Misi Keadilan Gender Nabi Muhammad SAW dalam Buku Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender


Oleh: Afidatul Khusnah*

KULIAHALISLAM.COM - Dalam ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang mengadvokasi keadilan dan kesetaraan gender. Beliau menekankan pentingnya memperlakukan semua individu, termasuk perempuan, dengan adil dan hormat. Nabi Muhammad SAW memberikan perhatian khusus pada hak-hak perempuan dalam banyak hal, termasuk hak-hak ekonomi, sosial, dan pendidikan.

Beliau juga memperjuangkan perlindungan terhadap perempuan dalam masyarakat dan menentang praktik-praktik yang merendahkan atau mendiskriminasi perempuan. Nabi Muhammad SAW memberikan contoh nyata tentang bagaimana memperlakukan perempuan dengan baik melalui hubungannya dengan istri-istrinya, anak-anak perempuannya, dan perempuan lain dalam masyarakat.

Keadilan gender (genser equality) merupakan upaya menuju selaras, setara, seimbang, dan serasi tanpa adanya diskriminasi diantara keduanya, entah diskriminasi yang diberikan oleh laki-laki ataupun sebaliknya. Dalam Kepmendagri disebutkan kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi setara dalam hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan (Kemendagri, 2003).

Buku ini ditulis oleh Mufidah CH, seorang dosen fakultas syari’ah UIN Malang, dengan buku ini Mufidah bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai pengaruh pengetahuan akan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga islam. Memberikan advokasi pengetahuan mendasar mengenai hubungan setara antara laki-laki dan perempuan.

Pengertian Gender Perspektif Alqur’an

Kata gender tidak secara langsung dituliskan didalam Alqur’an, namun terdapat kata yang dekat pemaknaannya dengan istilah gender. Kata al-rijal dan al-nisa’ didalam Alqur’an dikatakan dekat relasi pemaknaannya dengan gender. 

 Kata al-rajul biasanya digunakan untuk laki-laki yang sudah dewasa, sama maknanya dengan ‘man’ dalam bahasa inggris. Kata rajul tidak hanya mengacu pada jenis kelamin, namun dalam kualifikasi budaya tertentu rajul dapat diartikan sebagai sifat kejantanan (masculinity).

Sebab itu dalam tradisi bahasa Arab, seorang perempuan yang memiliki sifat-sifat masculinity disebut dengan rijlah. Kata al-rijal merupakan bentuk jama’dari kata al-rajul yang menggambarkan kualitas moral dan budaya. Dalam budaya bahasa Arab kata al-rajul memiliki berbagai makna kontruksi sosial laki-laki, meliputi: pelindung, pemimpin, namun tidak melabelkan hanya untuk laki-laki bisa juga untuk perempuan.

Sedangkan kata al-nisa’ merupakan bentuk jama’ dari kata al-mar’ah yang berarti perempuan yang telah dewasa, memiliki posisi yang sama dengan al-rijal. Dalam makna gender al-nisa’ diartikan perempuan atau istri-istri, dan banyak digunakan dalam konteks reproduksi. Dengan demikian al-rajul dan al-nisa’ berkonotasi laki-laki dan perempuan dalam relasi gender.

Pengertian Gender sebagai Gerakan Sosial

Diakukan sebagai upaya kongkrit untuk mengatasi dan merubah kesenjangan status, peran dan tanggung jawab serta pemanfaatan sumber daya antara laki-laki dan perempuan. Gender sebagai gerakan sosial ini sering disebut dengan istilah feminisme, yaitu sebuah bentuk kesadaran bahwa perempuan mengalami ketindasan dan berupaya membantu perempuan untuk mendapatkan haknya.

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Islam

Mengangkat harkat dan martabat perempuan menjadi salah satu misi penting yang dilakukan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa serta penyebar dakwah Islam. Didalam tradisi masyrakat Arab Jahiliyah, perempuan merupakan bagian dari kelompok yang tertindas, termarjinalkan dan tidak mendapatkan hak-haknya dalam kehidupan. 

Tradisi membunuh bayi yang diturunkan oleh era penguasaan Fir’aun sebagai anggapan bahwa perempuan adalah beban masyarakat dan Negara. Dengan demikian Rasulullah membuat tradisi baru dalam paradigma terhadap perempuan dengan cara sebagai berikut :

Pertama, merubah cara pandang dunia (world view) masyarakat saat itu yang masih didominasi oleh masyarakat era Fir’aun. Ditegaskan dalam QS al-Nahl ayat 58;

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.”

Kementrian Agama Arab Saudi dalam buku “Tafsir Muyassar” menafsirkan bahwasannya apabila seseorang yang menyampaikan berita kepada salah seorang dari mereka tentang kelahiran anak perempuannya, maka menghitamlah wajahnya, lantaran kebenciannya terhadap berita yang ia dengar, dan hatinya sesak dengan persaan gundah dan sedih. 

Selanjutnya pada ayat 59 QS al-Nahl, yang berbunyi;

يَتَوَٰرَىٰ مِنَ ٱلْقَوْمِ مِن سُوٓءِ مَا بُشِّرَ بِهِۦٓ ۚ أَيُمْسِكُهُۥ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُۥ فِى ٱلتُّرَابِ ۗ أَلَا سَآءَ مَا يَحْكُمُونَ

“Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”

Kemerdekaan merupakan hak berharga semua orang, namun pada masa itu perempuan tidak pernah mendapatkan kebebasan untuk memiliki kebebasannya. Kehadiran Muhammad menjadi harapan bagi kaum perempuan karena Islam diperkenalkan oleh beliau berisi pembebasan tehadap kaum tertindas, mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan.

Kedua, Rasulullah memberikan contoh teladan perlakuan baik terhadap perempuan disepanjang hidupnya, dengan tidak melakukan kekerasan fisik maupun nonfisik terhadap istri dan anak perempuannya. Dalam satu riwayat beliau mengatakan:

“Sebaik kamu sekalian adalah sebaik-baik perlakuan kamu terhadap istri-istrimu dan aku adalah orang yang terbaik diantara kamu sekalian terhadap istri-istriku”. (Muhammad bin Hiban, Musasah Risalah. 1993)

Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender oleh Rasulullah sebagai Bentuk Perubahan Tradisi Jahiliyah

Upaya Rasulullah dalam mengkonstruk ulang hukum islam serta pemikiran masyarakat Islam, meliputi:

  1. Perlindungan hak-hak perempuan melalui hukum, dengan begitu perempuan tidak dapat diperlakukan semena-mena oleh siapapun. Karena mereka memiliki posisi setara dengan laki-laki di hadapan hukum dan perundang-undangan, berbeda dengan hukum di masa Jahiliyah.
  2. Perbaikan hukum keluarga, perempuan memiliki hak menentukan jodoh, mendapatkan mahar, hak waris, pembatasan dan pengaturan poligini, mengajukan talak gugat, mengatur hak dan peran suami istri yang seimbang, dan hak mengasuh anak.
  3. Perempuan diperbolehkan mengakses peran-peran public, mendatangi masjid, memperoleh hak pendidikan, mengikuti peperangan, hijrah bersama Nabi, serta peran mengambil keputusan (dalam hal politik).
  4. Perempuan memiliki hak membelanjakan atau menggunakan harta dan benda yang dimilikinya, sebab harta merupakan symbol kemerdekaan dan kehormatan bagi setiap orang.
  5. Perempuan mempunyai hak hidup dengan cara menetapkan larangan melakukan pembunuhan terhadap anak perempuan yang menjadi tradisi bangsa Arab Jahiliyah.
  6. Perombakan aturan-aturan yang dilakukan Rasulullah tersebut menunjukkan penghargaan Islam terhadap perempuan yang telah dilakukan pada masa Rasulullah SAW di saat citra perempuan dalam tradisi Arab Jahiliyah sangat rendah.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel prodi Aqidah Filsfat Islam.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال