Merekonstruksi Pengaderan di Era Disrupsi

Merekonstruksi Pengaderan di Era Disrupsi

KULIAHALISLAM.COM - Pesatnya perkembangan teknologi menuntut banyak orang kini untuk beradaptasi agar tak tertinggal. Hal yang sama juga berlaku untuk para pelajar dan mahasiswa khususnya untuk mempersiapkan bekal agar dapat bersaing di dunia kerja. Mahasiswa kini didorong untuk lebih kreatif, inovatif, dan jeli menangkap peluang terlebih di era digital seperti sekarang ini. 

Melihat hal tersebut, strategi pengaderan terus mendorong mahasiswa agar lebih terbuka wawasannya mengenai dunia digital dan juga kita sebagai calon instruktur akan selaku memotivasi mahasiswa agar kiranya bisa lebih giat untuk belajar demi mendapakan kualitas mahasiswa yang kompetensi dalam dunia digitalisasi.

Dalam perjalanan pengaderan memang membutuhkan kekuatan yang besar demi membuat suatu organisasi menjadi lebih dewasa dan lebih sigap dalam menanggapi segala problem yang ada terutama dalam hal pengaderan. Pengaderan itu sendiri suatu manifestasi sebagai roda organisasi karena menyangkut sebuah keberlangsungan dalam organisasi tersebut.

Sebagai bentuk organisasi, regenerasi kepemimpinan adalah sebuah penentu utama. Mengapa demikian? Karena dalam regenerasi kepemimpinan yang sehat dapat terwujud ketika memiliki kader-kader yang berkualitas di era digital seperti saat ini. 

Selain akan menjadikan organisasi yang dinamis, juga formasi dalam kepemimpinannya akan segar dan energik. Tolak ukur dalam keberhasilan kemudian menjadi poin penting yang diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan kader saat ini. Dinamika seperti ini sering terjadi, termasuk juga dinamika dalam pengaderan.

Dalam pengaderan tentunya mempunyai tim instruktur. Tim instruktur itu sendiri bertugas memandu dan memegang kendali orientasi, materi dan kualitas acara pengaderan sebagai proses melahirkan ekstrainer yang ideal. Tim instruktur adalah kelompok instruktur yang dari segi keinstrukturan dan pengaderan memenuhi persyaratan sebagai pengelola dengan tugas khusus disamping tugas umum.

Dalam hal ini, masih banyak tentunya yang masih menjalankan pengaderan dimana dalam pendelegasian instruktur dari komisariat itu sendiri masih belum sepenuhnya memenuhi persyaratan untuk menjadi tim instruktur. Dalam arti masih sangat minim untuk kader-kader yang sudah mengikuti pengaderan itu sendiri.

Proses kultural tidak harus dihilangkan bahkan penting untuk dihadirkan, namun di sisi lain proses formalistik juga wajib dihadirkan. Hal ini dikarenakan untuk menjaga legalitas dan marwah mahasiswa di era digital. Semua harus berjalan sesuai apa yang sudah ditetapkan. Agar nantinya dapat menciptakan kader-kader berkualitas. Tentunya, kader yang berkualitas dilihat dari seberapa pahamnya dalam digitalisasi yang dijalankannya.

Merekonstruksi pengaderan pasca pandemi Covid-19 yang sampai hari ini belum mencapai titik terang, menjadi hambatan terbesar bagi manusia dalam segala aspek; sosial, komunikasi, pendidikan, politik, dan lain-lain. 

Begitu pula permasalahan yang terjadi saat ini, akhirnya bukan lagi waktunya untuk kita menyalahkan keadaan melainkan untuk beradaptasi dengan keadaan yang demikian. Maka diperlukan berbagai inovasi dalam menjalankan peradaban.

Gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dalam perannya sebagai gerakan intelektual memerlukan rekonstruksi baik dari pendekatan, strategi, metode, bahkan sampai kepada ranah teknisnya dalam menghadapi berbagai hambatannya untuk memenuhi serta menjalankan perannya. 

Hal tersebut selain untuk mempermudah koordinasi dan integrasi kerja organisasi IMM juga dalam rangka untuk menghindari pragmatisme gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang nantinya berimbas pada hilangnya esensi dalam pergerakan begitu juga menjauhi gerakan yang sporadic.

Menjawab hal itu, diperlukan sebuah langkah taktis guna merumuskan ulang pola gerakan intelektual terkhusus bagi kita yang saat ini berjuang di IMM. Maka dalam hal ini penulis memberikan tawaran sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi disrupsi yang melanda gerakan intelektual. 
  2. Merumuskan hibridasi gerakan IMM new normal. 
  3. Merumuskan gerakan media IMM. 
  4. Mobilitas gerakan IMM.

Disrupsi Gerakan Intelektual

Disrupsi adalah sebuah istilah yang sudah sering kita dengarkan ialah suatu gangguan terhadap kemapanan yang disebabkan oleh perubahan dan perkembangan zaman khususnya pada bidang teknologi sehingga menyebabkan tatanan yang semula mapan seketika hancur bagai diterpa ombak dan akhirnya melebur.

Dalam hal perkembangan zaman ini sangat membuka peluang bagi kita dalam berinovasi dalam pertarungan kaum intelektual sebagai upaya melahirkan Counter Hegemoni. Dalam hal ini penulis akan menjelaskannya melalui pendekatan komunikasi khususnya media massa karena pada dasarnya salah satu faktor terbesar dari disrupsi ialah kemudahan akses informasi.

Pada dasarnya media massa merupakan sarana komunikasi menjadi alat penghubung antara para aktivis dan massa. Media massa pada masa perjuangan kemerdekaan hanya sebatas media cetak seperti koran ataupun poster dan radio. 

Maka dari itu para pejuang kemerdekaan perlu untuk memiliki keterampilan baca tulis. Begitu juga di masa Soe Hok Gie pada pergolakan politik tahun 1965 untuk meruntuhkan kediktatoran Orde lama pada saat itu bahkan sampai masa reformasi.

Mungkin bisa dibilang sudah ada sedikit kemajuan yaitu televisi. Seiring kemajuan teknologi media komunikasi berkembang pesat baik dalam hal jurnalistik dan audio visual. Berbagai platform media sosial dengan segala fitur menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat mendapatkan informasi yang menjadi kebutuhan masyarakat disajikan dengan semudah-mudahnya dan akses yang sebebas-bebasnya. 

Disisi lain tidak melupakan unsur hiburan. Inilah mengapa hari ini kita cenderung lebih suka menonton di You Tube ketimbang di TV, scrolling feed di IG daripada membaca redaksi di media digital, dan bahkan saat ini lebih suka Tik Tok dari pada You Tube.

Fenomena sebagaimana yang penulis terangkan diatas adalah sebagian dari fakta sosial atas bergesernya kemapanan skema komunikasi massa yang kemudian menuntut para intelektual untuk berinovasi merumuskan pola gerakannya yang baru dalam rangka agar tetap mampu bertanggung jawab menjalankan perannya.

Hibridasi Gerakan Intelektual IMM

Dalam diskursus pendidikan disebutkan "In hybrid classes, a significant amount of the course learning activity has been moved online, making it possible to reduce the amount of time spent in the classroom. Traditional face-to-face instruction is reduced but not eliminated.” 

Dalam implementasinya strategi hibridasi ialah mereduksi berbagai agenda pembelajaran dan “memindahkan”-nya kepada dalam jaringan yang pada awalnya dilakukan dengan cara tradisional.

Kaum intelektual dapat menggunakan pendekatan model komunikasi massa SMCR (Source, Message, Channel, dan Receiver). Dengan pendekatan tersebut kemudian kita menentukan siapakah yang menjadi komunikator atau Source (sumber) dalam hal ini ialah IMM sebagai kaum Intelektual. 

Lalu siapa yang mengolah message (pesan) yang akan disampaikan. Setelah itu melalui apa Channel (saluran) pesan itu disampaikan. Dan yang terakhir kepada siapa pesan itu kita tujukan yang kita sebut dalam model ini sebagai Receiver (penerima) sembari kita memperhatikan juga feedback yang diberikannya.

Lasswell menyebutnya dalam jargon “Who? Says what? In which channel? To Whom? With what effect?” (Lasswell, 1960). Contoh penerapannya sebagai berikut;

Source : sumber atau komunikator yang memiliki pikiran, gagasan, dan ide serta Aksi untuk disampaikan melalui media baik dalam ranah Gerakan social maupun kaderisasi.

Message: setelah wacana digagas, maka selanjutnya mengolahnya menjadi pesan baik dalam bentuk audio visual seperti infografis, podcast, poster, dll atau narasi seperti esai, opini, cerpen, puisi, dan lain-lain yang menggunakan pendekatan jurnalisme.

Channel: adalah proses memilih dan memilah media apa yang akan digunakan dalam mendesiminasikan ide dan gagasan yang telah dinarasikan serta diolah menjadi konten.

Reciever: komunikan, penerima, atau kita sebut sasaran penyampaian informasi. Receiver dalam hal ini berbeda-beda, menyesuaikan dengan arah gerak setiap bidang.

Dalam hal ini kita dapat mengacu pada ranah gerak IMM. Tri-logi Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Kemasyarakatan. Adapun beberapa komponen yang dibutuhkan dalam menjaga kelancaran dan konsistensi yakni; Tim Narator, Konten Kreator, Riset, dan Pola Monitoring.

Evaluasi Gerakan Media IMM 

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dihadapkan pada tiga tantangan dalam menjalankan perannya dalam gerakan pembaruan.

Pertama, pergerakan manusia yang semakin cepat. Akibat proses globalisasi, banyak sumber informasi publik masih belum rata tersebar, terlebih di daerah yang masih belum merasakan internet. Kesempatan untuk mempermudah kunjungan antarwarga negara satu dengan lainnya melalui kesepakatan negara menjadi salah satu dampak positif globalisasi.

Kedua, pergerakan modal. Pihak yang unggul dalam industri 4.0 adalah yang menjadi penguasa ekonomi saat itu. Begitu kerasnya persaingan pasar modal, sehingga yang menang akan menjadi pemain, sementara yang kalah hanya menjadi penonton. 

Ketiga, semakin cepatnya pertumbuhan media. Ungkapan tersebut sangatlah besar di benak seluruh khalayak umum. Bila terjadi pertumbuhan media, maka berbagai informasi, berita, bahkan hoax pun berasal dari media.

Menurut hemat penulis, kebanyakan para kader IMM saat ini dipastikan tidak akan bisa membendung arus globalisasi, juga dengan era industri 4.0 dari berbagai sisi entah itu positif maupun negatif. Solusi dari sumber tersebut adalah mewadahi potensipotensi kader dengan sesuatu yang positif.

Dengan memahami definisi disrupsi, IMM pada umurnya yang ke-56 menjadi fokus dalam bergerak ke ranah media, karena di Indonesia amat banyak pengguna media yang mampu dengan mudah mengakses informasi. Beberapa isu dan peran media sebagai langkah IMM kedepan yang diuraikan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal ini adalah sesuatu yang sudah sangat umum dan menjadi perbincangan hangat, yakni perhatian kualitas sumber daya manusia. Dalam hal ini, kader IMM diharuskan perlu pengetahuan tentang definisi, fungsi, dan cara mengelola media. 

Analogikan bentuk informasi di luar sebagai bahan-bahan mentah seperti buku dan sumber informasi lainnya yang harus diolah supaya menjadi sesuatu yan menarik untuk dibahas, digarap, dan diberikan kepada khalayak umum. Terlebih, supaya bisa dinikmati masyarakat luas.

Gerakan digital IMM tersebut menjadi alat strategis untuk berdakwah, terlebih media massa seperti televisi, radio, surat kabar cetak, bahkan yang terpopuler saat ini media elektronik seperti surat kabar online. Media yang tak kalah pentingnya yaitu media sosial seperti podcast, google meet, whatsapp group, live streaming, line, dan masih banyak lagi.


Oleh : Muhammad Dzaky Yulianto

Naufal Afif

Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال