Jum'atan dan Nasi Bungkus

Jum'atan dan Nasi Bungkus

Salat jum’at zaman ini sangat menyenangkan lantaran fasilitas-fasilitas yang memadai bagi kaum jama’ahnya. Mulai persiapan mempersiapkan baju koko, sarung, celana, peci yang menjadi warna tersendiri untuk menyelesaikan salat jum’at. 

Bahkan masjid-masjidnya sudah layak dipakai memuaskan para jama’ah merasa senang dan bahagia. Bangunan mewah masjid juga memberi daya tarik jama’ah agar lebih semangatnya beribadah salat jum’at. 

Di tambah fasilitas lainnya seperti: AC, TV, kulkas membentuk kekuatan silaturahmi antar sesama muslim supaya tidak ketinggalan zaman. Biasannya, para takmir sudah melakukan upaya sebagai jalan dakwah yang profesional. 

Kemewahan inilah yang membuat masjid tetap eksis di tengah keberadaan masyarakat modern. Serta memberi kenyamanan di setiap jama’ahnya. Bagi para pekerja sangatlah diperlukan istirahat sejenak setelah 2 jam pekerja’an. 

Mereka lebih condong menikmati hasil fasilitas mewah serasa miliknya sendiri. Hal ini tradisi zaman modern sanantiasa memberi ruang modernisasi pelayanan masyarakat muslim. Jangkauannya pun juga harus diperhatikan bagaimana caranya untuk menarik jama’ah.

Carannya adalah mengajak (mendakwah) dimana porsi masyarakat dibutuhkan. Salah satunya adalah menfasilitasi nasi bungkus pada edisi jum’atan. Cara ini sangat mudah dibujuk agar para jama’ah bisa bersemangat usai salat jum’at. 

Sebagian masyarakat kuli bangunan pasti menyukai fasilitas tersebut. Keuntungannya bisa mendapat nasi bungkus secara gratis tanpa ribet-ribet mengeluarkannya. Uang gajiannya juga bisa disimpan untuk kebutuhan kesehariaan lainnya. 

Keuntungan lainnya yakni jatah makan bertambah jika dari pihak bangunannya tidak memberinya jatah. Oleh karena itu, nasi bungkus adalah solusi tepat bagi jama’ah jum’atan untuk menumbuhkan rasa semangat dalam beribadah dan bekerja. 

Dakwah yang sudah diajarkan oleh Allah SWT dalam surat Al Imran ayat 104 yang berbunyi "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Inilah dakwah yang seharusnya diindahkan dalam perbuatan makruf tanpa pemaksaan. Kita harus tahu strategi dakwah mencerminkan kebaikan yang berupa shodaqoh seperti halnya pemberian nasi bungkus. 

Shodaqoh tidak hanya dicerminkan berupa senyuman, sumbangan anak yatim, orang-orang tidak mampu, justru dakwah dilahirkan melalui shodaqoh memberi falsafah arti kebersamaan. Tanpa memandang bulu segala ras, maupun perbedaan cara berpakaian. 

Selama ini kita terjebak dakwah hanya di masjid saja yang seolah-olah rumah Allah segala nikmat surgannya. Semua orang pasti punya potensi untuk masuk surga tergantung Allah SWT yang memastikannya. Tugas kita adalah memberi kebaikan dan punya potensi selalu memberi keindahan beragama. 

Bisa jadi orang yang sering nongkrong lebih baik daripada orang-orang pergi ke masjid. Tentu hal ini menjadi pelajaran yang Allah SWT ajarkan kepada kita kegiatan sehari-hari.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk (Surat An-Nahl ayat 125). 

Sehingga setiap dakwah yang selalu kita lihat setiap hari ada manfaat yang telah diambil kehidupan setiap harinya. Jika kita lihat dakwah sisi aspek kemewahan masjid, juga sangat menarik perhatian masyarakat nikmatnya bisa bertiduran di bawah AC.

Juga masih banyak lagi mulai: ada tangga-tangga, lif untuk memudahkan orang-orang distabilitas, kamar mandi dibedakan, kotak infak, mimbar berkilap, hingga sound system gantung. Pasti bakal betah seluruh umat Islam yang selalu salat jum’at di masjid itu. 

Dan juga kita harus memperhatikan pula sisi ibadah jum’atan yang sebenarnya masih banyak kekurangan. Tata cara khotbah yang harusnya sesuai aturan mulai dilupakan oleh sebagian besar jama’ahnya. 

Terus tentang larangan berbicara ketika khotbah di mulai perlu revisi supaya kita bisa fokus menjaga kualitas ibadah. Kemudian surat-surat khusus atau sunnah pada pelaksanaan salat jum’at seperti: Surat sabihis dan Al-Ghasiyah. Lalu sedikit perbedaan azan diantara umat Islam. 

Pertama dari sisi Nahdlatul ‘Ulama memilih dua sebagai alternatif kualitas ibadah jum’atan, Muhammadiyah atau ormas lainnya memilih satu sebagai panggilan resmi menyadarkan umat Islam bersegera ke masjid. 

Sisi jama’ah jum’atan pun dalam kitab Fathul Qorib minimal sekitar 40 jama’ah salat jum’atan. Begitu jelasnya Islam mengarisbawahi keilmuan ibadah salat jum’at dan menguatkan fenomena-fenomena nasi bungkus. 

Keduannya memiliki fadhilah luar biasa terhadap kemajuan dakwah Islamisasi. Itulah mengapa Islam sangat memperhatikan umatnya melalui perkembangan zaman. Bisa memposisikan sesuai kebutuhan masyarakat yang menguntungkan semua belah pihak. 

Pertanyaan mendasar menurut saya adalah salahkah takmir masjid menyiapkan nasi bungkus usai salat jum’atan? Jelas sekali sangat boleh dianjurkan memberi kebaikan antar sesama umat Islam. Sama-sama senang mendapatkan nasi bungkus yang porsinya sudah minimalis. Maka sama-sama pula memberi pahala dengan membagi-baginya.

Ahmad Zuhdy Alkhariri

Pegiat Literasi, essais, Kontributor NU Online. Beberapa karyanya bisa dijumpai di :Islamsantun.org, Kuliah Al-Islam, Alif.id, Semilir.co., kalimahsawa.id, dan masih banyak lagi

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال