Gerakan Pembaharuan Islam Sayyid Amir Ali

Sayyid Amir Ali | Gambar dari Alchetron.com

KULIAHALISLAM.COM - Sayyid Amir Ali berasal dari keluarga Syiah yang di zaman Nadir Syah (1736 – 1747) pindah dari Khurasan di Persia ke India. Keluarga itu kemudian bekerja di istana Raja Mughal. Sayyid Amir Ali lahir tahun 1849 dan meninggal dalam usia 79 pada tahun 1928.

Pendidikannya ia peroleh di perguruan tinggi Muhsiniyya yang berada di dekat Kalkuta. Disinilah ia belajar bahasa Arab, selanjutnya Ia belajar bahasa Inggris dan kemudian juga sastra Inggris dan hukum Inggris.

Pada tahun 1869, Ia pergi ke Inggris untuk meneruskan studi dan selesai di tahun 1873 dengan memperoleh kesarjanaan dalam bidang hukum. Selesai dari studi, ia akan kembali ke India dan pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan Inggris, pengacara, hakim dan Guru Besar dalam hukum Islam.

Yang membuat ia terkenal ialah aktivitasnya dalam bidang politik dan buku tulisannya yang berjudul The Spirit of Islam dan A Short History of the Saracens.

Pada tahun 1877, yang membentuk National Muhammaden Association, sebagai wadah persatuan umat Islam India dan tujuannya ialah untuk membela kepentingan umat Islam dan untuk melatih mereka dalam bidang politik. perkumpulan ini mempunyai 34 cabang di berbagai tempat di India.

Tahun 1883, Ia diangkat menjadi salah satu dari ketiga anggota Majelis Wakil Raja Inggris di India adalah satu-satunya anggota Islam dalam Majelis itu.

Di tahun 1904 ia meninggalkan India dan menetap untuk selama-lamanya di Inggris. Ia beristrikan wanita di Inggris. Di sana ia diangkat menjadi anggota India yang pertama dalam Judicial  Comitte of Privacy Council.

Setelah berdirinya Liga Muslim India di tahun 1906, ia membentuk cabang dari perkumpulan itu di London. Sama dengan Sayyid Ahmad Khan, Ia adalah orang yang patuh dan setia kepada pemerintah Inggris dan oleh karena itu ketika Liga Muslim India mengadakan kerjasama dengan Kongres Nasional India dalam tuntutan pemerintahan sendiri untuk India mengundurkan diri dari Liga Muslim.

Tetapi dalam gerakan khilafah yang dilancarkan Muhammad Ali di India untuk mempertahankan wujud khilafah di Istanbul yang hendak dihapuskan oleh Kemal Pasha, ia ikut mengambil bagian yang aktif dari London. Sayyid Amir Ali berpendapat dan berkeyakinan bahwa Islam bukanlah agama yang membawa kepada kemunduran.

Sebaliknya Islam adalah agama yang membawa kepada kemajuan dan untuk membuktikan hal itu Ia kembali ke dalam kesejahteraan Islam klasik.

Karena Ia banyak menonjolkan kejayaan Islam di masa lampau, Ia dicap penulis-penulis orientalis sebagai seorang Apologis, seorang yang memuja dan rindu kepada masa lampau dan mengatakan kepada lawan bahwa “Kalau kamu sedang maju sekarang kami juga pernah mempunyai kemajuan di masa lampau.”

Bukan itu yang dimaksud pemikir-pemikir pembaruan dalam Islam termasuk di dalamnya Sayyid Amir Ali. Mereka ajak umat Islam meninjau ke sejarah masa lampau untuk membuktikan bahwa agama Islam yang mereka anut bukanlah agama yang menyebabkan kemunduran dan menghambat kemajuan.

Umat Islam, terutama umat Islam sebelum abad ke-20, karena perhatian terlalu banyak dipusatkan pada ibadah dan hidup kelak di akhirat, tidak memperhatikan sejarah lagi dan oleh karena itu lupa pada kemajuan mereka di zaman klasik.

Bahwa Islam bukanlah agama kemunduran, tetapi agama kemajuan perlu dibuktikan terutama kepada golongan intelegensia Islam yang telah banyak dipengaruhi pendidikan dan kebudayaan Barat.

Jalan pemikiran pembaharu-pembaharu itu ialah kalau umat Islam di masa yang lampau bukan merupakan umat yang mundur tetapi umat yang maju. Mengapa di masa sekarang umat Islam tidak bisa pula maju ?

Yang perlu diselidiki selanjutnya ialah hal-hal apa yang membuat umat Islam zaman klasik maju dan apa sebab-sebab yang membuat umat Islam sesudah itu mundur.

Sebab-sebab yang membawa pada kemunduran itu harus ditinggalkan dan sebab-sebab yang membawa kepada kemajuan harus dipegang dan dilaksanakan. Inilah yang dimaksud oleh pemikir-pemikir pembaharu dalam Islam seperti Al-Tahtawi, Muhammad Abduh, Sayid Ahmad Khan, Muhammad Iqbal, Syah Waliullah, dan Sayyid Amir Ali.

Pemikir  pertama yang kembali ke sejarah lama untuk membawa bukti bahwa agama Islam adalah agama nasional dan agama kemajuan adalah Sayyid Amir Ali. Bukunya The Spirit of Islam dicetak untuk pertama kali di tahun 1891.

Dalam buku itu Ia kupas ajaran-ajaran  Islam mengenai tauhid, ibadah, hari akhirat, kedudukan wanita, perbudakan, sistem politik, dan sebagainya. Disamping itu dijelaskan pula kemajuan ilmu pengetahuan dan pemikiran nasional dan filosofis yang terdapat dalam sejarah Islam.

Metode yang dipakainya dalam mengupas ajaran-ajaran itu ialah metode pembandingan ditambah dengan uraian rasional. Ia terlebih dahulu membawa ajaran-ajaran serupa dalam agama lain dan kemudian menjelaskan dan menyatakan bahwa Islam membawa kebaikan dalam ajaran-ajaran bersangkutan.

Selanjutnya ia memberi argumen-argumen untuk menyatakan bahwa ajaran-ajaran itu tidak bertentangan bahkan sesuai dengan pemikiran akal. 

Mengenai jalan tentang akhirat umpamanya, Ia menjelaskan bahwa keinginan manusia untuk dapat bersatu kembali dengan orang-orang yang dikasih dan disayangi, sesudah dipisahkan oleh kematian, besar sekali baik bagi manusia yang telah mencapai kemajuan, maupun bagi manusia yang masih dalam keadaan primitif, bahkan juga manusia yang masih biadab.

Hasrat besar inilah yang menimbulkan idenya adanya kelanjutan hidup sesudah selesainya hidup di dunia ini. Bangsa yang dikatakan pertama sekali menimbulkan kepercayaan pada hidup akhirat adalah bangsa Mesir.

Agama Yahudi pada mulanya tidak mengakui adanya hidup selain dari hidup sekarang. Dalam ajaran-ajaran Yahudi yang timbul kemudian  baru dijumpai adanya hidup kedua itu.

Agama-agama yang datang sebelum Islam pada umumnya menggambarkan bahwa di hidup kedua itu manusia akan memperoleh upah dan balasan dalam bentuk jasmani dan bukan dalam bentuk rohani. Pindah ke pembahasan masalah ini dalam Islam, Sayyid Amir Ali menegaskan bahwa apa yang harus dipercaya orang Islam ialah di akhirat nanti.

Tiap orang harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia ini. Seseorang akan bertanggunjawab terhadap segala perbuatannya di hidup pertama. Tetapi dalam pada itu Tuhan bersifat pengasih dan rahmat-Nya akan dilimpahkan-Nya secara adil kepada semua makhluk-Nya.

Inilah keyakinan pokok yang harus diterima dalam Islam mengenai akhirat. Soal bentuk kesenangan dan kesengsaraan yang diperoleh di akhirat nanti umpamanya bukanlah menjadi soal pokok.

Perbedaan paham dalam soal ini boleh saja. Untuk memperkuat pendapat bahwa balasan yang akan diterima di akhirat tidaklah masih berbentuk material, sungguh pun ada ayat-ayat Alquran yang memberikan gambaran demikian, ia membawa hadis antara lain Nabi pernah mengatakan bahwa; orang yang dikasihi Tuhan akan melihat wajah Tuhan siang dan malam suatu kebahagiaan yang jauh melebihi kesenangan jasmani yang pernah diperoleh manusia.

Hadis ini menggambarkan bahwa upah yang akan diterima di akhirat adalah kebahagiaan spiritual. Juga ia bahwa ayat yang menyatakan “Hai roh yang tentram kembalilah kepada Tuhanmu dengan balasan senang dan diridai Tuhan.”

Yang disuruh kembali ialah roh bukanlah manusia. Filosof dan Sufi berpendapat bahwa balasan yang akan diterima di akhirat memanglah balasan spiritual dan bukan balasan jasmani.

Ayat-ayat yang menggambarkan surga dan neraka dalam bentuk jasmani tidak mereka pahami menurut arti harfiyah. Tetapi menurut arti majazi atau metaforisnya.

Yang dimaksud oleh ayat-ayat itu ialah kesenangan dan kesengsaran rohani yang dekat menyerupai kesenangan dan kesengsaraan jasmani yang dialami orang dalam surga dan neraka yang demikian bentuknya.

Apa sebabnya Alquran mengandung ayat-ayat yang memberikan gambaran jasmani itu, kalau yang dimaksud adalah kesenangan dan kesengsaraan rohani ?

Sayyid Amir Ali memberi penjelasan sebagai berikut bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasalam datang bukanlah hanya untuk golongan kecil masyarakat yang sudah maju dalam tingkat pemikirannya tetapi juga golongan masyarakat awam yang masih terikat pada hal-hal yang bersifat materi dan tidak begitu sanggup dapat menangkap hal-hal yang bersifat abstrak. Kepada golongan karya ini balasan di akhirat  harus digambarkan dalam bentuk jasmani.

Selanjutnya Ia menjelaskan bahwa ajaran mengenai akhirat itu amat besar arti dan pengaruhnya dalam mendorong manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat. Lebih lanjut lagi ajaran ini membawa kepada peningkatan moral golongan awam.

Dalam uraiannya mengenai pemikiran dan falsafat dalam Islam, Sayyid Amir Ali menjelaskan bahwa jiwa yang terdapat dalam Alquran bukanlah jiwa fatalisme tetapi jiwa kebebasan manusia dalam berbuat, jiwa bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.

Manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan. Apa yang hendak ditegaskan Amir Ali sebenarnya ialah bahwa Islam bukan dijiwai oleh faham Qada dan Qadar atau Jabariyah tetapi oleh paham Qaradariyah yaitu paham kebebasan manusia dalam kemanuan dan perbauatan (free will and free act).

Untuk memperkuat pendapat ini, ia membawa ayat-ayat dan Hadis. Paham Qadariah inilah selanjutnya yang menimbulkan rasionalisme dalam Islam. Paham Qadariah dan rasionalisme, kedua inilah pula yang menimbulkan peradaban Islam zaman klasik.

Selanjutnya ia menguraikan peranan yang dipegang golongan Muktazilah dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan falsafah dalam Islam. Aliran Mu'tazilah untuk beberapa abad mempengaruhi pemikiran umat. 

Aliran ini disokong oleh raja-raja yang berpikiran luas kaum Mu'tazilah membawa kemajuan ilmu pengetahuan dan falsafah dalam Islam ahli-ahli ilmu pengetahuan, sebagai dokter penyakit, ahli fisika ahli matematika, ahli sejarah, pendeknya semua ahli dan khalifah di waktu itu termasuk dalam golongan mu'tazilah. 

Melalui Mu'tazilah, nasionalisme Islam meluas ke seluruh masyarakat terpelajar yang ada di kerajaan Islam Ketika itu bahkan sampai ke universitas-universitas yang letaknya sejauh Andalusia di Spanyol. 

Kaum nasionalis Islam memberi ceramah-ceramah bukan hanya di perguruan Perguruan Tinggi saja tetapi juga di masjid-masjid. Merekalah pula yang merupakan penasihat bagi Khalifah. 

Untuk menduduki jabatan menteri, gubernur, maha guru dan sebagainya Mu'tazilah banyak dipakai. Melalui merekalah terjadinya perubahan umat Islam dari umat yang sederhana kebudayaannya menjadi umat yang tinggi peradabannya.

Jelaslah, demikian Sayyid Amir Ali mengambil kesimpulan bahwa Islam seperti yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mengandung ajaran yang menghambat kemajuan dan menghambat perkembangan pemikiran manusia.

Jadi, Apa sebabnya maka umat Islam sesudah abad ke-12 mengalami kemunduran. Pertanyaan yang dimajukannya ini ya jawab sendiri dengan memberi penjelasan sebagai berikut.

Sewaktu Al-Mutawakil diangkat menjadi khalifah kaum nasionalis Islam masih turut berkuasa dan dapat memberikan pengarahan kepada negara. Tetapi dalam golongan awam terdapat aliran sifatiah yang tidak setuju dengan ajaran-ajaran Mu'tazilah.

Untuk memperkuat kedudukan, Al Mutawakil mencair dukungan pada mayoritas awam dan mengeluarkan minoritas rasionalis dari kekuasaan negara.

Perguruan-perguruan tinggi dan Universitas ditutup, pengajaran falsafah dan ilmu pengetahuan dilarang dan kaum nasionalis sendiri diusir keluar dari Baghdad. Masalah rasionalisme dan ini dengan demikian berakhir.

Dalam pada itu Abu Hasan Al Asy'ari muncul dengan teologi baru, geologi yang menentang nasionalisme Mu'tazilah. Pada akhirnya teologi Asy’ari inilah yang berkuasa di dunia Islam dan falsafah serta rasionalisme mengalami kekalahan.

Kalahnya aliran rasionalisme dalam Islam menurut Sayyid Amir Ali yang membawa kemunduran umat Islam zaman sekarang. Dan obatnya ialah menghidupkan rasionalisme dalam Islam kembali.

Sumber : Prof. Harun Nasution, 1975. Pembaharuan Dalam Islam 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال