Epistemologi dalam Polemik Kebijakan Penutupan Fitur Online Shop Di Platform TikTok


Penulis : Salman Al Farisi*

Pendahuluan

Hangat diperbincangkan di kalangan muda maupun tua, atas kebijakan baru yang telah terlaksana dari pemerintah yang menutup toko online yang ada di aplikasi TikTok. Sebelumnya, fitur ini adalah merupakan fitur social commerce yang memungkinkan pengguna dan kreator untuk mempromosikan serta menjual produknya melalui Tiktok. Hal ini sangat digandrungi oleh masyarakat, khususnya gen Z, karena mekanisme yang lebih mudah daripada platform sebelah, baik bagi penjual dan pembeli terlebih apabila penjual sering melakukan live di Tiktok. Juga karena adanya diskon yang banyak namun tidak mengurangi kualitas barang yang dijual.

Dilansir dari Liputan6.com Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, resmi melarang TikTok Shop menjadi sarana transaksi jual beli (berdagang) di Indonesia. Keputusan itu, tertuang dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang diperoleh dari revisi Permendag 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Menanggapi tersebut, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mengapresiasi kebijakan tersebut. Menurut HIPPI, hal itu tepat untuk melindungi pengusaha khususnya pelaku UMKM dan pedagang pasar yang berjualan di toko dan ruko, khususnya di pasar Tanah Abang.

“Kebijakan tersebut sejatinya menyelamatkan pengusaha khususnya pelaku UMKM dan pedagang, dari gempuran produk luar negeri yang masuk ke Indonesia,” Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HIPPI DKI Jakarta, Uchy Hardiman melalui keterangan diterima, Kamis (28/9/2023). (https://www.liputan6.com/bisnis/read/5414685/tiktok-shop-resmi-tutup-tak-bisa-lagi-diakses)

Kebijakan ini menuai pro dan kontra di kalangan penggunanya atau yang bukan. Bahkan sampai mereka mengkritik dengan kasar di sosial media, mengeluhkannya dan lain-lain. Namun juga ada yang pasrah atas kebijakan tersebut. Dari sini kami ingin membahas reaksi masyarakat, baik yang pro atau kontra dari kacamata filsafat. Karena banyak di zaman ini orang bertindak secara gegabah tanpa berpikir dengan matang sehingga mengakibatkan masalah lain, baik bagi dirinya atau bagi orang lain.

Hasil analisa penulis, ada sebagian oknum masyarakat yang belum sepenuhnya paham atas seluk-beluk dari kebijakan ini, baik awal mula kebijakan ini dicanangkan, proses pengajuan dan pengesahan bahkan latar belakang kebijakan tersebut. 

Epistemologi

Dalam kacamata filsafat, disebutkan beberapa cara berpikir filsafat; yaitu pemikiran yang bersifat deskriptif, kritis, analisis dan evaluatif. Dari sini penulis yakin bahwa tidak semua orang melakukan tahapan ini dalam menanggapi permasalahan diatas. Sebagian orang tentu tidak mengetahui duduk kebijakan pemerintah itu, tidak menerima segala sesuatu dengan begitu saja dengan melihat masalah itu dengan sepintas, tidak melakukan pengulasan dan kajian yang matang, tidak benar benar beniat untuk menyuarakan atau menilai kebijakan tersebut dengan cara yang benar. 

Terbukti dengan banyaknya hoax berantai melalui sosial media, yang disampaikan berulang-ulang sehingga mendorong manusia untuk mempercayai berita itu tanpa adanya cek ulang, disebutkan bahwa terdapat 800.000 situs penyebar di Indonesia pada saat ini. (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/12/12/p0uuby257-ada-800000-situs-penyebar-hoax-di-indonesia) Untuk menghindari hal hal seperti ini butuh berpikir secara matang, seperti pemikiran epistemologi yang menuntun kita berpikir dengan runtut dan sistematis.

Dalam perspektif filsafat epistemologi, kita diarahakan pada cara berpikir yang bersifat menyelidiki pada asal, metode, batasan pengetahuan dan validitas pengetahuan. Terdapat 4 macam pengetahuan dalam cabang ini, yang dalam masalah polemik penutupan Tiktok shop kami kategorikan pada “pengetahuan ilmiah” yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan metodelogi yang khas pula, artinya metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan di antara ahli yang sejenis. Kebenaran yang terkandung dalam pengetahaun ilmiah bersifat relatif, karena kandungan kebenaran jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi dan diperkaya dengan penemuan yang paling mutakhir. (Juwaini, Filsafati Islam: Tokoh Dan Pemikiran, 1st ed., vol. 1 (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2023), 20.)

Juga disebutkan bahwa terdapat dua macam pembagian epistemologi secara ringkas, yaitu apriori, yang berarti pengetahuan yang terjadi tanpa adanya ataulu melalui pengetahuan. Dan yang kedua, aposteriori, yang berarti pengetahuan yang terjadi karena pengalaman.

Lebih lanjut, Menurut John Hospers terdapat 6 macam alat untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:

1. Pengalaman Indra (sense experiment)

2. Nalar (reason)

3. Otoritas (authority)

4. Intuisi (intuition)

5. Wahyu (revelation)

6. Keyakinan (faith)

Pengetahuan didapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif. Jika kesan-kesan subyektif dianggap sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya gambaran-gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Segala pengetahuan dimulai dengan gambaran-gambaran indrawi. Gambaran-gambaran itu kemudian ditingkatkan hingga  sampai kepada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan intuitif. Rasioanlitas menutun pada kesimpulan-kesimpulan. Dan intuitif akan mengarah pada dasar dasar insting manusia. (Soedarsono, Ilmu filsafat: suatu pengantar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), 139.)

Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa menggali pengetahuan tidaklah cukup dari satu metode saja, namun perlu adanya kolaborasi antara satu metode dengan metode yang lainnya. Penggunaan pemikiran ini dalam pro dan kontra kali ini pastinya akan mengurangi orang-orang yang memperkeruh keadaaan, baik itu dari netizen ataupun pedagang Tanah Abang yang bahkan baru-baru ini meminta aplikasi Lazada dan Tokopedia di tutup jua.

Teori Kebenaran  Inherensi

Teori ini adalah salah satu dari teori-teori kebenaran yang dikemukakan para filsuf, teori yang memandang bahwa suatu proposisi memiliki kebenaran apabila memiliki akibat atau konsekuensi yang bermanfaat atau dapat dipergunakan. (Soedarsono, 146.)

Mengacu pada teori ini, dapat dikritisi apa manfaat sesungguhnya dari desakan-desakan para pedagang Tanah Abang, kebijakan pemerintah, komentar-komentar netizen baik yang pro maupun kontra tentang masalah ini. Bagi Sebagian Tindakan mungkin menghasilkan sebuah manfaat, namun apa harga yang perlu dibayar? Apakah manfaat tersebut sebandinga dengan bahaya atau akibat yang disebabkannya? Tidak hanya adanya manfaat yang perlu kita tilik, namun apa yang menjadi ganti dari manfaat tersebut. 

Penulis yakin menolak marabahaya lebih didahulukan daripada meraih manfaat. Hal ini selaras dengan ajaran-ajaran dalam ilmu ushul fiqh yang menuntut sesorang menimbang dan berpikir sebelum bertindak agar memperoleh pengetahuan yang sempurna.

Kesimpulan penulis, peran epistemologi merupakan suatu yang tidak bisa dianggap remeh. Karena dengannya dapat menuntun pada pengetahuan yang paripurna atau mendekati, dan pengetahuan yang paripurna menuntun kita pada kebenaran yang sejati. Semua ini merupakan usaha bagi seorang manusia yang taat pada Tuhan YME dan norma-norma sosial. 

*) Mahasiswa semester 1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang sedang  menempuh pendidikan di UIN Sunan Ampel Surabaya

Editor: Adis Setiawan

Daftar Pustaka 

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/12/12/p0uuby257-ada-800000-situs-penyebar-hoax-di-indonesia

https://www.liputan6.com/bisnis/read/5414685/tiktok-shop-resmi-tutup-tak-bisa-lagi-diakses

Juwaini. Filsafati Islam: Tokoh Dan Pemikiran. 1st ed. Vol. 1. Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2023.

Soedarsono. Ilmu filsafat: suatu pengantar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال