Dimensi dan Fungsi Puasa Ramadan 

Dimensi dan Fungsi Puasa Ramadan 

Seperti halnya yang lain, puasa adalah ibadah multifungsi dan multidimensi. Ada 5 fungsi dan 3 dimensi puasa bagi orang Islam. 

Dalam salah satu kitabnya yang terkenal, Imam Al Ghazali menguraikan beberapa dimensi puasa yang baik diketahui jika kita menghendaki keutamaam atau hasil optimal sebagaimana tersebut di atas dan bukan sekadar hasil minimal, yaitu gugurnya kewajiban dan tetapnya identitas diri sebagai mukmin Muslim. 

Tiga Dimensi Puasa 

1. Dimensi eksoteris di mana seseorang menahan diri dari makan minum dan kegiatan seksual. Beliau menyebutnya shaum al-bathn wa al-farj. Dimensi ini penting karena menjadi syarat minimal puasa. 

2.Dimensi semi-esoteris di mana seseorang itu tidak hanya berpuasa perut dan kemaluannya, tetapi juga panca indra dan anggota badan lainnya. 

Yakni, apabila ia mengunci penglihatan, pendengaran, dan kaki tangannya dari segala yang haram dan syubhat. Imam Al Ghazali mengistilahkannya shaum al-jawarih. (Lihat: Ihya Ulumuddin, juz 3, hlm 428-430, Mengharap Magfirah Menuju Mardotillah). 

3.Dimensi esoteris di mana seseorang berpuasa total, mencekik syahwat badaniah, dan syahwat batiniah sekaligus. 

Namanya shaum al-qalb, yaitu apa bila hati dan akal pikiran pun berpuasa dari pelbagai keinginan, kerinduan, dan harapan kepada sesuatu dan sesiapa jua, melainkan Allah. Fungsi Puasa Ramadan seperti halnya yang lain, puasa adalah ibadah multifungsi dan multidimensi. 

Lima Fungsi Puasa Bagi Orang Islam

a. Fungsi konfirmatif. Jangan mengaku orang Islam dan beriman kalau tidak puasa pada bulan suci Ramadan tanpa alasan yang dibenarkan. Berpuasa merupakan bukti pengukuh Keislaman dan keimanan. 

b. Fungsi purifikatif. Orang yang berpuasa sesungguhnya menyucikan dirinya. Puasa adalah instrumen pembersih kotoran-kotoran jiwa seperti halnya salat. Orang yang berpuasa tidak hanya menolak yang haram dan menjauhi yang belum tentu halal dan belum tentu haram. 

Jangankan yang syubhat dan yang haram sedangkan yang jelas halal pun tak dijamahnya. Puasa berfungsi mematahkan dua syahwat sekaligus, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. 

Demikian kata Imam Ar Razi dalam kitab tafsirnya menambahkan, puasa itu ibarat “tiryāq” penawar bagi racun-racun setan, semacam “detoksifikasi spiritual“. Dengan puasa, memukul naluri kebinatangan (albahimiyyah) yang mungkin selama ini menguasai diri Anda. 

Puasa sejati melumpuhkan setan dan membuka gerbang malakut. Itulah sebabnya mengapa dalam suatu riwayat disebutkan bahwa mereka yang berhasil menamatkan puasa sebulan Ramadan disertai iman dan pengharapan bakal dihapus dosa-dosanya sehingga kembali suci fitri bagaikan bayi baru dilahirkan dari rahim ibunya.(Lihat: Mafatih al-Ghaib, cetakan Darul Fikr Lebanon 1426/2005, juz 4, jilid 2, hlm 68). 

c. Fungsi iluminatif. Para awliya’ dan orang-orang saleh diketahui amat suka berpuasa karena seperti dituturkan oleh Syekh Abdul Wahhab As-Sya‘rani dalam kitabnya, mereka justru memperoleh pencerahan batin (ghayat an-nuraniyyah) dan peneguhan rohani serta berbagai kebajikan yang berlimpah tatkala mereka berpuasa. 

Hal itu karena puasa menaikkan status mereka ke derajat malaikat yang penuh taat dan hampa maksiat. Hasilnya, semakin dekat mereka kepada Allah, sumber hakiki segala ilmu, dan hikmah manusia. Puasa juga menjernihkan ruang komunikasi spiritual antara alam nasut dengan alam malakut. Pada saat berpuasa, sinyal-sinyal makrifat akan lebih jelas, mudah, dan banyak dapat ditangkap. 

d. Fungsi preservatif. Selain menyucikan jiwa dan mencerahkan nurani, ibadah puasa juga berdampak positif terhadap kesehatan tubuh kita. Sebuah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah menyatakan, 

“Berpuasalah, niscaya kamu sehat” (shūmū, tashihhū), riwayat Imam at-Thabarānī dari Abi Hurayrah RA dan Ibn ‘Adiyy dari Sayyidina ‘Ali dan Ibn ‘Abbas RA. 

Meskipun jalur transmisi hadis ini masih diperdebatkan, kebenaran muatan atau isinya sudah banyak dibuktikan secara medis. Kalau kita makan tiga kali sehari maka ratarata tiap delapan jam lambung kita mendapat tugas baru. 

Padahal, makanan ditampung dan dicerna oleh lambung selama empat jam, diolah sampai diserap oleh usus selama empat jam. Ini berarti perut kita terus-menerus bekerja tanpa istirahat sama sekali. 

Nah, puasa memberikan interval waktu bagi organ-organ pencernaan tersebut untuk merenovasi sel-sel yang rusak dan memberikan kesempatan energi tubuh memenuhi kebutuhan organ-organ lainnya. 

Benarlah sabda Rasulullah, “Segala sesuatu ada zakatnya. Zakatnya tubuh adalah puasa (likulli syay’in zakah, wa zakatul jasad as-shawmu),” hadis riwayat Imam Ibn Majah dari Abi Hurairah ra (No 1745). 

Bukankah zakat itu makna dasarnya bersih dan tumbuh sehingga puasa berarti tazkiyatun nafs plus tazkiyatul jasad?(Syekh Abdul Wahhab as-Sya‘rani Tanbih al Mughtarrin, cetakan Damaskus, hlm 55). 

Berdasarkan penelitian Hari Basuki dan Dwi Prijatmoko (2005) dari FKG Universitas Jember menyimpulkan bahwa puasa selama Ramadan dapat menurunkan risiko kardiovaskuler melalui perubahan komposisi tubuh, tekanan darah, dan plasma kolesterol. 

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari puasa walaupun pada musim panas yang waktu siangnya lebih panjang dari dari waktu malam, seperti di Eropa atau di Australia. 

Sebagaimana ditegaskan A. J. Carlson, Profesor Fisiologi di Universitas Chicago Amerika Serikat, seorang manusia normal yang sehat bisa bertahan hidup 50 hingga 75 hari tanpa makanan, asalkan tidak terkena unsur-unsur toksik dan atau tekanan emosi. 

Cadangan lemak dalam tubuh manusia diyakini lebih dari cukup untuk memberinya tenaga untuk bekerja selama beberapa minggu.

Oleh: Fitratul Akbar

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال