Christiaan Snouck Hurgronje


KULIAHALISLAM.COM - Christtiaan Snouck Hurgronje lahir di Oosterhout 8 Februari 1857. Ia merupakan Orientalis  ahli bahasa Arab berkebangsaan Belanda, ahli agama Islam, ahli bahasa dan kebudayaan Indonesia serta penasihat pemerintah Hindia Belanda dalam masalah keislaman. Ayahnya adalah Pendeta J.J Snouck Hurgronje.

Snouck Hurgronje masuk Universitas Leiden pada tahun 1875. Mula-mula ia masuk Fakultas Teologi tetapi kemudian pindah ke Fakultas Sastra Arab. Dia meraih gelar Doktor sastra Arab pada tahun 1880. Setelah selesai menyelesaikan pendidikannya, Snuock mengajar pada pendidikan khusus calon pegawai untuk Indonesia (Inologie).

Pada tahun 1884 Ia pergi ke Mekah untuk memperdalam pengetahuan tentang bahasa Arab dan Islam. Di sana ia menyatakan diri masuk Islam dan mengganti nama menjadi Abdul Ghofar. Dari pengalamannya di Mekah ia melihat sifat fanatik umat Islam Indonesia terutama suku Aceh dalam melawan Belanda. Karena itu, niatnya untuk mengetahui Indonesia semakin kuat. Tahun 1885, ia kembali mengajar di Leiden.

Tahun 1889 Ia datang ke Indonesia dengan tugas meneliti suku Aceh. Di Indonesia, sejak 15 Maret 1891 ia diberi tugas sebagai penasihat bahasa-bahasa Timur dan hukum Islam. Tanggal 9 Juli 1991, ia berangkat ke Aceh dan menetap di Peukan Aceh. Tanggal 4 Februari 1892 ia kembali ke Jakarta.

Antara tahun 1898-1903, ia sering datang ke Aceh untuk membantu van Heutz (Gubernur Jenderal Hindia Belanda) guna menahlukan daerah Serambi Mekah itu. Pada 11 Januari 1899 diangkat sebagai penasihat urusan pribumi dan Arab. Ketika Snouck pulang berlibur ke negeri Belanda (1906), ia diangkat menjadi Guru Besar di Universitas Leiden sekaligus merangkap sebagai penasihat Menteri jajahan yang dikukuhkan pada 23 Januari 1907.Jabatan itu dijalankannya sampai meninggal dunia. Diantara bukunya adalah The Aceh Nese dan The Gajo Land.

Snouck Hurgronje dianggap sebagai peletak dasar kebijaksanaan kolonial Belanda mengenai Islam di Indonesia. Kantor voor Inlandsche Zaken (Lembaga yang berwenang memberikan nasihat kepeda pemerintah Hindia Belanda tentang masalah pribumi) yang didirikan pada tahun 1899 merupakan wujud  tindak lanjut dari kebijakan yang dirintis oleh Snouck.

Dari pemikiran dan saran Snouck-lah pemerintah Hindia Belanda berhasil melawan rasa ketakutan kaum kolonialis terhadap Islam. Snouck juga berhasil meyakinkan pemerintah Hindia Belanda bahwa Islam tidak mengenal sistem kependetaan. Kebijakan yang disarankan oleh Snouck adalah memberi kebebasan dalam bidang agama dalam arti sempit, menggalakan asosiasi dalam bidang kemasyarakatan dan menindak tegas setiap faktor yang bisa mendorong  timbulnya pemberontakan dalam lapangan politik.

Snouck memperingatkan pemerintah Hindia Belanda agar melestarikan teradisi nenek moyang orang Indonesia dan mengusahakan supaya Islam hanya menjadi agama Masjid, artinya agama hanya sebagai ibadah kepada Tuhan saja. Kebijakan ini diambil karena ia melihat bahwa Islam sebagai kekuatan politik merupakan suatu kekuatan yang membahayakan penjajahan atas Indonesia.

Kebijakan lain yang diajukan oleh Snouck ialah pemerintah Hindia Belanda hendaknya mengadakan pengawasan atas kas Masjid agar tidak salah digunakan untuk membahayakan kekuasaan pemerintah dan membendung semangat Pan Islamisme yang berkembang di dunia Islam dengan jalan melakukan pengawasan yang ketat tetapi selektif terhadap jemaah Haji Indonesia karena tidak semua orang yang melaksanakan ibadah Haji itu fanatik dan berjiwa pemberontak. Banyak diantara mereka yang pergi ke Mekah benar-benar untuk beribadah.

Snouck juga berusaha meyakinkan pemerintah jajahan bahwa seorang ulama atau Kyai itu belum tentu fanatik. Para penghulu yang kuat pengaruhnya itu adalah bawahan pemerintah. Oleh karena itu dalam mengangkat seorang penghulu, pemerintah hendaklah melakukan penelitian yang cermat dan penyaringan yang ketat supaya jabatan tersebut jangan sampai dipercayakan kepada orang-orang yang membahayakan pemerintah.

Di samping itu, Snouck juga menasihatkan pemerintah Belanda untuk tidak terlalu optimis terhadap usaha pemurtadan umat Islam. Usaha pemurtadan itu tidak mungkin berhasil karena kenyataan menunjukkan bahwa semakin hari pengaruh kebudayaan santri semakin berkembang luas. Karena itu, usaha kristenisasi yang dilakukan tidak terlalu besar manfaatnya.

Kebijakan yang melatarbelakangi politik netral agama itu diajukan karena Snouck melihat bahwa musuh pemerintah Hindia Belanda itu bukanlah Islam sebagai agama melainkan Islam sebagai kekuatan atau doktrin politik. Karena itu, disarankannya adalah pemerintah Hindia Belanda memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk menjalankan agamanya sepanjang tidak mengganggu Kekuasaan pemerintah.

Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah menetapkan kebijakan Untuk memanfaatkan adat kebiasaan pribumi dan mendorong rakyat supaya melestarikannya. Kebijakan ini didasarkan pada teori Resepsi (teori dalam hukum Perdata) yang dikembangkan oleh Snouck dalam kaitannya dengan hukum Islam di Indonesia yang menyimpulkan bahwa sebenarnya yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat bukan hukum Islam.

Hukum Islam baru berlaku di Indonesia bila ia telah menjadi hukum adat sehingga ketika hukum Islam itu akan diberlakukan maka ia akan muncul sebagai hukum adat bukan sebagai hukum Islam. Teorinya ini banyak mendapatkan dukungan dari ahli hukum ini berintikan pemikiran bahwa hukum adat itu lebih tinggi dari hukum Islam.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال