Refleksi Bersama: Balada Kehadiran UU Omnibus Law

(Sumber Gambar: Fitratul Akbar)
Oleh: Fitratul Akbar*

KULIAHALISLAM.COM - Tepat pada hari kamis tanggal 08 Oktober 2020 adalah hari yang bersejarah bagi seluruh elemen masyarakat bil-khusus mahasiswa dan kelompok pekerja, dimana kelompok ini menolak semua konsep Omnibus Law yang memuat hampir semua bidang kehidupan, yang dirasa tidak berpihak pada kepentingan kesejahteraan kelompok dan masyarakatnya. Hampir di seluruh daerah di Indonesia melakukan aksi demonstrasi besar besaran dengan ragam slogan, seperti #udayana memanggil, #jogja memanggil, #gerakan mahasisiwa melawan, dan sebagainya, adalah sesuatu hal yang alamiah karena merespon setiap prosedur atau realitas yang tidak sesuai dengan keinginan atau kesejahteraan masyarakat.

Hari ini, misalnya, di wilayah kota dan kabupaten Bima dengan aliansi gerakan masyarakat melawan berdemo di depan gedung DPRD, menerobos lalu kemudian merusak semua fasilitas-fasilitas yang ada dalam gedung sebagai bentuk kemarahan dan ketidakpercayaan masyarakat akan peran wakil rakyat, yang selama ini tidak peduli dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakatnya sendiri, bahkan sebaliknya. Muncul, aksi demonstrasi di kota besar Makassar, Kendari, Banten, Mataram, Bali, Surabaya, Malang, Jakarta, bahkan aksi demonstrasi serentak besar-besaran di semua daerah. Sebagai bentuk kemarahan atau masyarakat membakar, melempar dan merusak semua fasilitas negara itu sendiri.

Republika.Co.Id, Jakarta -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, ada 11 halte bus Transjakarta yang dirusak massa saat demonstrasi menolak UU Cipta Kerja (Ciptaker), pada Kamis (8/10). Anies mengatakan biaya perbaikan 11 halte itu diperkirakan mencapai Rp 25 miliar.

New Malang Pos, Malang-  Setelah sempat mereda, aksi tolak UU Cipta Kerja kembali ricuh. Bahkan lebih meluas ke sekitar Jalan Majapahit dan Jalan Trunojoyo. Sebelumnya hanya ricuh di depan gedung dewan. Massa kembali bersitegang dengan aparat kepolisian. Situasi di depan Balaikota dan Gedung DPRD Kota Malang kembali mencekam. Puluhan aparat kepolisian maju dan menembakan gas air mata ke arah massa. Kepulan asap gas air mata masih terlihat hingga pukul 13.47 WIB. Informasi yang didapat dilapangan kejar kejaran massa berlangsung hingga Jalan Trunojoyo hingga ke kawasan Jalan Majapahit.  Dikabarkan satu unit Mobil Satpol PP rusak dan terbakar di kawasan Jalan Majapahit.

Hari ini, adalah titik puncak kemarahan semua elemen masyarakat menolak usulan UU Omnibus Law karena memang dari awal pembahasan konsep Omnibus Law ini sudah cacat formil dan materil, karena memang konsep Omnibus Law ini adalah konsep UU sapu jagat semua bidang kluster atau bidang kehidupan, artinya karena dirasa sebelumnya produk UU di Indonesia banyak yang tumpang tidih sehingga menyulitkan dari sisi prosedur dan implementasinya di lapangan sehingga kehadiran UU itu memperlambat prosedur untuk pembanguan dan pertumbuhan sosial-politik dan ekonomi budaya di Indonesia itu sendiri.

Namun, yang menjadi catatan atau kritikan dari semua elemen masyarakat adalah motif pembahasan draf UU Omnibus Law ini terkesan terburu-buru dan tidak meminta pendapat dari masyarakat luas, kenapa demikian?Karena memang, kehadiran konsep UU Omnibus Law ini adalah selain karena motiv efisiensi regulasi dari sisi hukum, namun UU Omnibus Law ini karena adanya kepentingan pihak oligarki (sekelompok pihak politisi, kepentingan, penguasa dan investor) yang memesan pasal demi pasal dalam Omnibus Law tersebut. Sehingga, konsep demokrasi yang kita percayai bahwa segala sesuatu (regulasi, kepentingan dan tujuan) di masyarakat Indonesia adalah perlu keterlibatan atau partisipasi masyarakat luas. Dengan kata lain, sederhananya bahwa segalanya berawal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu sendiri. Bukan kepentingannya lainnya.

Kenapa marakknya ekspresi kemarahan, ketidaksetujuan dan ketidakpercayaan elemen masyarakat?karena memang pihak eksekutif dan legislatif telah kong kalikong dengan pihak oligarki (politisi dan inverstor asing) dan mengabaikan partisipasi masyarakatnya sendiri. Sehingga muncul anggapan dari masyarakat bahwa, karena UU Omnibus Law ini karena berpihak pada oligarki atau investor asing, maka segala produk UU tersebut akan menguntungkan kedudukan pihak oligarki dan merugikan/menindas bahkan mengabaikan kedudukan kelompok kerja dimasyarakat.

Lebih lanjut, selain dari sisi produk politik hukum dan konteks sosial masyarakat. Munculnya UU Omnibus Law ini adalah kesempatan pihak investor asing atau oligarki untuk melumpuhkan kedaulatan negara dan masyarakat itu, karena memanfaatkan krisis wabah pandemi covid-19 sebagai momentum untuk menguasai kedaulatan negara.

Dengan demikian, tepat pada hari kamis tanggal 08 Oktober 2020 adalah hari yang bersejarah bagi seluruh elemen masyarakat khususnya mahasiswa dan kaum pekerja karena memang kedua kelompok inilah yang telah bersemangat, berjuang dan menaruh kepedulian pada kondisi kebangsaan akhir ini, yang menuntut, menolak atas RUU Omnibus Law yang diduga hanya menguntungkan kelompok politis oligarki dan investor luar dan mengabaikan kepentingan masyarakat dalam negeri.

Maka, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa dan kelompok kerja, meskipun banyak perlawanan represif, intimidasi atau teror lainnya, namun masa aksi demonstrasi tetap bersemangat, berjuang karena muncul dari keyakinan bahwa eksekutif, legislatif dan oligarki telah bersekongkol sesuai kepentingannya kelompoknya sendiri dan mengabaikan kepentingan atau kesejahteraan masyarakat dalam negeri.

Sehingga, aksi demonstrasi mahasiswa dan kaum kerja tersebut adalah sesuatu yang alamiah sebagai bagian dari sistem dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang demokratis, maksudnya bahwa, segala sesuatu kebijakan yang dilakukan oleh pihak eksekutif dan legislatif adalah benar benar dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dengan kata lain, segala sesuatu kebijakan di Indonesia ini adalah berawal dari asas mengutamakan kepentingan kolektif/bersama, di atas kepentingan kelompok sendiri/oligarki. Karena dengan asas kebersaman, brotherhood, gotong royong (ta’awun-jamaah) maka akan mudah mencapai keadilan, kedamaian dan kesejahteraan yang merata di seluruh wilayah Indonesia tercinta ini.

Saya teringat ketika berbicara masalah kebangsaan, seperti ungkapan tokoh Budayawan Kota Bima N.Marewo, “jangan menangis bangsaku”. Meskipun kalimat itu klise dan singkat tapi mengandung makna yang mendalam dan menyentuh hati nurani kita bahwa, ketika kita bersemangat dan berjuang untuk membela kepentingan masyarakat dan negara ini, kita tiada henti memuja-muja bahwa, negara kita adalah surga dunia karena dikarunia oleh Tuhan maha kuasa kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan keragaman agama, suku dan budaya.

Namun, karena kita menonjolkan perbedaan di atas persamaan, karena kita mengutamakan kepentingan kelompok sendiri/oligarki di atas kepentingan bersama, maka negara Indonesia tercinta setiap hari tidak luput dari konflik kepentingan, kemarahan dan kecemburuan sosial karena ketimpangan antara realitas dan tujuan hidup bersama yang ingin dicapai. Sehingga, karunia Sumber Daya Alam tersebut bukan membuat kita menjadi lebih bahagia dan sejahtera, melainkan membuat kita semakin derita, sengsara dan tak berdaya dinegara sendiri. Bahkan, membuat elemen masyarakat tak mampu membendung dan menghapus air mata.

Padahal kita mengenal semboyan bahwa, Bhineka Tunggal Ika, “meskipun berbeda-berbeda tetap satu tujuan”, “kebersamaan membentuk kekuatan”, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Maknanya, seluruh elemen masyarakat Indonesia hanya akan mencapai keadilan dan kesejahteraan dengan mengutamakan kepentingan bersama, dan modal asas kebersamaan dalam segala hal agar suapaya mencapai tujuan negara itu sendiri.

*)Penulis Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. 

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال