(Sumber Gambar: Fitrah) |
KULIAHALISLAM.COM - Setiap manusia dilahirkan
dalam kesucian. Kesucian asal itu bersemayam dalam hati nurani, yang mendorongnya untuk senantiasa mencari, berpihak dan berbuat baik dan benar. Agama
menyatakan bahwa manusia setiap pribadi mempunyai potensi benar.
Maka, untuk hidupnya
manusia dibekali dengan akal pikiran, kemudian agama, dan terbebani kewajiban
terus-menerus mencari dan memilih jalan hidup yang lurus, benar dan baik.
Disini menurut agama, manusia adalah makhluk etis dan moral, dalam arti bahwa
perbuatan baik buruknya harus dapat dipertanggungjawabkan, baik di dunia ini
sesama manusia maupun di akhirat di hadapan Tuhan yang Maha Esa.
Berbeda dengan pertanggungjawaban
didunia ini yang nisbi, sehingga masih ada kemungkinan manusia menghindarinya.
Pertanggungjawaban di akhirat kelak adalah mutlak, dan samasekali tidak mungkin
dihindari.
Pertanggungjawaban mutlak
kepada Tuhan di akhirat itu bersifat pribadi sama sekali, sehingga tidak ada
pembelaan, hubungan solidaritas, dan perlawanan. Sekalipun antar sesama teman,
karib kerabat dan anak ibu bapak.
Semua itu mengindikasikan
bahwa, setiap pribadi manusia, dalam hidupnya didunia ini mempunyai hak dasar
untuk memilih dan menentukan sendiri perilaku moral dan etisnya, yang tanpa hak
memilih ini tidaklah mungkin manusia dituntut pertanggungjawaban moral dan
etis.
Karena hakikat dasar yang
mulia inilah, maka manusia dinyatakan sebagai puncak segala makhluk Allah yang
diciptakan olehnya dalam sebaik-baik ciptaan, yang menurut asalnya berharkat
dan martabat yang setinggi tingginya. Karena Allah pun memuliakan anak cucu
Adam ini, dan melindungi serta menanggungnya di daratan maupun di lautan.
Setiap pribadi manusia
adalah berharga, seharga kemanusiaan sejagad. Maka barangsiapa merugikan
seorang pribadi, seperti membunuhnya, tanpa alasan yang sah maka ia bagaikan
merugikan seluruh umat manusia, dan barangsiapa berbuat baik kepada seseorang,
seperti menolong hidupnya, maka ia bagaikan berbuat baik kepada seluruh umat
manusia. Inilah alasannya mengapa setiap pribadi manusia harus berbuat baik
kepada sesamanya, dengan memenuhi kewajiban diri pribadi terhadap pribadi yang
lain, dan dengan menghormati hak-hak orang lain dalam suatu jalinan hubungan
kemasyarakatan yang damai dan terbuka.
Salah satu ajaran agama
yang sangat mendasar adalah tanggung jawab pribadi manusia kelak dihadapan
Tuhan. Segi konsekuensial ajaran ini, adalah bahwa setiap orang mempunyai hak
memilih jalan hidupnya dan tindakannya sendiri. Bahkan agama pun tidak boleh
dipaksakan kepadanya. Hak yang amat asasi ini kemudian bercabang menjadi
berbagai hak yang tidak boleh diingkari. Di antaranya ialah hak untuk
menyatakan pendapat dan pikiran, ditambah dengan prinsip kesucian asal manusia
(fitrah) yang membuatnya selalu berpotensi untuk benar dan baik (hanif), dengan
akibat bahwa setiap orang mempunyai hak untuk didengar. Dan adanya hak setiap
orang untuk didengar menghasilkan adanya kewajiban orang lain untuk mendengar.
Hak setiap orang untuk
memilih dan menyatakan pendapat dan pikiran serta kewajiban setiap orang untuk
mendengar pendapat dan pikiran orang lain ini membentuk inti ajaran agama
tentang musyawarah, saling memberi isyarat tentang apa yang benar dan baik,
bersifat resiprokal, timbal balik kedua pihak.
Berdasarkan pengakuan
sejarah mutakhir, dari semua sistem ajaran khususnya agama yang secara sejati
dilihat dari sudut semangat dan jiwa ajaran itu sendiri, Islam adalah agama
yang paling dekat dengan segi-segi positif zaman modern. Ernest Gellner
misalnya, mengatakan bahwa hanya islamlah dari semua agama yang ada yang esensi
ajarannya sangat relevan dengan tuntutan segi positif modernitas, dan yang
proses ke arah itu tidak harus ditempuh dengan melakukan kompromi dan mengalah
kepada desakan desakan luar, tetapi justru dengan kembali saja ke asal dan
mengembangkan nilai-nilai asasi sendiri.
"Hanya Islam
bertahan hidup sebagai satu keyakinan serius yang meliputi baik tradisi besar
maupun tradisi rakyat", begitu kata Ernest Gellner di dalam bukunya Muslim Society. "Tradisi yang besar dapat dibuat modern; dan pelaksanaan nya
dapat diterapkan bukan sebagai sebuah inovasi atau konsesi kepada pihak luar,
tetapi lebih sebagai kelanjutan dan penyempurnaan dialog lama di dalam Islam.
Maka di Islam, dan hanya di dalam Islam, pemurnian/modernisasi di satu segi,
dan penegasan ulang identitas lokal lama di sisi lain, dapat dilakukan dengan
bahasa yang sama lewat serangkaian simbol".
Islam adalah agama yang
sangat tinggi menjunjung hak-hak asasi manusia dalam inti ajarannya sendiri.
Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk kebaikan (fitrah) yang
berpembawaan-asal kebaikan dan kebenaran (hanif). Manusia adalah makhluk yang
tertinggi (dibuat dalam sebaik-baik ciptaan), dan Allah memuliakan anak cucu
Adam ini serta melindunginya di daratan maupun di lautan.
Jadi, agama mengajarkan
bahwa masing-masing jiwa manusia mempunyai harkat dan martabat yang senilai
dengan manusia sejagad. Masing-masing pribadi manusia mempunyai nilai
kemanusiaan universal. Maka, kejahatan kepada seorang pribadi adalah sama
dengan kejahatan kepada manusia sejagad, dan kebaikan kepada seorang pribadi
adalah sama dengan kebaikan kepada manusia sejagad. Inilah dasar yang amat
tegas dan tandas bagi pandangan kewajiban manusia untuk menghormati sesamanya
dengan hak-hak asasinya yang sah.