Pembaharuan Pendidikan Kulliyatul al-Islamiyah : Imam Zarkasyi Pendiri Pesantren Gontor

KH. Imam Zarkasyi (Sumber gambar : Wikipedia.org)


KULIAHALISLAM.COM - KH. Imam Zarkasyi lahir di Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1910 M. Beliau menimba ilmu di sejumlah Pesantren di daerahnya tinggal. Tahun 1935, Imam Zarkasyi berhasil menyelesaikan studinya di Kweekschool di Padang Panjang, Sumatera Barat. 

Kemudian, sekitar tahun 1936, Imam Zarkasyi kembali ke Gontor untuk memajukan pendidikan di Gontor.  Imam Zarkasyi segera memperkenalkan program pendidikan baru yang diberi nama “Kulliyatul Mu’alimin Al-Islamiyah”  dan beliau sendiri bertindak sebagai Direkturnya. 

Imam Zarkasyi pernah menduduki jabatan penting di pemerintahan diantaranya adalah Anggota Dewan Perancang Nasional oleh Presiden Ir. Soekarno, beliau juga mewakili Indonesia dalam Muktamar Akademisi Sedunia di Kairo dan beliau pernah menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Sebelum mendirikan lembaga pendidikan Gontor dengan corak yang modern, Imam Zarkasyi bersama pendiri Pondok Gontor lainnya telah mengkaji lembaga-lembaga pendidikan yang terkenal dan maju di luar negeri seperti Universitas Al-Azhar, Mesir dan Pondok Syanggit di Afrika Utara, Universitas Muslim Aligarh di India serta Perguruan Shantiniketan yang didirikan Filsuf Hindu, Rabendranath Tagore, Perguruan ini terkenal karena kedamaiannya. 

Dari kedamaian di Perguruan tersebut mengilhami Darussalam untuk Pondok Pesantren Gontor. Keempat lembaga pendidikan itu semua dipadukan dalam pandangan agama yang tergolong Mazhab Ahlu Sunnah Wal Jamaah (lihat Prof Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam).

Imam Zarkasyi memiliki pandangan bahwa hal yang penting dalam Pesantren bukanlah pelajarannya semata namun juga jiwanya. Imam Zarkasyi merumuskan jiwa pesantren itu ada lima yang beliau sebut dengan istilah “Panca Jiwa Pondok”, yaitu keikhlasan, kesederhanaan, kesanggupan tolong menolong, persaudaraan sesama Islam, dan jiwa bebas. 

Maksudnya jiwa bebas adalah bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas menentukan masa depan. Prof Abuddin Nata, MA menyatakan ada empat konsep pendidikan K.H Imam Zarkasyi :

Pertama, pembaharuan metode dan sistem pendidikan. Pondok Pesantren Gontor menganut sistem pendidikan klasikal yang terpimpin secara terorganisir dalam bentuk penjenjangan kelas dalam waktu yang ditetapkan. 

Imam Zarkasyi juga memperkenalkan ekstrakulikuler, dalam hal ini Santri memiliki kegiatan lain di luar jam pelajaran seperti olahraga, keseniaan, terampil berpidato dalam tiga bahasa, dan pramuka. 

Di Gontor, jam pelajaran diatur sangat ketat dan santri tidak diperkenankan memasak sendiri untuk menghemat waktu. Kegiatan diawali bangun pagi, Salat Subuh, membaca Alquran kemudian latihan berbahasa Inggris. 

Selanjutnya Santri belajar dikelas. Program pendidikan Imam Zarkasyi sangat modern. Imam Zarkasyi menganjurkan para Santri memahami kitab-kitab seperti Fathul Qarib, Fathul Mu’in dan lainnya.

Kedua, pembaharuan kurikulum. Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi di Pesantren Gontor adalah 100% umum dan 100% agama. Disamping pelajaran tafsir, hadis, fikih yang biasa diajarakan di Pesantren tradisional, Imam Zarkasyi juga menambahkan pengetahuan umum seperti ilmu alam, matematika, sejarah, tata negara, dan lainnya. 

Ketiga, pembaharuan manajemen Pesantren. Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran Islam, Imam Zarkasyi dan dua saudaranya telah mewakafkan pondok Pesantren Gontor kepada sebuah lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Modern Gontor,  dengan demikian secara kelembagaan Pondok Modern Gontor menjadi milik umat Islam dan semua umat Islam bertanggung jawab atasnya. 

Kiai dan guru-guru juga tidak mengurusi uang dari para santri, sehingga mereka tidak membedakan antara santri yang kaya dengan santri yang kurang mampu. Urusan keuangan menjadi tanggung jawab petugas kantor tata usaha yang terdiri dari beberapa orang santri senior dan guru yang secara periodik bisa diganti. Dengan demikian, pengaturan jalannya organisasi pendidikan menjadi  dinamis, terbuka dan obyektif.

Keempat, pembaharuan dalam pola pikir santri dan kebebasan pesantren. Sejalan dengan Panca Jiwa Pondok Modern Gontor sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa setiap para santri ditanamkan jiwa agar berdikari dan bebas. 

Sikap ini tidak saja berarti bahwa santri belajar dan berlatih mengurus kepentingannya sendiri serta bebas menentukan jalan hidupnya di masyarakat, tetapi juga bahwa pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan harus tetap independen dan tidak bertanggung jawab pada pihak lain. 

Prinsip kemandirian tersebut bertolak dari upaya menghindari dari kenyataan dimana kebanyakan lembaga pendidikan yang diselenggarakan pada waktu itu berdasarkan pada kepentingan golongan dan politik tertentu. 

Hal ini diperkuat dengan semboyan Gontor yaitu “Gontor di atas dan untuk semua golongan”. Selanjutnya, para santri diajarkan semua Mazhab dan diberi kebebasan memilih mazhab selama pemahaman ahlu sunnah wal jama’ah.

Program pendidikan Pondok Pesantren yang dibentuk Imam Zarkasyi membawa arah baru konsep pendidikan Islam yang berkemajuan dan menjadi teladan bukan hanya di Indonesia tetapi juga dunia Islam. 

Dunia Islam mengalami kemunduran salah satu penyebabnya adalah adanya dikotomi terhadap ilmu pengetahuan sehingga adanya pembeda antara ilmu Islam dan Ilmu pengetahuan umum. 

Umat Islam hanya mengejar ilmu Islam saja sehingga tertinggal jauh dibandingkan Barat padahal di era Bani Abbasiyah, dunia Islam pernah mengalami masa kejayaan ilmu pengetahuan karena mereka menganggap semua ilmu adalah penting dan bagian dari Islam.

Nah, dalam konteks Indonesia, Imam Zarkasyi menjadi salah satu Bapak pendidikan Indonesia yang berhasil menghapus dikotomi terhadap ilmu pengetahuan, hal itu tampak dari program pendidikan yang digagas Imam Zarkasyi dan pendiri Gontor lainnya. 

Imam Zarkasyi dan pendiri Pesantren Gontor lainnya mengubah konsep pendidikan Islam dari corak tradisionalis menjadi modern sehingga Gontor banyak melahirkan generasi muslim yang berintelektualitas tinggi dan membawa ajaran Islam yang Wasathiyah seperti Prof Din Syamsudin, dan Prof Hidayat Nur Wahid, dan KH Hasyim Muzadi

Penulis adalah Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia STH-YNI Pematangsiantar, Sumatra Utara

Editor : Adis Setiawan


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال