis, atau di dekat kuburan orang-orang shaleh, maka ia sunnat dipindahkan ke tempat tersebut bila baunya tidak dikhawatirkarkan berubah.

Lalu, bila dikhawatirkan berubah, maka haram dipindahkan. Ini semua dilakukan apabila pemandian, pengkafanan dan penyembahyangan mayat itu telah sempurna dilakukan di tempat meninggalnya. Sedangkan sebelum dilakukan itu haram secara mutlak. Demikian juga haram dipindahkan setelah dikuburkan, kecuali karena darurat, seperti orang yang dikuburkan di tanah ghashab dan pemiliknya minta agar dipindah, maka ia boleh dipindahkan.

Tentu saja, hal ini didasarkan kepada ayat al-Qur’an surat Al-Isra/17: 70, Allah SWT berfirman:

وَلَـقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْۤ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا

Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (QS. Al-Isra’ [17]: 70).

Berbeda dengan Hanabilah berpendapat bahwa, memindahkan mayit dari tempat meninggalnya ke tempat yang jauh pun tidak apa-apa dengan syarat pemindahan itu dilakukan karena tujuan yang benar, misalnya ia dipindahkan ke tanah yang terhormat untuk dimakamkan di sana, atau dengan tujuan untuk dikuburkan di dekat seorang yang shaleh, dan dengan syarat bau mayit itu dijamin tidak berubah. Tidak ada perbedaan dalam hal ini apakah pemindahan itu dilakukan sebelum penguburan ataupun setelahnya.

Bolehnya memindahkan mayit


Boleh dipindahkan dengan beberapa syarat. Pertama, jenazah orang Islam yang dikuburkan dengan tidak dimandikan (padahal ia mati biasa, bukan syahid). Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. yang berbunyi :

عن شريح بن عبيد الحضرمى قال إن رجالا قبروا صاحبا لهم لم يغسلوا ولم يجدوا له كفنا ثم لقوا معاذ بن جبل فاخبروه فامرهم ان يخرجوه فاخرخوه من قبرو ثم غسل وكفنا وحنط ثم صلى عليه (رواه سعيد بن منصور).

Artinya: “Dari Syurayh bin Ubayd al- Hadrammy berkata : Bahwasanya ada beberapa orang laki-laki menguburkan sahabat-sahabat mereka yang belum dimandikannya dan mereka tidak memperoleh kain kafan baginya, lalu mereka menemui Mu’adz bin Jabal dan mengabarkan hal itu. Maka Mua’dz menyuruh mereka mengeluarkan jenazah itu dari kuburnya, lalu dimandikan dan dikafani dan diberi obat kemudian dishalatkan atasnya.” (HR. Sa’id bin Mansur).

Kedua, jenazah orang Islam dikuburkan tidak dengan kafan (padahal ia mati biasa). Ini diperkuat oleh sabda Nabi Saw.:

عن جابر بن عبدالله رضي الله عنه قال: أتى النبي صلى الله عليه وسلم عبد الله بن أبي بعد ما دفن فاخرجه فنفث فيه من ربقه والبسه قميصه (رواه البخارى).

Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah Ra. berkata : Nabi Saw datang kepada Abdullah bin Ubayya sesudah Abdullah dikubur, maka Nabi Saw. mengeluarkan dari kuburannya, lalu beliau menghembuskan pada Abdullah bin Ubayya itu air liurnya dan memakaikannya baju gamis milik beliau.” (HR. Bukhari).

Ketiga, Jenazah muslim dikuburkan tidak menghadap kiblat. Keempat, jenazah muslim dikuburkan ditanah rampasan, sedang yang punya barang minta dikeluarkan. Kelima, jenazah muslim dikuburkan dengan kain kafan rampasan, sedang yang punya barang minta dikembalikan. Keenan, jenazah muslim dikuburkan terdapat barang yang terbawa sedang barang tersebut sangat berharga.

Dari sini sudah jelas bahwa, disamping tata cara pemakaman (sudah dimandikan, dikafani dan dihadapkan kearah kiblat), terdapat beberapa alasan yang berkenaan dengan pemakaian tanah dan kafan yang tidak halal seperti, jenazah yang ditanam di tanah ghasab atau masih dimungkinkan dituntut hak syuf’ah. Wallahu a’lam bisshawaab.

Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال