Kriteria Memilih Pemimpin Dalam Bernegara


KULIAHALISLAM.COM - Di dalam konsep (manhaj) Islam, seorang pemimpin merupakan hal yang sangat fundamental, karena seorang pemimpin menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat. Dalam kehidupan berjama'ah, pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Seorang pemimpin mempunyai peranan yang strategis dalam pengaturan pola dan gerakan.

Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah SWT sebagaimana firma-Nya: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”.(Qs. Al-Baqoroh: 207).

Dalam bangunan masyarakat Islam, seorang pemimpin berada pada posisi yang menentukan terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jama'ah memiliki seorang pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pengembangan dan pembangkitan daya juang dan kreativitas amaliyah, maka dapat dipastikan perjalanan ummatnya akan mencapai titik keberhasilan.

Begitu juga sebaliknya, ketika suatu jama'ah yang dipimpin oleh orang yang memiliki banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial, maupun dalam hal pemahaman dan nilai tanggung jawab, serta lebih mengutamakan hawa nafsunya dalam pengambilan keputusan dan tindakan, maka dapat dipastikan, bangunan jama'ah akan mengalami kemunduran, dan bahkan mengalami kehancuran.

Hal ini sesuai dengan firman Allah sebagaimana berikut: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.(QS. Al-Isro’:16).

Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat strategis dalam terwujudnya masyarakat yang berada dalam Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur, yaitu masyarakat Islam yang dalam sistem kehidupannya menerapkan prinsip-prinsip Islam.

Pengertian Kepemimpinan

Umaro atau ulil amri yang bermakna pemimpin sebuah Negara atau (pemerintah) Amirul ummah yang bermakna pemimpin (amir) ummat, Al-Qiyadah yang bermakna ketua atau pimpinan kelompok Al-Mas'uliyah yang bermakna penanggung jawab Khadimul Ummah yang bermakna pelayan ummat.

Dari beberapa istilah tadi, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang ditugasi atau diberi tugas dan amanah untuk mengurusi permasalahan ummat, baik dalam lingkup kelompok maupun sampai kepada urusan pemerintahan, serta memposisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat dengan cara memberikan perhatian yang lebih serius dalam upaya untuk mensejahterakan ummatnya, bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan jabatan untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, demi untuk pemuasan kepentingan pribadi dan kaum kerabatnya atau kelompoknya semata.

Kriteria Menentukan Pemimpin

Jika kita menyimak terhadap perjalanan siroh nabawiyah (sejarah Nabi-Nabi) dan berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Al-Hadits, maka kita dapat menyimpulkan secara garis besar beberapa kriteria dalam menentukan seorang pemimpin. Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general dan spesifik dalam menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain:

a. Faktor Keulamaan

1) Dalam Qs. 35:28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling takut adalah al-‘ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah.

2) Berdasarkan Qs. 49:1, maka ia tidak akan gegabah dan membantah atau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur'an dan Al-Hadits.

3) Berdasarkan Qs. 29:49, maka seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaran ilmu.

4) Berdasarkan Qs. 16:43, maka seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri (ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai macam problema ummat.

b. Faktor Intelektual (Kecerdasan),

1) Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).

2) Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda: "Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan."(HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy). Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan.

3) Berdasarkan Qs. 10:55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4:58).

4) Rasulullah berpesan: "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."

c. Faktor Kepeloporan

1) Berdasarkan Qs. 39: 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.

2) Berdasarkan Qs. 35: 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah).

3) Berdasarkan Qs. 6:135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.

4) Berdasarkan Qs. 6:162-163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs .2: 207),

5) Berdasarkan Qs. 3: 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah.

d. Faktor Keteladanan

1) Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb.

2) Berdasarkan Qs. 33: 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah.

3) Berdasarkan Qs. 68: 4, maka seorang pemimpin haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.

4) Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan.

Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.

e. Faktor Manajerial (Management)

1) Berdasarkan Qs. 61: 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.

2) Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.

3) Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif) secara keseluruhan.

3. Kepeminpinan dapat melahirkan kehidupan umat Islam yang lebih baik Adanya wilayah teritorial yang kondusif (al-bi'ah, al-quro) Adanya ummat (al-ummah) Adanya syari'at atau aturan (asy-syari'ah) Adanya pemimpin (al-imamah, amirul ummah) Pemimpin pun menjadi salah satu pilar penting dalam upaya kebangkitan ummat. Islam yang telah dikenal memiliki minhajul hayat (konsep hidup) paling teratur dan sempurna dibandingkan konsep-konsep buatan dan olahan hasil rekayasa dan imajinasi otak manusia, telah menunjukkan nilainya yang universal dan dinamis dalam penyatuan seluruh komponen ummat,(Qs. 21: 92).

Kesimpulan

Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan dua elemen yang saling berkaitan. Artinya, kepemimpinan (style of the leader) merupakan cerminan dari karakter/perilaku pemimpinnya (leader behavior). Perpaduan atau sintesis antara “leader behavior dengan leader style” merupakan kunci keberhasilan pengelolaan organisasi; atau dalam skala yang lebih luas adalah pengelolaan daerah atau wilayah, dan bahkan Negara. Banyak pakar manajemen yang mengemukakan pendapatnya tentang kepemimpinan. Dalam hal ini dikemukakan George R. Terry (2006: 495), sebagai berikut: “Kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi orang orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela.”

Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kepemimpinan ada keterkaitan antara pemimpin dengan berbagai kegiatan yang dihasilkan oleh pemimpin tersebut. Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempersatukan orang-orang dan dapat mengarahkannya sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu.

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh seorang pemimpin, maka ia harus mempunyai kemampuan untuk mengatur lingkungan kepemimpinannya.

Kepemimpinan menurut Halpin Winer yang dikutip oleh Dadi Permadi (2000: 35) bahwa: “Kepemimpinan yang menekankan dua dimensi perilaku pimpinan apa yang dia istilahkan “initiating structure” (memprakarsai struktur) dan “consideration” (pertimbangan). Memprakarsai struktur adalah perilaku pemimpin dalam menentukan hubungan kerja dengan bawahannya dan juga usahanya dalam membentuk pola-pola organisasi, saluran komunikasi dan prosedur kerja yang jelas.

Sedangkan pertimbangan adalah perilaku pemimpin dalam menunjukkan persahabatan dan respek dalam hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya dalam suatu kerja.”

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan: bahwa kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.” Dari defenisi kepemimpinan itu dapat disimpulkan bahwa proses kepemimpinan adalah fungsi pemimpin, pengikut dan variabel situasional lainnya. Perlu diperhatikan bahwa defenisi tersebut tidak menyebutkan suatu jenis organisasi tertentu. Dalam situasi apa pun dimana seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, maka sedang berlangsung kepemimpinan dari waktu ke waktu, apakah aktivitasnya dipusatkan dalam dunia usaha, pendidikan, rumah sakit, organisasi politik atau keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara.

Sedangkan George R Terry (2006: 124), mengemukakan 8 (delapan) ciri mengenai kepemimpinan dari pemimpin yaitu: (1) Energik, mempunyai kekuatan mental dan fisik; (2) Stabilitas emosi, tidak boleh mempunyai prasangka jelek terhadap bawahannya, tidak cepat marah dan harus mempunyai kepercayaan diri yang cukup besar; (3) Mempunyai pengetahuan tentang hubungan antara manusia; (4) Motivasi pribadi, harus mempunyai keinginan untuk menjadi pemimpin dan dapat memotivasi diri sendiri; (5) Kemampuan berkomunikasi, atau kecakapan dalam berkomunikasi dan atau bernegosiasi; (6) Kemampuan atau kecakapan dalam mengajar, menjelaskan, dan mengembangkan bawahan; (7) Kemampuan sosial atau keahlian rasa sosial, agar dapat menjamin kepercayaan dan kesetiaan bawahannya, suka menolong, senang jika bawahannya maju, peramah, dan luwes dalam bergaul; (8) Kemampuan teknik, atau kecakapan menganalisis, merencanakan, mengorganisasikan wewenang, mengambil keputusan dan mampu menyusun konsep.

Kemudian, kepemimpinan yang berhasil di abad globalisasi menurut Dave Ulrich adalah: “Merupakan perkalian antara kredibilitas dan kapabilitas.”

Kredibilitas adalah ciri-ciri yang ada pada seorang pemimpin seperti kompetensi-kompetensi, sifat-sifat, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang bisa dipercaya baik oleh bawahan maupun oleh lingkungannya.

Sedangkan kapabilitas adalah kemampuan pemimpin dalam menata visi, misi, dan strategi serta dalam mengembangkan sumber-sumber daya manusia untuk kepentingan memajukan organisasi dan atau wilayah kepemimpinannya.”

Kredibilitas pribadi yang ditampilkan pemimpin yang menunjukkan kompetensi seperti mempunyai kekuatan keahlian (expert power) disamping adanya sifat-sifat, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang positif (moral character) bila dikalikan dengan kemampuan pemimpin dalam menata visi, misi, dan strategi organisasi/wilayah yang jelas akan merupakan suatu kekuatan dalam menjalankan roda organisasi/wilayah dalam rangka mencapai tujuannya.

Kepemimpinan Dalam Islam Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para imam atau khalifah tiada, kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat syariat. Bila tak seorang pun faqih yang memenuhi syarat, harus dibentuk ‘majelis fukaha’.” Sesungguhnya, dalam Islam, figur pemimpin ideal yang menjadi contoh dan suri tauladan yang baik, bahkan menjadi rahmat bagi manusia (rahmatan linnas) dan rahmat bagi alam (rahmatan lil’alamin) adalah Muhammad Rasulullah Saw., Sebagaimana dalam firman-Nya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. al-Ahzab [33]: 21).

Sebenarnya, setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin terhadap seluruh metafisik dirinya. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah Saw., yang maknanya sebagai berikut : “Ingatlah! Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, wanita adalah pemimpin bagi kehidupan rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Ingatlah! Bahwa kalian adalah sebagai pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya,”(Al-Hadits).

Kemudian, dalam Islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sekurang-kurangnya 4 (empat) sifat dalam menjalankan kepemimpinannya, yakni: Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah (STAF): (1) Siddiq (jujur) sehingga ia dapat dipercaya; (2) Tabligh (penyampai) atau kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi; (3) Amanah (bertanggung jawab) dalam menjalankan tugasnya; (4) Fathanah (cerdas) dalam membuat perencanaan, visi, misi, strategi dan mengimplementasikannya.

Selain itu, juga dikenal ciri pemimpin Islam dimana Nabi Saw pernah bersabda: “Pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut.” Oleh sebab itu, pemimpin hendaklah ia melayani dan bukan dilayani, serta menolong orang lain untuk maju. Dr. Hisham Yahya Al-Talib (1991 : 55), mengatakan ada beberapa ciri penting yang menggambarkan kepemimpinan Islam yaitu:

Pertama, Setia kepada Allah. Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat dengan kesetiaan kepada Allah;

Kedua, Tujuan Islam secara menyeluruh. Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok, tetapi juga dalam ruang lingkup kepentingan Islam yang lebih luas;

Ketiga, Berpegang pada syariat dan akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, dan boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang teguh pada perintah syariah.

Dalam mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham; Keempat, Pengemban amanat. Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah Swt., yang disertai oleh tanggung jawab yang besar. Al-Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap yang baik kepada pengikut atau bawahannya. Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman: “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”(QS. al-Hajj [22]:41).

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال