Tanah Fadak Pertikaian Sejarah dan Politik Yang Tak Kunjung Usai

KULIAHALISLAM.COM - Fadak merupakan tanah subur yang didalamnya terdapat kebun dan pohon kurma. Tanah Fadak berada di kota Madinah, Arab Saudi. Tanah Fadak dianggap sebagian Suni bukan masalah penting namun tanah Fadak dijadikan alasan oleh sebagian Mazhab Syiah untuk memicu pertikaian dan sengketa hebat antara Ahlu Sunnah wal Jamaah (Suni) dan Syiah selama ribuan tahun hingga kini. 

Tanah Fadak saat ini berkembang menjadi kota bernama Al-Haaith dan tanah Fadak saat ini masih sama yaitu lahan yang ditumbuhi pohon kurma.


Asal Usul Tanah Fadak

Dalam Kitab Fiqush Sirah karya Syekh Muhammad Al-Ghazali, Ulama besar dari Mesir menjelaskan bahwa, pada saat Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan kaum Muslimin berhasil mengalahkan Yahudi di Khaibar. 

Kaum Yahudi di Khaibar menyerah setelah mereka mengadakan perlawanan dan permusuhan besar-besar terhadap Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan kaum Muslimin. Sebagian tokoh Yahudi Khaibar menawarkan perjanjian damai pada Nabi namun mereka ternyata mengkhianti perjanjian damai itu dan berupaya membunuh Nabi. Orang Yahudi yang mengkhianati perjanjian damai, dibunuh kaum Muslimin.

Orang-orang Yahudi lainnya tunduk dan mengajukan permohonan perjanjian damai kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan mereka meminta pada Nabi agar diperbolehkan mengerjakan tanah garapan mereka dan sebagian hasilnya untuk kaum Muslimin, Nabi mengabulkannya. Orang-orang Yahudi di Khaibar dibiarkan tetap tinggal di pemukiman mereka semula dan mereka mengolah tanah garapan mereka.

Dalam Kitab Sirah Nabawiyyah karya Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury disebutkan bahwa Ibnu Hisyam menjelaskan setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam tiba di Khaibar, Nabi langsung mengutus Muhayyishah bin Mas’ud untuk menemui orang-orang Yahudi Fadak dan menyeru mereka agar masuk Islam. 

Namun mereka menunda jawaban. Setelah Khaibar ditaklukan, lalu Yahudi mengirim utusan pada Nabi untuk mengadakan perjanjian yaitu mereka mengelolanya dan sebagian hasil Fadak untuk Nabi. Dalam riwayat lain disebutkan sebagian tanah Fadak diserahkan pada Nabi.

Tanah Fadak Setelah Wafatnya Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam

Masalah tanah Fadak muncul ketika Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam wafat. Saya akan ambil dua pandangan baik Suni dan Syiah terkait hal ini. Dr. Mohammad Husain Haekal dalam bukunya “Abu Bakar Ash-Siddiq” disebutkan bahwa Sayyidah Fatimah putri Rasulullah dan Abbas pamanya menemui Abu Bakar Ash-Siddiq setelah ia menjadi Khalifah. Mereka menuntut warisan tanah Rasulullah di Fadak dan bagian Abbas di Khaibar. 

Abu Bakar  Ash-Siidiq berkata pada mereka : “Aku mendengar Rasulullah bersabda : ‘Kami para Nabi, tidak mewariskan, apa yang kami tinggalkan buat sedekah. Tetapi keluarga Muhammad boleh makan dari harta itu. Demi Allah, setiap sesuatu yang dikerjakan oleh Rasulullah pasti akan kukerjakan.” Sayidah Fatimah marah mendengar hal itu. Ia menjauhi Abu Bakar Ash-Sidiq dan tidak mengajaknya bicara sampai ia wafat. Karena kemarahan Fatimah maka Ali bin Abu Thalib juga marah pada Abu Bakar Ash-Sidiq.

Namun ada cerita yang berkembang bahwa Ali bin Abu Thalib menolak membaiat Abu Bakar Ash-Sidiq karena terkait tanah Fadak. Cerita-cerita ini berasal pada masa kekuasaan Bani Abbas untuk kepentingan politik. Keterlambatan Ali untuk baiat pada Abu Bakar Ash-Sidiq tidak terkait tanah Fadak. 

Mengenai tanah Fadak, Umar bin Khattab sependapat dengan Abu Bakar Ash-Sidiq bahwa apa yang ditinggalkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam merupakan sedekah dan tidak boleh diwariskan. Tindakan Umar bin Khattab ini membuat golongan Syiah dan Alawi memusuhi dan membenci Umar bin Khattab.

Dr. Ali Syariati, sosiolog terkemuka dari Iran dalam bukunya “ Fatimah Az-Zahra” menyebutkan bahwa Fatimah seperti burung terluka yang tertekan di antara dua tragedi besar yaitu wafatnya Rasulullah dan kekalahan Ali di sidang Bani Saqifah Bani Sa’idah. Kepalanya tunduk karena beratnya kesedihan kelam. Fatimah terbiasa dengan kesulitan. Ia tumbuh dibuaian perlawanan dan perjuangan. Ia sekarang menghadapi tragedi besar.

Fatimah berkata : “ Apabila saya mengutip kata-kata Nabi Allah kepada anda berdua (Abu Bakar dan Umar) apakah anda mengakuinya sebagai kata-kata beliau dan mengikutinya ? “. Keduanya menjawab : “Iya”. Fatimah berkata : “ Saya memegang Anda berdua pada sumpah anda kepada Allah. Tidakah anda berdua mendengar Nabi berkata “ Keridhaan Fatimah adalah keridhaan saya dan kemarahan Fatimah adalah kemarahan saya. Apa yang disukai putri saya Fatimah, saya menyukainya. Apa yang memuaskan Fatimah maka memuaskan saya.Apa yang menimbulkan kemarahan Fatimah maka menimbulkan kemarahan saya”. Mereka menjawab : “ Ya, kami mendengar kata-kata itu dari Nabi Allah”.

Fatimah berkata : “ Maka saya mempunyai wewenang dari Allah dan Malaikat untuk mengatakan kepada anda berdua bahwa anda berdua menimbulkan kemarahan saya dan tidak mendatangkan keridhaan saya. Bilamana saya melihat Nabi Allah maka saya akan mengatakan tentang anda kepadanya. Saya akan mengadu kepada beliau tentang anda”. 

Mendengar hal itu Abu Bakar menangis dan merasa tidak mempunyai kekuatan menghadapi Fatimah. Namun demikian tanah Fadak tetap diambil dan tidak diserahkan pada Fatimah.

Fatimah tidak duduk diam. Di bawah sebuah gunung, penuh kesedihan, memikul rohaninya yang berkabung, ia meneruskan perlawanan dan perjuangannya mengambil tanah Fadak. Tanah Fadak adalah area kecil padang penggembalaan dan sekiranya area itu lebih luas masih juga terlalu kecil untuk Fatimah melibatkan diri. 

Fatimah wafat pada senin 3 Jumadil Akhir tahun 11 H dan diakhir hidupny tetap beroposisi pada pemerintahan Abu Bakar Ash-Siddiq.

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abu Thalib, masalah tanah Fadak menghilang begitu saja. Amirulmukminin Ali bin Abu Thalib tidak menuntut tanah Fadak harus dikembalikan padanya ataupun Ahlul Baith Nabi. Saat Khilafah Bani Ummayah berkuasa tepatnya masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, ia mengembalikan tanah Fadak kepada keluarga Nabi namun kepemilikan tidak dikembalikan pada mereka.

Fadak pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah di Irak di era pemerintahan Ma’mun, dikembalikan kepada keturunan Fatimah. Tetapi pada masa pemerintahan Mutawakil, tanah Fadak kembali diambil alih oleh pemerintah Dinasti Abbasiyah. Sehingga tanah Fadak dari sejak wafatnya Nabi hingga Dinasti-Dinasti setelah Khalifah ar-Rasyidin menjadi sengketa politik semata bukan karena kepentingan ekonomi. Fadak menjadi salah satu alasan sebagian Syiah untuk menyudutkan Suni.

Padahal jika dirujuk pada Hadis dalam kitab Al-Kafi bahwa “sesungguhnya para wanita tidak mendapatkan warisan tanah dan perabot rumah sedikitpun”. Jadi menutut Kitab Hadis Al Kafi maka Fatimah tidak mendapat warisan karena statusnya sebagai wanita. 

Sengketa tanah Fadak sesungguhnya masalah masa lalu yang seharusnya tidak diungkit-ungkit kembali karena Karen Amstrong berkata : “kebanyakan pertikaian dan perpecahaan disebabkan perbedaan pandangan politik. Kesatuan umat yang sangat penting bagi Muhammad pecah ketika sebuah keretakan berkembang di antara Syiah dan Suni. Al-Qur’an menganggap perpecahan teologi seperti ini sebagai sia-sia dan tidak mendatangkan kebaikan”.

 

 

Sumber :

1.      Wikipedia

2.      Muhammad Al-Ghazali, Fiqush Sirah, C.V Asy Syifa-Semarang,

3.      Muhammad Husain Haekal, dalam bukunya “ Abu Bakar Ash-Siddiq”, “ Umar bin Khattab”, diterbitkan litera AntarNusa,

4.      Dr. Ali Syariati, Fatimah, Pustaka Zahra.

5.      Kitab Sirah Nabawiyyah karya Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Pustaka al-Kaustar,

6.      Karen Amstrong, Muhammad Sang Nabi, Risalah Gusti

 

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال