Bagaimana Menjawab Krisis Kader Ulama di Muhammadiyah?


Muhammadiyah (Sumber gambar: kabarsumatera.com

KULIAHALISLAM.COM - Isu tentang minimnya kader ulama bukanlah hal baru dalam internal Muhammadiyah. Almarhum Prof. Yunahar Ilyas mengatakan, "sebenarnya krisis ulama di Muhammadiyah sudah mulai dirasakan sejak Muktamar Muhammadiyah di Surakarta tahun 1985. Hal ini menjadi keprihatinan pemikiran di kalangan tokoh-tokoh Muhammadiyah."

Kaderisasi ulama menjadi penting dan dibutuhkan untuk menjaga ukhuwah dan ketentraman umat. Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan terbesar harus menjawab kebutuhan tersebut dan menjadikan skala utama. 

Sebagaimana diketahui bersama bahwa kaderisasi Ulama bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai agama untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi. 

Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai agama yang telah ditanamkan dalam kaderisasi tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas dari himpitan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi (Syafi’i Ma’arif). 

Dua kualifikasi unggulan yang wajib dimiliki ulama adalah kualifikasi ilmu dan akhlak. Untuk itu, seorang ulama harus memahami misi kenabian dengan baik, paham ullumuddin dengan baik, paham pemikiran Islam, paham pemikiran-pemikiran kontemporer, dan paham strategi serta taktik perjuangan di zamannya.

Sebagaimana para nabi, ulama sepatutnya mendapatkan hikmah dari Allah, sehingga dia bukan hanya paham ilmu-ilmu Keislaman dengan baik, tetapi dia juga bisa menerapkannya dengan penuh hikmah. Maka, kualifikasi akhlak yang wajib dimiliki ulama adalah sikapnya yang hanya takut kepada Allah, tidak hubbud-dunya, apalagi sampai gila jabatan dan gila hormat.

Kemudian konsep ulama Muhammadiyah menurut ustaz Nashir bahwa selama ini pengertian ulama menurut Muhammadiyah adalah Tajdid, purifikasi dan dinamis. Beliau menambahkan konsep ulama ideal di Muhammadiyah tidak cukup hanya itu. Akan tetapi ulama ideal Muhammadiyah harus menjadi ulama intelektual dan intelektual ulama. 

Yang dimaksud dengan ulama intelektual adalah seorang ulama yang tidak hanya cukup ahli dalam bidang agama, akan tetapi juga harus ahli dalam bidang ilmu umum (alam). Sedangkan yang dimaksud dengan intelektual ulama adalah seorang tidak hanya cukup ahli dalam bidang ilmu umum (alam) akan tetapi juga harus ahli dalam bidang agama. 

Sebagai representasi tokoh saat ini yang dapat dicontohkan sebagai ulama intelektual salah satunya adalah Almarhum Prof. Dr. Yunahar Ilyas, sedangkan yang dicontohkan sebagai intelektual ulama adalah Prof. Dr. Amin Rais. 

Dalam rangka menyelesaikan persoalan ulama di Muhammadiyah ini, ada beberapa langkah yang menjadi gagasan dan pemikiran para tokoh Muhammadiyah. Paling tidak terdapat 2 langkah sebagai solusinya yaitu secara kelembagaan dan secara sosial. 

Secara kelembagaan, Muhammadiyah adanya kesadaran bersama akan pentingnya pengkaderan ulama, hal itu ditunjukkan dengan mulai berjamurnya pondok pesantren dibawah naungan persyarikatan, selain itu Muhammadiyah juga memiliki PUTM (Pendididikan Ulama Tarjih Muhammadiyah) yang ada di Yogyakarta. 

Dan kedua secara sosial, dengan menumbuhkan kesadaran warga Muhammadiyah akan pentingnya pendidikan kader ulama, para orang tua diharapkan dapat membimbing putra-putrinya masuk kedalam pendididikan pesantren atau agama yang konsen untuk mencetak kader-kader ulama.

*Penulis Adalah Alumni Pondok Modern Muhammadiyah Darul Arqam Patean Kendal

Naufal Afif

Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال