Kisah Hari Ini: (6 Februari) Wafatnya M. Natsir, Sang Maestro Muslim Negarawan


KULIAHALISLAM.COM- Kisah hari ini tepatnya pada 6 Februari 1993 , Ummat Islam Di Indonesia berduka atas kepergian salah seorang tokoh muslim besar di Indonesia dan Dunia, Mohammad Natsir. Mohammad Natsir yang merupakan pencetus mosi integral natsir, yang nantinya meruntuhkan system Negara federal inisiasi Belanda menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beliau adalah seorang maestro dakwah yang lahir dan tumbuh di Sumatera Barat pada 17 Juli 1908 dan merupakan anak pasangan suami istri Idris Sutan Saripado dan Khadijah. Pendidikan awalnya ia peroleh pada tahun 1916–1923 di HIS Adabiyah Padang dan Madrasah Diniyah Solok. Lalu pada tahun 1923–1927, ia melanjutkan pendidikannya di MULO (Meit Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang dan sudah aktif berorganisasi di JIB atau Jong Islamieten Bond Padang.

Setamat sekolah MULO di Padang, Mohammad Natsir melanjutkan pendidikannya di AMS (Algemeene Middelbare School) di Bandung pada tahun 1927 sembari belajar agama Islam kepada Ahmad Hassan yang merupakan tokoh dan guru Persatuan Islam sampai tahun 1932. Dikemudian hari, M. Natsir turut membesarkan organisasi Persatuan Islam melalui inisiasi pembentukan sayap kepemudaan dan media publikasi: Pembela Islam.

Natsir juga dikenal sebagai seorang aktivis dan politikus yang mumpuni dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 s.d 1932, Mohammad Natsir diangkat menjadi ketua Jong Islamieten Bond atau disingkat JIB cabang Bandung. Lalu pada tahun 1937, ia diangkat menjadi wakil ketua Pimpinan Pusat Persatuan Islam dan menjadi salah satu guru utama Persatuan Islam. Kemudian pada tahun 1938 ia diamanahkan menjadi ketua Partai Islam Indonesia (PII), Cabang Bandung.

Pada tahun 1940–1942, beliau diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad) kabupaten Bandung. Selain itu, pada masa penjajahan Jepang, beliau pernah menjabat sebagai Kepala Biro Pendidikan Kotamadya Bandung atau Bandung Syiakusyo. Lalu pada masa kemerdekaan beliau pernah menjadi anggota Badan Pekerja KNIP, lalu pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Republik Indonesia untuk tiga kabinet. Ia juga merupakan salah satu delegasi Indonesia dalam kunjungan keberbagai Negara Islam menuntuk pengakuan defacto keberadaan Republik Indonesia yang berdaulat.

Karir Politiknya melesat saat menjabat ketua umum Partai Masyumi pada tahun 1949–1958, dimana ia ditunjuk menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia di tahun 1950-1951. Di masa itulah gagasan emasnya mengenai Mosi Integral beliau ajukan ketika masih menjadi anggota parlemen pada tanggal 03 April 1950 dengan salah satu gagasan lahirnya konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain mumpuni dibidang Agama dan Politik, beliau juga mendedikasikan dirinya kepada pendidikan. Ia berpandangan bahwa maju mundurnya salah satu kaum bergantung sebagian besar kepada pelajaran dan pendidikan yang berlaku dalam kalangan mereka itu. Pandangan ini dinukil dari kutian pidatonya pada tahun 1934 di Bogor, bahwa :“Penanda kemajuan dan kemunduran suatu bangsa tidak bergantung kepada soalan ketimuran juga kebaratan. Tapi dari sifat-sifat dan bibit-bibit kesanggupan umat yang kelak menjadikan mereka layak dan tidaknya mendudukki tempat yang mulia di atas dunia ini. Sifat-sifat kesanggupan ini nyatanya bergantung kepada didikan ruhani dan jasmani yang diterima oleh anak-anak didik dari gurunya”. Atas dasar inilah beliau memprakarsai Sekolah Pendis (Pendidikan Islam) tahun 1932 di Persis dan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) sebagai sekolah para calon dai, ulama dan intelektual muslim di tahun 1967.

Meski Pemerintah Indonesia semasa beliau hidup, baik yang dipimpin oleh Soekarno maupun Soeharto, sama-sama menuding beliau sebagai pemberontak dan pembangkang, Namun oleh negara-negara muslim lain, Natsir sangat dihormati dan dihargai, hingga banyak penghargaan yang dianugerahkan kepadanya. Mohammad Natsir dipandang sebagai pahlawan yang melintasi batas bangsa dan negara. Bruce Lawrence menyebutkan bahwa Natsir merupakan politisi yang paling menonjol mendukung pembaruan Islam. Pada tahun 1957, ia menerima bintang Nichan Istikhar (Grand Gordon) dari Raja Tunisia, Lamine Bey atas jasanya membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Penghargaan internasional lainnya juga ia dapatkan yaitu Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah pada tahun 1980 dimana ditahun yang sama ia juga mendapatkan Faisal Award dari Raja Fahd Arab Saudi melalui Yayasan Raja Faisal di Riyadh, Arab Saudi, serta penghargaan dari beberapa ulama dan pemikir terkenal seperti Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi dan Abul A'la Maududi.

Indonesia sendiri baru memberi penghargaan kepada beliau saat masa pemerintahan B.J. Habibie, dengan pemberian penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana, dimana setelah 15 tahun kematiannya, pada 10 November 2008 Natsir akhirnya dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia.

 

 

 

Referensi

1)      Wiguna, Aldy Istanzia (19 Desember 2019) . “Moh. Natsir: Hayat dan Perjuangannya”. Jejakislam.net

2)      Fadillah, Ramadhian (29 April 2013). "Mengenang M Natsir, ulama besar dan sebenar-benarnya jihad". Merdeka.com.

3)      Husaini, Adian (17 Oktober 2012). "Keteladanan Mohammad Natsir". Insists.

4)      Khouw, Ida Indawati (3 Agustus 2008). "In search of Mohammad Natsir's spirit in Islamic Revivalism". The Jakarta Post.

5)      Dzulfikriddin, M. (2010). Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia: Peran dan Jasa Mohammad Natsir dalam Dua Orde Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Bandung: Mizan. ISBN 978-979-433-578-9.

Achmad Puariesthaufani

Pemerhati Sejarah & Pergerakan Islam. Lulusan Universitas Mercubuana Jakarta, saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Manajemen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال