Fikih Azan dan Iqamah Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy

Fikih Azan dan Iqamah Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy

KULIAHALISLAM.COM - Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, merupakan salah satu ulama terkemuka Indonesia dan tokoh pembaruan Islam. Dalam bukunya "Pedoman Shalat", ia menyatakan azan itu adalah sebesar-besarnya syi’ar Islam dan terus menerus dipertahankan Rasulullah SAW baik saat Nabi berada di kampung, saat Nabi dalam keadaan safar hingga Nabi wafat. 

Karena itu disyari’atkan kepada setiap penduduk supaya menentukan seorang muazin yang akan mengucapkan lafaz azan. Di zaman Nabi, kampung-kampung yang meninggalkan azan akan diperangi. 

Ketika pasukan Muslim akan menggempur suatu kampung maka akan ditunggu waktu Salat, jika di kampung itu dikumandangkan azan maka pasukan Muslim tidak akan menyerang tetapi jika tidak terdengar azan maka barulah mereka menyerangnya.

Dan dituntut juga atas orang yang mengerjakan Salat berjamaah walaupun dengan berdua saja. Bahkan dituntut juga azan bagi orang yang bersalat sendiri, akan tetapi dibolehkan juga dia hanya iqamah saja. 

Perempuan juga dibolehkan azan dan iqamah jika tidak ada laki-laki dan para jamaahnya seluruhnya adalah perempuan. Diriwayatkan dari Aisyah RA bahwasanya beliau berazan, beriqamah dan menjadi imam bagi para wanita serta berdiri dalam shaf pertama ditengah-tengah mereka (HR. Al-Baihaqi).

Kedudukan Azan dan Iqamah

Azan itu adalah perkatan-perkataan yang melengkapi bagian-bagian iman baik yang masuk urusan akal, maupun yang masuk urusan naqal yang terdapat dari penetapan Al-Qur’an dan As-Sunnah. 

Allaahu Akbar adalah Allah yang sangat Besar, mengisbatkan Dzat Allah dan mengisbatkan segala sifat yang wajib pada-Nya, serta mensucikan Allah dari segala sifat yang tercela.

Lafaz Asyhadu an laa illaaha illallaah artinya adalah aku mengaku bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, mengisbatkan ke-Esaan Allah dan meniadakan sekutu bagi-Nya. Ini adalah pokok iman dan tauhid yang mendahului segala perbuatan dalam agama.

Kemudian, lafaz Asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah artinya aku mengaku bahwasanya Muhammad SAW adalah utusan Allah, mengisbatkan kenabian dan kerasulan Muhammad SAW. Pengakuan ini merupakan sendi iman.

Dalam beberapa kalimat terkandung segala urusan yang berhubungan dengan kepercayaan. Maka sesudah urusan keyakinan iman (iman kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW), Allah menyerukan kita untuk mengerjakan Salat, dengan perkataan Hayya ‘alas shalaah

Sesudah itu, Allah menyerukan kita kepada kemenangan yaitu mengerjakan amalan yang membahagiakan kita di alam dunia maupun  akhirat dengan perkataan Hayya ‘alal falaah. Kemudian sebelum azan diakhiri, diingatkan kembali kepada kebesaran Allah, ke-Esaan-Nya dengan ucapan Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa ilaaha illallah.

Adab-Adab Azan dan Iqamah 


  1. Hendaklah yang menjadi muazin, orang yang merdu suaranya.
  2. Hendaklah muazin mengetahui benar-benar waktu-waktu Salat.
  3. Hendaklah muazin mengumandangkan azan dengan tartil.
  4. Hendaklah muazin suci dari hadas kecil maupun hadas besar, apabila seseorang azan dalam keadaan tidak suci dibenarkan juga meskipun sebagian ulama menghukuminya makruh.
  5. Hendaklah muazin menghadap kiblat.
  6. Hendaklah muazin ketika membaca syahadat dengan suara yang halus.
  7. Hendaklah muazin memalingkan muka, leher, dada ke kanan ketika membaca Hayya ‘alas shalaah dan memalingkan ke kiri ketika membaca “Hayya ‘alal falaah”, adapun berputar badan tidak didapati riwayatnya.
  8. Hendaklah muzin memasukan dua anak jarinya ke dalam kedua telinganya.
  9. Hendaklah muazin mengucapkan Shallu fi’rrihali atau Shallu fibuyutikum sebagai ganti Hayya ‘alash shalah dan Hayya ‘alal falah jika azan itu dilakukan ketika hujan lebat.
  10. Hendaklah muazin ash shalatu khairun minan naum dua kali pada saat azan Shubuh yang pertama.
  11. Hendaklah muazin yang membaca azan, juga yang membaca iqamah.
  12. Tidak boleh seseorang mengumandangkan azan jika di Masjid tersebut telah ada muazin yang ditetapkan terkecuali muazin tidak datang.

Azan Bagi Orang yang Masuk ke Masjid

Orang yang masuk ke dalam sesuatu Masjid sesudah selesai orang berjamaah, maka yang masuk itu boleh mengumandangkan azan dan beriqamah.

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Atsram dan Sa’id ibn Manshur dari Anas ibn Malik RA bahwa beliau itu pernah masuk ke suatu Masjid yang baru selesai orang Salat didalamnya, maka beliau menyuruh seorang laki-laki untuk membaca azan dan beriqamah, lalu beliau bersalat di jamaah dengan mereka itu.

Dan boleh pula ia terus bersalat dengan tidak membaca azan dan tidak membaca iqamah, demikian  pendapat Imam Hasan, dan An Nakha’i. Dan apabila ia berazan, maka hendaklah ia berazan dengan suara yang pelan agar tidak membingungkan banyak orang. Ibn Hazm mewajibkan azan dan iqamah atas orang yang hendak salat walaupun ia sendirian.

Azan dan Iqamat Untuk Salat yang Tertinggal

Orang yang tertidur dan meninggalkan suatu Salat karenanya atau karena lupa maka disyariatkan dia membaca azan dan iqamah dia ketika ia mau mengerjakan Salat yang tertingggal karena lupa atau tertidur.

Adab-Adab Bagi Pendengar Azan

Para pendengar azan berhenti bercakap-cakap atau berbicara ketika mendengarkan azan. Para pendengar azan juga mengulang-ulangi kalimat azan setelah mendengarkan muazin. 

Pada saat muazin mengucapkan Hayya ‘alas shalaah dan Hayya ‘alal Falaah maka disayariatkan yang mendengarkan azan mengucapkan La haula wa la quwwata illa bil lah.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Apabila kamu mendengar azan, maka bacalah seperti yang dibacakan muazin, (H.R Al-Bukhari, Muslim dari Sa’id Al-Khudry). 

Jika seseorang sedang Salat fardhu maupun sunnah, maka menurut pendapat Ulama mazhab Syafi’i maka ia tidak mengikuti ucapan muazin itu, tetapi apabila telah selesai Salat barulah ia ikuti. 

Dalam Kitab Al-Mughni disebutkan apabila seseorang masuk ke dalam Masjid, lalu mendengar azan maka disukai baginya menanti dan mengikuti azan itu. Imam Ahmad berpendapat bahwa boleh ia langsung Salat Sunnah tanpa menunggu azan itu selesai.

Selanjutnya, dalam Hadis dari Sa’ad ibn Abi Waqash menerangkan bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda: 

“Barangsiapa mengucapkan ketika mendengar muazin membaca Asyhadu al laa ilaaha illallah dan asyhadu anna Muhammadar Rasulullah lalu yang mendengar mengucapkan “radhitu billahi Rabba wabil islami dinan wa bi Muhammadin Nabiya”, niscaya diampuni dosanya”, (H.R Muslim)”.

Nabi Muhammad SAW bersabda “Barangsiapa mengucapkan di ketika sesudah mendengar azan “Allahumma rabba hadzihid da’watit tammah was shalatil qoimah ati muhammadanil wasilata wal fadhilah wab ‘asthu maqomam mahmudanil ladzi wa ‘attah innaka la tukhliful mi’ad”, maka wajiblah baginya syafaat ku, (H.R Al-Bukhari).

Waktu azan dan iqamah adalah waktu kita memperbanyak doa karena Nabi Muhammad SAaw bersabda “Tidak ditolak doa yang didoakan antara adzan dan iqamah”, (H.R Sunan Abu Daud)”.

Sumber : Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy dalam karyanya “Pedoman Shalat”.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال