Para Syuhada Tetap Hidup Disisi Tuhan-Nya


Syahid berasal dari kata “Syuhud”, kata kerjanya “Syahida-yasyhadu” artinya orang yang menyaksikan. Kata Syahid juga berati orang yang sangat terpercaya kesaksiannya dan orang yang tidak tersembunyi dari pengetahuannya. Dinamakan Syahid karena yang bersangkutan melakukan kesaksian terhadap kebenaran (al-haqq) dalam urusan Allah. Mengenai Syahid ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Imran ayat 169 dan 170;

وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Arab-Latin: Wa lā taḥsabannallażīna qutilụ fī sabīlillāhi amwātā, bal aḥyā`un 'inda rabbihim yurzaqụn. Artinya: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (169).

فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا۟ بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

 

Arab-Latin: Fariḥīna bimā ātāhumullāhu min faḍlihī wa yastabsyirụna billażīna lam yal-ḥaqụ bihim min khalfihim allā khaufun 'alaihim wa lā hum yaḥzanụn. Artinya: Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (170).

Q.S Al-Imran 165-170 Dalam Tafsir Al-Maraghi

Menurut Imam Mustafa Al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi Jilid 3 disebutkan bahwa Dalam kelompok ayat ini, Allah menuturkan hal-hal yang bisa membuat orang-orang senang melakukan Jihad Fi-Sabililah. Untuk itu Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang gugur di medan perang dalam rangka Fi-sabili ‘l-Lah adalah mati syahid. Mereka hidup disisi Tuhannya. Allah mengkhususkan mereka berada di tempat yang terdekat dengan-Nya dan dimuliakan-Nya. Kemudian Allah menghanugrahi mereka berbagai macam rezeki yang paling baik lalu mendudukan mereka di tempat yang bergelimang kebahagiaan.

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis bersama jama’ah lainnya dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah Muhammad Shallallahu Alahi Wasallam bersabda : “ Takala saudara-saudaramu gugur di Perang Uhud, Allah menjadikan ruh-ruh mereka berada di dalam perut burung hijau. Burung itu mendatangi sungai-sungai di surga, makan buah-buahan surga dan tinggal di lampu-lamu yang terbuat dari emas yang tergantung di bawah naungan ‘Arasy. Takala mereka menjumpai makanan dan minuman mereka yang serba baik dan tempat peristirahatan yang baik pula, mereka berkata ; ‘ Alangkah baiknya seandainya saudara-saudara kami mengetahui apa yang dilakukan oleh Allah kepada kami’. Kemudian Allah menjawab ; ‘ Akulah yang menyampaikan kepada mereka dari kalian’. Lalu turunlah ayat ini.

وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا

Arab-Latin: Wa lā taḥsabannallażīna qutilụ fī sabīlillāhi amwātā. Maksudnya ayat ini adalah ; “ Jangan engkau sekali-sekali mendengar, mempercayai perkataan orang-orang Munafik yaitu orang yang mengingkari hari berbangkit atau meragukan hal itu karenanya, mereka lebih memilih kehidupan duniawi dariapada kehidupan akhirat. Orang-orang Munafik menyatakan orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati dan tidak bisa hidup lagi.Sesungguhnya kehidupan yang ditetapkan dalam Al-Qur’an adalah mengenai para Syuhada itu adalah kehidupan gaib. Kita tidak mengetahui hakikatnya.

فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ

Arab-Latin ; Fariḥīna bimā ātāhumullāhu min faḍlihī. Maksudnya adalah mereka bergembira karena mendapatkan kemuliaan Syahadah (kesyahidan); dapat mengenyam kenikmatan dengan segara, berada dekat dengan Tuhan-Nya dan berhasil meraih kehidupan yanga abdi yang penuh kebahagiaan abadi pula.

Siapa Saja Yang Digolongkan Sebagai Syuhada ?

Berdasarkan Hadis Nabi Muhammad Shallallahu alahi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud dan Imam An-Nasa’I,  selain syahid karena gugur dalam peperangan melawan orang-orang kafir, syahid ada tujuh macam yaitu orang yang mati karena penyakit Ta’un (wabah), mati tenggelam, mati karena penyakit, mati karena kebakaran, karena tertimpa bencana dan perempuan yang meninggal karena melahirkan.

Imam At-Rirmizi menyebutkan yang termasuk dalam syahid adalah orang yang meninggal karena mempertahankan hartanya, mempertahankan darahnya dan mempertahankan keluarganya. Mereka itu disebut Syuhada (orang-orang mati syahid). Ulama Fiqih (Fuqaha) membagi Syahid menjadi tiga golongan yaitu syahid dunia-akhirat, syahid akhirat dan syahid dunia.

Dalam Ensiklopedia Islam disebutkan, syahid dunia-akhirat adalah syahid dalam peperangan melawan orang kafir untuk membela dan menegakan agama Islam. Bagi mereka berlaku ketentuan khusus dalam penyelanggaran jenazahnya. Ketentuan khusus yang dimaksud terdapat dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Jabir bin Abdullah radiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, mengkafani dua jenazah syahid pada Perang Uhud dalam, kemudian menganjukan agar yang lebih banyak menghafal Al-Qur’an dimasukan lebih dahulu ke dalam lahad. Mereka tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.

Para Fuqaha (Ulama Ahli Fiqih) mengambil pandangan hukum dari hadis tersebut. Ada Ulama berpendapat boleh mengkafani dua jenazah dalam satu kafan dibatasi antara keduanya atau tidak. Akan tetapi kebanyakan Ulama berpendapat masing-masing jenazah dikafani, kemudian dikafani lagi dengan menggabungkan jenazah tersebut. Selanjutnya, dianjurkan meletakan jenazah yang mempunyai kelebihan di masa hidupnya seperti penghafal Al-Qur’an, diletakan lebih dahulu di dalam lahad.

Kemudian, boleh menguburkan beberapa jenazah dalam satu kuburan. Hal ini ditambah dari keterangan Hadis lain seperti yang diriwayatkan oleh Ashab as-Sunan (Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasa’I dan Sunan At-Tirmidzi) bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam agar memperluas liang lahad untuk para jenazah syahid perang Uhud dan memakamkan dua jenazah serta satu orang lagi dalam kubur.

Selanjutnya, jenazah syahid tidak dimandikan, ini pendapat mayoritas Ulama. Sebagimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin Abdullah radiallahu anhu mengenai penyelenggaran jenazah para syuhada perang Uhud bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam berasabda: “ Jangan kamu mandikan mereka, karena setiap luka atau tetesan darah akan menyebarkan bau semerbak katsuri pada hari kiamat”.

Selanjutnya, jenazah syahid tidak dishalatkan, namun sebagian Ulama berpendapat harus dishalatkan berdasarkan Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Uqabah bin Amir bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, menshalatkan para syuhada Perang Uhud delapan tahun kemudian.

Syahid Akhirat adalah seorang Muslim yang tewas secara teraniyaya tetapi bukan mati dalam perang dan mempertahankan agama Islam. Mereka akan mendapat pahala syahid di akhirat tetapi jenazah mereka di dunia diperlakukan sebaimana jenazah biasanya. Syahid dunia adalah seorang Muslim yang tewas dalam perang melawan orang kafir. Ia berada dalam barisan kaum Muslimin tetapi niatnya tidak ikhlas menegakan agama Islam. Jenazah yang ini diperlakukan sama dengan syahid dunia-akhirat tetapi di akhirat golongan ini mendapat dosa dan azab dari Allah. SEKIAN-.

 

 

 

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال