Metode Mengambil Keputusan Perspektif Filsafat Suhrawardi


Penulis: Baharudin Chabib Chakim*


Seperti yang kita ketahui banyak orang plin-plan dalam mengambil sebuah keputusan. Banyak dari mereka bingung, bahkan perlu berdiskusi didalam mengambil sebuah keputusan. 

Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Suhrawardi, seorang filsuf dari agama Islam, dimana dia mengambil sebuah keputusan hanya dengan sendirinya, tanpa memikirkan pandangan dari orang lain. 

Jika kita ketahui setiap keputusan pasti mengandung kelebihan dan kekurangannya masing-masing, maka dari itu perlu untuk berdialektika dalam mengambil sebuah keputusan, agar kita tahu apa saja kekurangan dari keputusan yang kita buat. 

Jika kita menganalisis kekurangan dari keputusan kita, jarang dari kita bisa menemukan kekurangan itu. Hal ini dikarenakan banyak dari kita selalu menilai bahwa keputusan kita yang terbaik.

Akan tetapi berbeda dengan yang dilakukan Suhrawardi. Ia tidak pernah berdiskusi dalam mengambil suatu keputusan. Hal ini dilakukan karena dia memiliki metode berpikirnya sendiri. 

Bahkan didalam teori filsafat Suhrawardi terdapat metode mendapatkan ilmu pengetahuan. Hal ini dilakukan karena agar tidak timbul dualogis salah dan benar. 

Jika suatu keputusan di sandarkan hanya kepada satu orang, maka keputusan itu akan di anggap benar. Menurut Suhrawardi sendiri untuk mengambil sebuah keputusan memerlukan beberapa tahapan. 

Pertama, melakukan aktivitas-aktivitas spiritual, seperti; mengasingkan diri selama 40 hari, berhenti makan daging, berkonsentrasi untuk menerima nur Ilahi. 

Melalui aktivitas-aktivitas seperti ini, Suhrawardi disebut sebagai bagian ‘cahaya Tuhan’. Dengan demikian tahap ini terdiri dari tiga bagian; (1) aktivitas tertentu, (2) kondisi dimana seseorang menyadari nalar intuisinya sendiri sampai mendapatkan kilatan cahaya keTuhanan, (3) ilham.

Kedua, Tahap penerimaan cahaya, dimana cahaya Tuhan memasuki diri manusia. Hal ini merupakan hasil dari tahap awal, dimana cahaya-cahaya tersebut berperan sebagai pengetahuan sebenarnya yang diperoleh. 

Ketiga, tahap pembangunan pengetahuan yang valid dikarenakan analisis diskursif. Hal ini dapat dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman, meskipun pengalaman tersebut telah berakhir, tetapi dari beberapa pengalaman dapat diambil sebuah pelajaran, untuk mempertimbangkan sebuah keputusan. 

Keempat, tahap pelukisan atau dokumentasi dalam bentuk tulisan yang kemudian terbentuk sebuah karya, dari tulisan inilah orang lain dapat mempelajari setiap langkah-langkah dalam mempertimbangkan.

Dengan demikian perolehan ilmu pengetahuan bukan hanya dari nalar intuitif saja, melainkan rasio juga. Bahkan Suhrawardi juga menggabungkan keduanya, metode intuitif dan diskursif. 

Intuitif merupakan suatu kemampuan dimana yang digunakan ketika rasio sudah tidak dapat digunakan untuk meraih sesuatu, maka hasilnya akan terbentuk sebuah keputusan yang terpercaya.

Sedang kemampuan rasio adalah kemampuan untuk menjelaskan secara logis pengalaman-pengalaman spiritual yang dijalani dalam proses penerimaan pengetahuan.

Dengan demikian Suhrawardi tidak perlu berdiskusi didalam mengambil sebuah keputusan. Meskipun begitu banyak sekali orang merasa bahwa metode ini merupakan metode yang mustahil untuk dilakukan. 

Jika dirasionalkan tidak mungkin seseorang melakukan semua hal sendirian. Mengingat bahwa manusia adalah mahluk sosial. Bahkan diakhir hayat Suhrawardi pun meninggal dikarenakan dibunuh. 

Jika kita telusuri Suhrawardi memiliki sebuah julukan yaitu Al Maqtul yang berarti yang terbunuh. Terbunuhnya Suhrawardi pun terbilang sangat aneh, dikarenakan ia meninggal sebab terlalu pintar. 

Sehingga menimbulkan iri antara ilmuan-ilmuan lain. Banyak sekali ilmuan kalah jika berdebat dengan Suhrawardi.

Teori pengetahuan Suhrawardi yang telah banyak mengalami direkonstruksi itu sendiri atas pertimbangan-pertimbangan intuitif dan apa yang telah dinilai sebagai proses ganda iluminasi, yang juga berfungsi sebagai landasan bagi rekontruksi ilmu yang kuat dan shahih. 

Metodologi ini juga merupakan basis Suhrawardi dalam mengonsep tentang ilmu pengetahuan dan kehadiran. Pengetahuan tentang diri sendiri merupakan unsur dasar dari teori iluminasionis. 

Bagi Suhrawardi, ini merupakan pengetahuan yang lebih tinggi dari pada ilmu yang diperoleh para filsuf peripatetik, bagi kaum peripatetik pengetahuan pada dasarnya ditetapkan oleh sejenis hubungan dengan akal aktif setelah pemisahan atau perceraian awal. 

Suhrawardi menentang sengit gagasan itu seraya berpendapat bahwa kesatuan hanya dapat diperoleh oleh orang yang telah melakukan tindakan realisasi diri.

Metode Suhrawardi dalam menentukan keputusan melalui modus khusus persepsi yang didasarkan pada pengetahuan intuitif, dikatakan lebih tinggi dan lebih mendasar, dari pada pengetahuan predikatif. 

Jadi pengalaman sendiri yang akan menentukan keabsahan keputusan itu sendiri. Dengan demikian tujuan akhir iluminasi, menurut Suhrawardi ialah menjadikan manusia masuk kedalam jajaran alam malaikat yang meliputi hakikat dan makrifat tentang Allah, menguasai ilmu Allah, dan dapat merainya sebelum kemunculannya ke alam lain.

Dengan demikian patokan menentukan keputusan Suhrawardi adalah pengalaman yang disatukan dengan nalar intuisi. Hal ini juga berhubungan dengan filsafat Suhrawardi Iluminasi, yang menjelaskan tentang sumber-sumber ilmu yaitu Tuhan.

Dengan pendekatan spiritual inilah tuhan akan memberikan ilham kepada hambanya dalam menentukan sebuah keputusan. Maka Suhrawardi menggunakan pendekatan spiritual dalam menentukan sebuah keputusan.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال