Kedudukan Filsafat di Dalam Agama Perspektif Ibnu Rusyd


Penulis: Muhammad Syamsuddin*

Jika kita melihat dengan keadaan masyarakat, banyak sekali dari mereka ketika bertanya kepada mahasiswa dengan program studi filsafat. Mereka langsung memberikan doktrin-doktrin seperti “jangan masuk filsafat nanti bisa-bisa murtad.” 

Dogma-dogma inilah yang seharusnya dihilangkan. Padahal isi dari Filsafat bukan hanya tentang agama. Menurut Ibnu Rusyd Filsafat dan Agama seharusnya dijalankan secara beriringan.

Hal ini dikarenakan menurutnya, al-quran juga memerintahkan agar setiap manusia berfilsafat. Salah-satu ayat yang memerintahkan berfilsafat adalah Surat Al Israh ayat 84 yang artinya

“Katakanlah wahai (Muhammad), setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing, maka Tuhanmu yang lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”

Dari ayat tersebut mangajarkan bahwasannya setiap orang diperintahkan untuk berfilsafat secara mendalam. Tujuan dari agama pada dasarnya dalah mencari kebenaran, selanjutnya adalah fungsi akal digunakan. 

Akal digunakan untuk memberikan petunjuk kepada manusia untuk membedakan yang benar dan yang salah. Dari sini perlu dipahami bahwa Alquran lah yang memerintahkan kepada kita agar berfilsafat, dan apabila ada yat al-quran yang melarang untuk berfilsafat maka ayat tersebut perlu di tafsirkan secara jelas terlebih dahulu.

Untuk mejelaskan hal ini kepada Masyarakat pada kala itu. Ibnu Rusyd melakukan dua pendekatan yaitu; pendekatan syar’i dan pendekatan rasional. Ibnu Rusyd memiliki keyakinan yang kuat terhadapa upayanya. Ketika para filsof berusaha mempertahankan eksistensinya dari para pemimpin Islam, maka Ibnu Rusyd menyimpulkan cara terbaik adalah dengan cara mendamaikan keduanya.

Pendekatan pertama yang dilakukannya adalah ia berpendapat bahwa filsafat menjelaskan semua wujud, kemudian merenungkan adanya sang pencipta. Selanjutnya Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa apa yang yang telah ada pasti ada penciptanya. Sehingga untuk mengetahui sang pencipta harus terlebih dahulu mengetahui ciptaan dan sunnatullah-nya. Oleh sebab itu Ibnu Rusyd menjelaskan semakin sempurna pengetahuan terhadap ciptaannya, maka semakin sempurna pula pengetahua terhadap sang pencipta.

Pendekatan kedua, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa ayat yang ada didalam al-quran di anggapnya selaras dengan tujuan pemikiran manusia. Dengan itu, Ibnu Rusyd menggunakan itu sebagai dasar pentingnya menggunakan akal pikiran. Hal tersebut memberikan petunjuk secara jelas, agar setiap manusia diwajibkan belajar Filsafat sesuai dengan hukum agama.

Menurut Ibnu Rusyd sendiri terdapat titik temu agama dan filsafat yang merupakan sebuah keniscayaan. Ada tiga asumsi yang menjadi dasar Ibnu Rusyd untuk menggabungkan dua hal tersebut, yaitu:

1. Agama mendorong, serta mampu mengendalikan dalam berfilsafat. Pemikiran ini memiliki keterkaitan dengan pernyataan Muhammad Yusuf Musa, yang menyebutkan karakter Alquran mengajak agar untuk berfilsafat. Terbukti dengan adanya ayat-ayat yang memerintahkan manusia agar melakukan taddabur, merenung, memikirkan alam, serta ayat tentang manusia dan pencipta.

2. Syariat terdapat dua dimensi, yakni dimensi batin dan dimensi lahir. Dimensi lahir untuk di konsumsi para fuqoha, dimansi batin untuk di konsumsi para filsuf.

3. Takwil merupakan suatu keharusan untuk dilakukan, untuk kebaikan syariat dan filsafat.

Hal ini terjadi bukan begitu saja, akan tetapi berkaitan dengan sejarah, sesuai dengan keadaan dimasa itu. Dimana pada masa itu terjadi perdebatan antara integrasi filsafat dan agama. Melalui karyanya Al Ghazali yaitu: Tahafut Al Falafifah-nya dan Ibnu Rusyd Tahafut at Tahafu. Kegigihan Ibnu Rusyd dalam membela Filsafat dengan cara mengomentari karya Al Ghazali Tahafut Al Falasifah. 

Didalam karyanya Ibnu Rusyd menegaskan bahwa agama dan Filsafat sebenarnya tidak bertentangan dan tidak perlu diperdebatkan. Pembelaanya terhadap filsafat tidak bermaksud menjauhkan Masyarakat Muslim terhadap agama. Melainkan mengintegrasikan dan mensinergikan antara agama dan filsafat. Hal ini disebabkan karena terjadi kesalah pahaman antara agama dan filsafat.

Karena hal tersebut Ibnu Rusyd menyebutkan bahwa al-Ghazali telah kaliru dalam memahami syariat agama dan filsafat. Keduanya di ibaratkan saudara sepersusuan dan keduanya bermaksud mencari kebenaran, Cuma berbeda cara yang digunakan saja.

Filsafat pada masa itu sangat berpengaruh dengan pola pikir dunia pada masa itu. Menurutnya tidak ada yang perlu untuk diperdebatkan karena filsafat dan keimanan tidak bertentangan. Didalam Alquran mengandung tentang pencipta beserta segala sesuatu yang berkaitan dengannya. 

Hal ini sesuai dengan tugas filsafat yaitu berpikir lebih dalam mengenai pencipta dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Dengan semua itu dapat disimpulkan bahwa Filsafat tidak pernah bertentangan dengan agama, melainkan Filsafat merasionalkan agama. Jika seseorang tidak mau untuk berfilsafat lalu apa manfaat sang pencipta memberikan akal. Perlu dipahami Fisalfat tidak bermaksud untuk membuat manusia menjadi murtad. Akan tetapi Filsafat menuntut agar manusia menggunakan akalnya sesuai denga isi yang terkandung didalam Alquran. 

Perlu di tanamkan pula bahwa dogma-dogma masyarakat perihal filsafat membuat murtad perlu dihilangkan, dan perlunya Masyarakat memahami dasar-dasar didalam filsafat. Filsafat tidak merusak agama, tapi membongkar untuk memastikan suatu kebenaran.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال