Hari Terakhir Sang Khalifah Imam Ali bin Abu Thalib


KULIAHALISLAM  Pada masa pemerintahan Imam Ali bin Abu Thalib banyak ditimpa huru hara pemberontakan di hampir seluruh negeri-negeri Islam. Di fase terakhir pemerintahannya, Imam Ali bin Abu Thalib berencana menyerang pembrontak di Suriah namun tidak kunjung terlaksana karena Irak sendiri masih mengalami kekecauan. Hal ini diperburuk dengan adanya gangguan dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang menyusupkan orang-orangnya ke Yaman, Basrah, Hijaz dan Irak untuk menebarkan teror di masyarakat.

Sementara itu, Imam Ali selalu mencari jalan damai dan keadilan, menjaga terpeliharanya persatuan, dan persaudaraan umat, menghindari segala kezaliman dan ketidakadilan semampu mungkin, justru karenannya ia telah menjadi korban kekerasan dan ketidakadilan. Kaum Khawarij melakukan perlawanan yang hebat terhadap pemerintahan Imam Ali. Pembunuhan, teror terhadap masyarakat bahkan anak-anak dilakukan kaum Khawarij.

Imam Ali bin Abu Thalib telah berupaya menghancurkan kaum Khawarij. Kaum Khawarij memanfatkan momentum musim Haji tahun 40 Hijriah. Kaum Khawarij melihat umat Islam saat itu tepecah bahkan saat melaksanakan Shalat, golongan Mu’awiyiah  melaksanakan Shalatnya dengan Imam sendiri dan memisahkan diri dari barisan Imam Ali. Pihak Khawarij tidak berhasil memerangi Mu’awiyah dan Imam Ali, oleh karena itu mereka menyusun rencana membunuh Imam Ali dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan.

Rencana Pembunuhan Sang Khalifah Ali

Pada tahun 40 Hijriah, Khawarij menyusun rencana pembunuhan terhadap Imam Ali bin Abu Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dan Amr bin Ash di Mesir. Pelaku yang akan melaksanakan pembunuhan yang pertama bernama Abdur-Rahman bin Muljam al-Himyari al-Muradi yang akan berangkat ke Kufah (Irak) untuk membunuh Khalifah Imam Ali bin Abu Thalib. Pelaku yang kedua bernama Al-Burak atau Al-Hajjaj bin Abdullah at-Tamimi akan membunuh Mu’awiyah di Syam dan pelaku ketiga adalah Amr bin Bakr at-Tamimi yang akan membunuh Gubernur Mesir yakni Amr bin Ash.

Pelaksanannya dilakukan dalam waktu yang sama yakni saat mereka pergi ke Masjid untuk Shalat Subuh, tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Namun ada sebagian sumber sejarah menyatakan bahwa yang mereka bunuh hanyalah Imam Ali. Pada waktu yang sudah ditentukan, di Masjid Damsyik, Hajjaj sudah menunggu Mu’awiyah tetapi ia berhasil ditangkap pengawal Mu’awiyah saat dia hendak mengayunkan pedang ke arah Mu’awiyah. Hajjaj kemudian dibunuh pengawal Mu’awiyah. Sementera itu Imam Ali tidak mau dikawal saat menunaikan Shalat Subuh dan ia juga tidak pernah mengenakan baju besi di luar medan perang.

Rencana pembunuhan Amar bin Ash juga gagal karena saat itu Amar bin Ash sedang sakit sehingga tidak ke Masjid, ia digantikan oleh Kharijah bin Habib as-Sahmi. Kharijah pun tewas dibunuh Amr bin Bakr yang ia sangka adalah Amar bin Ash. Amar bin Bakr kemudian dibunuh atas perintah Amar bin Ash. Sedangkan Abdur Rahman bin Muljam telah bersembunyi di Masjid.Ia dibantu sepupunya bernama Syabib. Ketika Imam Ali hendak masuk ke Masjid, Abdurahman bin Muljam langsung mengayunkan pedangnya ke arah Imam Ali.

Pedang Abdur Rahman bin Muljam mengenai dahi hingga tembus ke otaknya Imam Ali semoga Allah senantisa melimpahkan kemuliaan atsanya, sedang hunusan pedang Syabib berhasil dihindari Imam Ali. Imam Ali pun tersungkur. Abdur Rahman bin Muljam berhasil ditangkap kaum Muslimin sedang Syabib terbunuh ketika hendak melarikan diri. Imam Ali dibawa kerumahnya dan tinggal selama dua hari satu malam.

Shalat Subuh digantikan oleh Imam Ja’dah bin Hubairah anak Um’ Hani bin Abu Thalib. Imam Ali berpesan kalau ia mati maka bunuhlah Abdur Rahman bin Muljam namun jangan dianiyaya tetapi kalau ia hidup maka serahkan pembunuhnya pada dia, mungkin akan dimafkan atau mungkin akan dikenakan hukuman Qisash.

Imam Ali juga berpesan pada putranya Imam Hasan bahwa jangan ada pembunuhan terhadap siapapun kecuali terhadap orang yang membunuhnya. Imam Ali tidak menyebut sama sekali siapa penggantinya sebagai Amirulmukminin. Ketika ada yang mencalonkan putranya Imam Hasan, Imam Ali bersikap tidak melarangnya namun juga tidak memerintahkannya. Penggantinya diserahkan kepada kaum Muslimin.

Sebelum meninggalkan dunia yang fana ini, Imam Ali bin Abu Thalib menyampaikan wasiatnya yang terakhir kepada putranya Imam Hasan dan Imam Husain dan wasiatnya berlaku juga untuk masyarakat Islam. Imam Ali berwasiat : “ Bertakwalah kepada Allah. Janganlah kamu mengejar dunia meskipun dunia mengejarmu. Jangan menyesali sesuatu yang sudah lepas. Berkatalah yang benar, dan beramalah memperoleh pahala, jadilah kalian musuh kezaliman dan membela orang yang dizalimi”.

Imam Ali juga berwasiat : “ Bertakwalah kepada Allah dan berdisiplinlah diri serta memperbaiki hubungan antara kalian. Berhati-hatilah mengenai para yatim piatu dan jangan terputus memberi makan mereka. Jagalah hubungan baik dengan tetengga sebab itu adalah wasiat Nabi kita dan selalu mewasiatkan mengenai mereka sehingga kita mengira mereka juga berhak mendapat waris”.

   Imam Ali bin Abu Thalib juga berwasiat : “ Perhatikanlah Al-Qur’an dalam mengamalkannya jangan sampai didahului orang lain. Tepatilah Shalat kalian karena itu adalah tiang agama. Berjuanglah di jalan Allah dengan hartamu, dengan dirimu dan dengan lidahmu, jangan putus dalam berderma dan jangan saling memutuskan hubungan silaturahmi. Jangan meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Perhatikanlah masalah zakat agar kamu terhindar dari kemurkaan Allah. Perhatikanlah bulan Ramadhan karena dengan berpuasa kalian terhindar dari api neraka. Perhatikan kaum fakir-miskin dan bergaulah dengan mereka dalam kehidupan kalian”.

Juga ia mewasiatkan ketaatan beragama dan ajaran ahlak yang ditujukan kepada anak-anaknya Imam Hasan, Imam Husain dan Muhammad al-Akbar bin Hanafiyah dan anggota keluarga lainnya. Jangan takut dikertitik orang demi Allah. Bicaralah kepada orang dengan baik dan sopan. Semoga Allah menjaga kaum Ahli Baith. Selamat tinggal.

Imam Ali mengimlakan wasiatnya itu dan yang lain menuliskannya. Setelah itu tak terdengar suaranya sampai ia meninggal dunia, selain sambil terus mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian sejarawan menyatakan bahwa serangan Imam Ali terjadi pada tanggal 17 Ramadhan dan wafat 20 Ramdhan tahun 40 H/24 Januari tahun 661 Masehi. Imam Ali wafat usia 61 tahun dan ada juga yang menyatakan pada usia 63 tahun.

Jenazah Imam Ali dimandikan oleh Imam Hasan dan Imam Husain dan sepupunya Abdullah bin Ja’far dan dikafani dengan tiga lapis kain tanpa baju. Setelah itu Imam Hasan bertakbir 7 kali. Dengan gugurnya Imam Ali bin Abu Thalib maka berakhirlah masa al-Khulafa ar-Rasyidun yang berlangsung selama 30 tahun.

Menganai diamana Imam Ali dimakamkan terdapat perbedaan pendapat sejarwan. Imam Hasan sengaja menguburkan Imam Ali di tempat yang tidak diketahui karena khawatir diganggu kaum Khawarij. Yang lain menyatakan bahwa Imam Ali dibawa dan dimakamkan di Madinah serta dimakamkan di samping Sayyidah Fatimah. Tetapi yang saat ini banyak diyakini terutama kalangan Syiah, Imam Ali dimakamkan di Najaf, Irak Selatan, sebuah kota yang terletak di sebelah Barat Sungai Eufrat. Dan tempat ini dikenal sebagai kompleks Imam Ali bin Abu Thalib dan sini terdapat Masjid Imam Ali.

 

Sumber : Ali Audah, Ali bin Abu Thalib, Litera AntarNusa

 

 

 

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال