Model Penelitian Harald Motzki Tentang Hadis

Penulis: Roma Wijaya*

KULIAHALISLAM.COM - Perkembangan khazanah pengetahuan tentang Keislaman semakin mengalami pertumbuhan pesat. Berbagai objek kajian telah diteliti oleh para cendekia dan peneliti tentang kajian-kajian Keislaman. Tak khayal, semua sarjana, baik sarjana Timur maupun Barat saat ini terus melakukan berbagai penelitian studi-studi Islam.


Sebenarnya ketika terjadi peperangan dan juga pertemuan antara Muslim dan Kristen mulai satu sama lain mengeluarkan paham- paham keagamaan mereka masing-masing sampai mereka berani mempelajari agama lain, sarjana Muslim mempelajari paham Barat (oksidentalis) dan begitu juga sarjana Barat mempelajari bahkan membuat karya tentang Keislaman yang kita tahu disebut sebagai Orientalis. 

Kedua term oksidentalis dan orientalis menjadi bahan perbincangan pada era kontemporer ini. Dalam bukunya Al-Makin berjudul “Antara Timur dan Barat” dijelaskan tentang problematika term keduanya. 

Obyek kajian yang diteliti oleh sarjana Barat terhadap Islam, salah satunya tentang hadis. Mereka masih berpikiran dalam pemahamannya bahwa hadis tidak ada yang benar atau sahih sebagaimana pendapat dari Ignaz Goldzhiher. Para Orientalis mengkaji studi Islam salah satunya adalah hadis dengan berbagai tujuan, ada sarjana yang ingin membantu Muslim dalam wawasan hadis, namun ada juga yang memiliki sikap skeptis atau bahkan sampai ingin merusak ajaran Islam. 

Harald Motzki merupakan orientalis bisa dikatakan sebagai pembantu sarjana Muslim, karena beliau membantah teori-teori dari orientalis terdahulu seperti Ignaz Goldzhiher dan Schacht. Motzki mencoba untuk merekontruksi bagaimana sejarah hukum Islam berkembang di Mekkah sebelum masa klasik. Dalam penelitiannya Motzki menggunakan pendekatan traditional-historical.

Biografi Singkat Harald Motzki

Harald Motzki  adalah seorang orientalis yang menjadi guru besar dan dosen tetap di Universitas Nijmegen Belanda. Harald Motzki mendapatkan gelar Ph.D dari University of Bonn dalam bidang Studi Islam pada tahun 1978. Beliau juga dikenal sebagai sosok sarjana studi Islam yang concern  terhadap kajian hadis serta Guru Besar Hadis sekaligus Profesor di Institute Bahasa dan Budaya dari Timur Tengah yang ingin mengkaji Timur secara objektif. Sejarah menjadi analisisnya dalam meneliti studi Islam termasuk meneliti hadis Nabi.

Kritik Terhadap G.H.A. Juynboll dan Joseph Schacht

Harald Motzki menyatakan bahwa untuk mengkaji jalur tunggal di bawah common link  sering terjadi pada generasi ketiga dan keempat hijriah dibutuhkan penelitian serta ketelitian  dalam interpretasi persoalan tersebut. Juynboll tidak mengetahui bahwa satu jalur pada bagian bawah isnad tidak menjelaskan fenomena common link. 

Asumsi bahwa Juynboll mengatakan persoalan tersebut sering terjadi pada generasi setelah thabaqat tabi’in, namun menurut Motzki dapat juga terjadi di antara masa-masa pertama hijriah dan 20 tahun pertama pada abad kedua hijriah.

Kemudian, Motzki membedakan makna common link Juynboll dengan dirinya sendiri. Menurutnya common link bukanlah pemalsu hadis, tetapi common link adalah penghimpun hadis/collector. Namun, apabila terdapat data-data yang menyatakan kepalsuanya terhadap hadis, maka bisa dikatakan sebagai pemalsu hadis/common link. Hal inilah yang membedakan antara Motzki dan Juynboll. 

Dari teori common link Juynboll, Motzki mengembangkan teori tentang satu jalur (single strand), yaitu sebagai berikut:

1. Jalur tunggal tidak harus berarti hanya satu jalur periwayatan.

2. Common link hanya menerima hadis yang dianggap paling diketahui kesahihannya dan paling otoriatif.

3. Common link belum menerima versi lain, dikarenakan beberapa hal, misal versi hadisnya tidak sampai kepada common link dan tempat versi hadis tidak dekat dengan kediaman common link. Jadi dia belum sempat terkumpul.

Harald Motzki mengkritik teori Schacht yang mengatakan bahwa sejarah munculnya hukum Islam dalam artian hadis tidak berperan penting pada awal abad pertama. Hal ini dikarenakan teks-teks terdahulu tidak menggunakan acuan hadis sebagai landasannya, seperti surat Hasan Bashri (w. 110/728) yang terkenal pada era Khalifah Bani Umayyah ‘Abd al-Malik ibn Marwan.

Hasan Bashri mengingatkan sang Khalifah agar tidak mengikuti ajaran Jabariyah dalam teologi, karena sama sekali tidak mengutip Hadis sebagai bagian dari argumennya. Motzki berpendapat bahwa Alqur’an dan Hadis telah dipelajari sejak abad kedua hijriah bahkan pada zaman Nabi Muhammad SAW.  

Motzki juga dalam karyanya the Origins Islamic of Jurisprudence merupakan studi penting tentang kitab koleksi hadis pra-muwatha’ yang bertujuan untuk menyingkap pemanfaatan primitif hadis oleh para ulama generasi awal.

Metode Penelitian Hadis Harald Motzki

Dari data yang ada, Harald Motzki tidak secara ekplisit menyebutkan langkah-langkah penelitiannya terhadap hadis, namun di sini saya mencoba merangkumnya dari hasil pembacaan buku-buku tentang hal model penelitian hadisnya, yaitu:

1. Meletakkan dating, yakni menentukan asal – muasal dan umur terhadap sumber sejarah yang merupakan salah satu substansi penelitian sejarah.  Apabila dalam proses dating terdapat kesalahan atau terbukti tidak valid, maka seluruh premis teori dan kesimpulan yang dibangun atas dasar sumber sejarah tersebut menjadi roboh (colleps).

2. Tidak melakukan penelitian secara keseluruhan hadis-hadis yang terdapat dalam sumber primernya. Namun, ia menggunakan metode sampling, yaitu hanya mengambil beberapa hadis saja yang mewakilinya. Hal ini dilakukan karena untuk mencegah terjadinya kekeliruan generalisasi dari sampel ke populasi. Sebagai contoh ia telah meneliti hadis-hadis yang terdapat dalam kitab musannaf ‘Abd al – Razzaq sebanyak 3810 hadis dari keseluruhannya berjumlah 21033 hadis.

3. Kemudian Motzki menganalisis dengan menggunakan metode isnad cum analisis dengan pendekatan traditional – historical, yaitu sebuah metode yang menggunakan data – data sumber awal dari kompilasi yang ada. 

Pendekatan tersebut dijadikan sebagai alat untuk menganalisis dan menguji materi – materi dari perawi. Oleh karena itu, penelitian struktur periwayatan yang dilakukannya memberikan kesimpulan bahwa materi – materi yang diletakkan atas nama empat tokoh sebagai sumber utamanya adalah sumber yang otentik, bukan penisbatan fiktif yang direkayasa.

4. Terkait dengan materi periwayat hadis, Motzki memberikan teori external criteria dan formal criteria of authenticity sebagai alat analisanya. Keduanya adalah dua analisis yang dihasilkan setelah meneliti penyandaran rawi (transformasi ilmu). 

Misalnya riwayat Ibnu Jurayz kepada ‘Ata disebut external criteria of authenticity. Kemudian, Motzki membaginya kepada dua bagian. Yaitu Magnitude (banyak sanad dan penyebarannya) dan Genre adalah gaya atau sytle penyampaiannya1. 

Kesimpulan

Harald Motzki merupakan salah satu Orientalis yang membela hadis. Pendekatan historis menjadi analisis dalam penelitiannya serta digunakan untuk mengkritik para pencela hadis. Motzki melihat para Orientalis yang menolak hadis, terutama kepada Schacht sangat mengkritik bahwa ia menyimpulkan salah terkait keberadaan hadis pada masa awal, ia hanya melihat beberapa teks-teks yang tidak berlandaskan hadis sebagai acuannya. Harald Motzki juga dalam meneliti hadis menggunakan metode traditional-historical, dimana teks-teks kuno menjadi acuannya dalam memberikan dating.

*) Roma Wijaya adalah dosen yang bekerja di Perguruan Tinggi Islam Syubbanul Wathon Magelang pada program studi Al-Qur'an dan Tafsir. Roma telah menulis beberapa artikel jurnal yang telah terindeks secara nasional dan tulisan di media online, serta berpartisipasi dalam beberapa konferensi internasional sebagai panelis.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال