Benarkah Teori Sains tidak Selalu Identik dengan Fakta Empiris ?

Ilustrasi Sains dan Agama (Sumber gambar : Qureta.com)

KULIAHALISLAM.COM – Bukti empiris (juga data empiris, indra pengalaman, pengetahuan empiris, atau a posteriori) adalah suatu sumber pengetahuan yang diperoleh dari observasi atau percobaan. 

Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena tertentu.

Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta.
Hipotesis atau anggapan dasar adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Nah itu adalah definisi-definisi formal kamus wikipedia.

Secara filosofis makna teori bisa dianggap "model sainstifik dalam upaya memahami atau menggambarkan suatu fenomena". Ada model teori Newton, model teori relativitas serta model teori quantum. Masing-masing teori tersebut menggambarkan fenomena secara berbeda. Maka kita mengenal teori khusus dan teori umum.

Teori umum adalah suatu pernyataan apabila ia benar maka ia benar secara universal. Ia berlaku bagi semua waktu, tempat, semua keadaan dan semua permasalahan.

Teori Khusus adalah teori yang berkaitan dengan sejumlah fakta–fakta partikular tertentu. Ia berusahan menjelaskan fakta–fakta itu dalam hubungannya yang satu dengan yang lainnya, hanya dapat di aplikasikan pada satu macam masalah.

Dalam bahasa publik umum termasuk bahasa filsafat makna "fakta empiris" adalah fakta yang dapat diamati secara langsung secara inderawi (termasuk dengan memakai bantuan peralatan sains)—bukan asumsi atau dugaan, bukan fakta yang bersifat non fisik/non materi (seperti akal, perasaan, pikiran.)

Permasalahan

Masalahnya, apakah saintis selalu menemukan data-data yang komplit sebagaimana yang diinginkan ketika hendak membangun sebuah teori ?

Bagaimana ketika data-data (pembangun teori) yang dikumpulkan tidak komplit—sulit diperoleh, misalnya, ketika sainstis mencoba meneliti asal usul manusia atau meneliti fenomena di alam semesta nan jauh ?

Maka sains dapat melahirkan teori (sebagai pandangan sistematis) yang derajat serta karakternya berbeda-beda itu karena variabel yang membangunnya tidak selalu sama.

Teori yang dibangun dari beragam variabel yang bisa diamati serta dianalisis secara komplet akan melahirkan rumusan baku—faktual yang dapat diverifikasi secara berulang dan melahirkan simpulan yang sama. Artinya ini disebut teori berdasar fakta empiris (karena telah teruji melalui observasi atau percobaan langsung). Derajat kebenarannya disebut "kebenaran empiris".

Sedangkan "teori yang berdasar hipotesa"; adalah teori yang dibangun dari variabel yang tidak komplit karena sebagian data variabelnya sulit diperoleh—tidak faktual maka melahirkan teori yang masih berdasar hipotesa.

Contoh, teori asal usul manusia atau teori multi universe, atau teori bigbang disebut teori berdasar hipotesa karena variabel data-data pembangunnya tidak bisa dihadirkan secara langsung secara komplit—secara empirik, misalnya, tidak bisa diuji coba di lab.

Contoh, temuan fosil-fosil itu fakta empirik karena dapat diamati secara langsung tapi gambaran "manusia purba berbulu lebat" itu bukan berdasar fakta empirik otentik (teramati langsung) tapi hanya hipotesa berdasar imajinasi si penemu fosil.

Artinya, teori-teori sains itu pada awalnya dibangun dari hipotesa, tapi kemudian menghasilkan sesuatu yang berbeda-beda tidak sederajat. Ada yang menghasilkan rumusan pasti empiris  dan ada yang menghasilkan teori yang masih berdasar hipotesa.

Jadi teori dalam sains tidak selalu identik dengan fakta empiris tergantung variabel data yang dikumpulkan dan diolah. Maka suatu teori bisa keliru andai teori tersebut baru berdasar hipotesa dan ditemukan fakta baru yang menunjukkan bahwa bahwa teori tersebut salah.

Ada teori yang untuk memverifikasinya bisa dilakukan di lab tercanggih dan lalu melahirkan rumusan baku tapi ada teori yang untuk membuktikannya variabel datanya tidak bisa dibawa ke lab, hanya bisa di amati dari kejauhan atau  di asumsikan termasuk dengan bantuan imajinasi atau berdasar perhitungan-perhitungan matematis dan melahirkan "teori berdasar hipotesa".

Teori Sains Berawal dari Hipotesa

Mesin pesawat terbang, misalnya, itu awalnya bermula dari hipotesa lalu dibuat beragam ekperimen lalu lahir teori dan setelah teori itu diuji serta diverifikasi secara berulang, lalu lahir rumusan pasti. 

Setelah jadi rumusan pasti lalu di aplikasikan sebagai teknologi pesawat. Jadi teknologi pesawat bukan lagi berdasar hipotesa tapi sudah berdasar rumusan pasti, bahasa lain berdasar fakta empiris teruji.

Nah sains itu institusi yang mengamati beragam obyek yang berbeda-beda tidak hanya terkait materi yang lalu diaplikasikan sebagai teknologi. Sains, misalnya, menyelidiki asal usul manusia atau beragam fenomena yang ada di alam semesta bahkan menyelidiki asal usul alam semesta bahkan tidak sedikit saintis yang mencoba masuk menyelidiki dunia mistik atau menyelidiki fenomena mati suri atau menyelidiki ranah psikologi.

Nah karena obyeknya berbeda-beda maka teori yang dilahirkan pun derajatnya berbeda-beda, tidak bisa disederajatkan. Intinya ada teori yang berdasar fakta empiris otentik (fakta teramati inderawi) dan ada teori yang baru berdasar hipotesa—bergantung variabel data yang diolah.

Mengapa demikian, karena variabel data yang membangun suatu teori itu ada yang tersedia secara utuh atau komplit dan bisa diamati secara langsung sehingga bisa dibuat eksperimen langsung terhadapnya, contoh ketika sains menggumuli materi-materi yg diaplikasikan menjadi teknologi.

Tapi ketika sains ingin menelaah obyek yang lebih sulit, misalnya, asal usul manusia, fenomena di alam semesta sampai asal usul alam semesta atau obyek mistik atau obyek psikologi, maka data-data yang tersedia bakal tidak serba komplit, dalam artian bakal tidak serba empiris—faktual. Maka teori-teori yang dibangunpun bukan berdasar variabel fakta otentik langsung yang teramati tapi berdasar hipotesa—dalam arti dugaan sementara.

Artikel ini saya buat dari hasil perdebatan dengan ateis ketika membahas teori asal usul manusia dan mereka menyisir hingga ke mempermasalahkan makna "teori" dalam sains. 

Saya simpulkan bahwa teori evolusi tentang asal usul makhluk hidup yang menyebut bahwa seluruh makhluk hidup termasuk manusia berasal dari sel tunggal itu teori yang berdasar hipotesa bukan berdasar fakta empiris langsung yang teramati. Karena variabel datanya tidak bisa teramati secara langsung secara utuh sehingga dibuatlah teori berdasar hipotesa.

Agama dan Sains

Kita meloncat ke masalah berikut yang lebih jauh yang sudah berada diluar substansi sains.

Karena ada pihak-pihak yang selalu membenturkan agama dengan sains hanya berdasar sesuatu yang masih teori hipotesis—teori yang dibangun dari dugaan sementara. 

Idealnya kalau memang ingin membenturkan secara ilmiah itu mesti dengan fakta empiris yang kebenarannya bersifat mutlak atau pasti. Karena konsep yang bersandar pada sesuatu yang baru sebatas dugaan tentu belum bisa valid secara prinsip keilmuan.

Narasi-narasi sejarah peradaban ilmu di dunia "barat" selalu disisipi dengan peristiwa sejarah yang dinarasikan sebagai "pertentangan agama dengan ilmu pengetahuan" tapi ilmu pengetahuan dimaksud terkadang hanya baru berdasar hipotesa—bukan berdasar fakta empiris otentik teramati ini, cacat besar yang mesti dikoreksi.

Pertanyaan yang ideal mestinya; apakah agama wahyu berlawanan dengan fakta dan kenyataan yang ditemukan sains (bukan dengan hipotesa) ? Bagaimana menyelaraskan antara apa yang ada pada firman dengan kenyataan yang ditemukan sains ? Apakah menafsirkan wahyu bisa hanya dengan instrumen sains atau harus menggunakan instrumen keilmuan lain, selain sains.

Itulah, memandang ilmu hanya sains sehingga agama selalu dihadapkan langsung dengan sains ketika dipermasalahkan secara keilmuan itupun sudah merupakan sebuah mindset serta pra anggapan yqng keliru. Karena ilmu pengetahuan itu tentu bukan hanya sains. Sains hanya salah satu bentuk ilmu, selain sains (ilmu dunia materi) ada misal ilmu logika, ilmu hakikat, ilmu hikmat (dalam ranah agama), ilmu tentang moral (konsep-konsep ilmu metafisik) dll.

Dan itulah memaksa publik, misalnya, untuk percaya suatu teori berbasis hipotesa seperti teori asal usul manusia yang kebenarannya harus dianggap mutlak maka itu diindikasikan bukan pernyataan sainstifik tapi pernyataan subyektif pribadi atau golongan yang terindikasi demi kepentingan sesuatu yang sudah berada diluar sains.

Penulis : Irwan Wiharja

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال