Jadikan Masjid Tebar Pesona Bukan Tebar Kutipan

Masjid Al Aqsa (Sumber gambar: okezone.com)

KULIAHALISLAM.COM - Masjid berasal dari bahasa Arab yang artinya tempat sujud atau tempat menyembah Allah. Bumi yang kita tempati ini adalah Masjid bagi kaum muslimin. Setiap muslim boleh melakukan salat di wilayah manapun di bumi ini, terkecuali di atas kuburan dan tempat yang menurut ukuran syariat Islam tidak sesuai dijadikan tempat salat. 

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim menyebutkan Rasulullah saw bersabda : “Setiap bagian dari bumi ini adalah tempat sujud (Masjid)”. Di masa Nabi ataupun dimasa sesudahnya, Masjid menjadi pusat kegiatan kaum muslimin, kegiatan di bidang pemerintahan, kemiliteran, maupun mencakup membahas masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial. 

Masjid juga menjadi pusat pengembangan dan kebudayaan serta ilmu pengetahuan. Sebagai contoh adalah Masjid Suci Nabawi di Kota Madinah yang menjadi pusat pemerintahan di masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin dan Masjid Al Azhar yang dibangun pada masa Dinasti Fathimiyah dan kini Masjid itu menjadi Universitas tertua di dunia dan terkemuka di dunia Islam.

Hal yang mulai tampak saat ini adalah sebagian Masjid mengalami sekularisasi sehingga Masjid hanya difungsikan untuk urusan ibadah keakhiratan saja sedangkan fungsi sebagai pusat sosial, ilmu pengetahuan dan politik serta ekonomi belum sepenuhnya terwujudkan. 

Hampir di setiap wilayah kita lihat banyak Masjid dibangun secara berlebih-lebihan bahkan ada yang kubah berlapis logam mulia dan batu berharga, padahal Nabi Muhammad sallallahu a’laihi wasallam mengharamkan umat muslim berlebih-lebihan dalam pembangunan Masjid. 

Abu Ya’la meriwayatkan dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam sahihnya dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda “Akan datang pada suatu zaman dimana manusia saling berbangga dengan bangunan Masjid mereka, kemudian hanya sedikit saja yang meramaikan Masjid itu”. 

Abu Daud, Ibnu Hiban meriwayatkan dari Ibnu Abas bahwa Nabi bersabda “ Aku tidak diperintahkan untuk meninggikan Masjid dan memanjangkan bangunanya”. Ibnu Mas’ud lewat di suatu Masjid yang memiliki hiasan, kemudian ia berkata “Semoga Allah melaknat orang yang menghias Masjid ini karena orang miskin lebih membutuhkan daripada tiang-tiang ini” (Lihat Kitab al-Mushannaf karya Abdurarazzaq). 

Prof Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya “Tujuan Membangun Masjid” menyatakan “Sikap berlebihan dalam membangun Masjid sebaiknya dilarang sehingga tidak mengganggu konsentrasi beribadah dan agar Masjid tidak mirip seperti rumah ibadah non muslim”. 

Selanjutnya, Masjid harus tebar pesona bukan hanya tebar kutipan. Cara pertama menebarkan pesona Masjid di bidang sosial adalah dengan mempergunakan uang atau harta benda yang dikumpulkan di Masjid untuk membantu masyarakat miskin, anak yatim, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan bahkan seharusnya dari saldo kas Masjid bisa digunakan membangun berbagai bidang usaha mikro, sekolah, universitas, Rumah Sakit milik umat muslim di setiap wilayah. 

Kalau perlu gunakan seluruh dana yang tersimpan di kas Masjid untuk membantu orang-orang yang terkena musibah akibat wabah COVID-19. Sudahkah kita lakukan itu ? Kalau belum jangan-jangan kita selama ini mengklaim sebagai Ahlu Sunnah Wal Jama’ah namun dalam praktiknya Ahlu Sunnah Individualis berjama'ah.

Menurut Imam Ayatullah Khomeni, sebagian besar ayat Alquran menyinggung masalah sosial (lihat Prof Abudin Nata dalam “Metodologi Memahami Islam”). Namun sayangnya di bidang sosial, ekonomi, sains ini pula umat muslim yang kurang sehingga ada umat muslim yang beribadah seperti Iblis yakni takut pada Allah namun kurang menghargai dan peduli terhadap makhluk-makhluk yang diciptkan Allah. 

Dr. Jalaludin Rakhmat menyatakan bahwa umat Islam selama ini cenderung keliru mengartikan ibadah dengan membatasinya pada ibadah-ibadah ritual, betapa banyak umat Islam yang disibukan dengan urusan ibadah mahdhah, tetapi mengabaikan kemiskinan , kebodohan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan dan kesulitan hidup yang diderita saudara-saudara mereka.

Betapa banyak orang kaya Islam dengan khusyuk meratakan dahinya di atas sajadah sementara disekitarnya tubuh-tubuh layu digerogoti penyakit dan kekurangan gizi atau bahkan betapa mudahnya jutaan bahkan miliyaran uang dihabiskan untuk upacara-upacara keagamaan, di saat ribuaan anak-anak tidak dapat melanjutkan sekolah.

Ribuaan orang tua masih menanggung beban mencari sesuap nasi, ribuan orang sakit menunggu maut karena tidak mampu membayar biaya Rumah Sakit, dan bahkan di saat ribuan umat muslim terpaksa menjual iman kepada tangan-tangan lain yang penuh kasih. Kita mengabaikan kunci surga yang terbuang, kata Jalaludin Rakmat dalam karyanya “Islam Alternatif”.

Umat Islam memiliki zakat, infak, dan waqaf yang tujuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan Ilmu pengetahuan. Andaikan saja dalam suatu wilayah seluruh Masjidnya bersatu dan menyatukan dana umat yang terkumpul maka di setiap daerah di desa-desa maupun kota akan terbangun Mini Market milik umat Islam, hotel milik umat Islam, universitas milik orang Islam, perbankan milik umat Islam, sehingga pengangguran dan kesenjangan sosial berkurang dan laba dari setiap usaha yang didirikan dari dana umat itu akan dimanfaatkan kembali untuk umat Islam.

Selanjutnya, cara tebarkan pesona Masjid adalah jadikan Masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan. Hal yang memperihatinkan adalah  saat ini sebagian besar Masjid tidak memiliki pusat studi Islam dan perpustakaan dan hal ini diperburuk pula  dengan minat baca ummat Islam yang buruk dan masih kalah dibandingkan negara Barat.  

M  Qurais Shihab dalam buku “Membumikan Alquran” menyebutkan “Membaca adalah dasar terciptanya peradaban”. Bagaimana mungkin kita membangun peradaban Islam kembali jika minat baca miskin sekali dan seharusnya Masjid yang menyediakan buku ternyata juga tidak tersedia. 

Drs. Moh E Ayub dalam bukunya “Manajemen Masjid” menyatakan bahwa "sumber biaya pendirian perpustakaan Masjid dapat diperoleh dari donatur, infak, sedekah, waqaf , zakat”. Cara Ketiga adalah setiap Masjid harus punya manajemen keuangan yang benar, terbuka untuk umum. 

Cara keempat adalah dengan pergunakan dana umat yang terkumpul di Masjid untuk mendanai segala bentuk kegiatan dakwah, membantu perekonomian para Ulama ataupun da'i kampung, guru-guru mengaji dan gunakan untuk membantu pemakaman orang-orang yang miskin, dan dana Masjid juga harus membantu  keluarga yang terkena musibah.

Cara Kelima adalah Masjid harusnya memiliki Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sehingga orang-orang miskin yang terzalimi hak-haknya mendapatkan bantuan pertolongan, dengan demikian Masjid benar-benar tebar pesona bukan hanya tebar kutipan. Demikian. Salam.

Oleh : Rabiul Rahman Purba, S.H
Penulis adalah Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia STH-YNI Pematangsiantar, Sumatera Utara

Editor : Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال